Minggu, November 10, 2024

Pemilu 2019: Fenomena “Strong Voters” dan Polarisasi

DEKY.R.ABDILLAH
DEKY.R.ABDILLAH
Mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahan Universitas Jambi, Pemuda Nahdliyin
- Advertisement -

Sudah lebih dari dua pekan masyarakat Indonesia menyalurkan hak konstitusinya dalam pesta demokrasi pemilihan umum (pemilu) serentak legislatif dan pilpres 2019. KPU, BAWASLU, DKPP sebagai lembaga penyelenggara pemilu masih bekerja keras melakukan perhitungan dan pengawalan suara masyarakat secara berjenjang sampai pada akhirnya pada tanggal 22 mei nanti, kita akan mendapatkan Presiden dan Wakil Presiden (baru).

KPU dan penyelenggara pemilu lainnya walaupun ditengah sindiran, cacian, makian dan kecurigaan mampu bekerja dengan penuh integritas, mengabaikan semua tekanan yang datang demi menjaga marwah dan wibawa sebagai penyelenggara pemilu yang baik.

Pemilu 2019 sebagai sejarah yang berhasil dilalui oleh Indonesia sebagai bangsa, bagaimana tidak untuk pertama kalinya dalam sejarah demokrasi umat manusia diadakan pemilihan umum yang menggabungkan lima tipe pemilu dalam satu waktu.

Pemilu raya seperti ini tentunya membutuhkan kemampuan dan sumber daya penyelenggara pemilu yang baik, tidak terlepas dari berbagai masalah dan kekurangan yang ada, Profesor Mahfud MD mengatakan bahwa pemilu serentak kali ini bisa dikatakan berjalan dengan lancar karena dari 813.350 TPS yang ada, tidak sampai satu persen yang bermasalah. Sekarang, mari kita lihat dan analisis kembali hal-hal menarik yang terjadi selama perhelatan pemilu 2019 yang lalu.

Fenomena ”Strong Voters”

Dari hasil hitung cepat sejumlah lembaga survey independen menempatkan pasangan nomor urut 01 unggul hampir 10 persen total suara dari  pasangan nomor urut 02, jika kita melihat bagaimana persebaran suara yang didapat oleh mereka yang berkontestasi pada pilpres kali ini akan terlihat jelas bagaimana fenoma” Strong Voters” ini terjadi.

Fenomena ”Strong Voters” oleh para pakar politik diartikan sebagai daerah dimana masyarakatnya sudah memiliki preferensi pilihan politik yang tetap dan sangat sulit diubah oleh apapun. Pada pemilu 2014, Prabowo unggul telak di daerah Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, Banten dan Nusa Tenggara Barat, dan pada pemilu kali  ini hal tersebut kembali terulang.

Padahal, pihak petahana sudah melakukan segenap daya dan upaya untuk mendulang  suara di daerah yang menjadi basis suara Prabowo tersebut, di Jawa Barat misalnya dukungan terbuka Gubernur Ridwan Kamil, Dedi Mizwar, Dedi Mulyadi dan sederet tokoh berpengaruh lainnya tidak mampu mendongkrak suara dari pasangan nomor urut 01.

Fenomena politik yang terjadi di Jawa barat ini mirip dengan yang terjadi di Sumatera Barat, dimana 10 kepala daerah disana secara terbuka mendeklarasikan dukungan ke pasangan 01 namun yang terjadi kemudian adalah bukan kemenangan yang didapat, tapi justru kekalahan yang dialami Jokowi semakin telak dari pemilu sebelumnya.

Jika di Sumatera Barat dan Jawa Barat dukungan kepala daerah tidak mampu mendongkrak perolehan suara 01, di Banten dan Nusa Tenggara Barat dukungan terbuka ulama terkenal disana seakan tidak dapat mengubah preferensi politik masyarakatnya.

Siapa kemudian yang meragukan pengaruh keagamaan KH Maruf Amin di Banten dan Tuan Guru Bajang (TGB) di NTB? Hasil survey dari LSI juga mengatakan bahwa preferensi pilihan politik masyarakat tidak terpengaruh secara signifikan oleh pilihan politik ulama yang mereka ikuti, masyarakat cenderung akan mengikuti fatwa keagamaan dari pada fatwa politik.

- Advertisement -

Fenomena “Strong Voters” seperti ini juga dialami pasangan 02, tidak peduli berapapun posko kemenangan yang mereka dirikan di Jawa Tengah dan Jawa Timur tetap saja pasangan 02 kalah telak di dua daerah tersebut, bahkan lebih banyak dari pemilu 2014 yang lalu.

Dari fenomena seperti ini dapat disimpulkan bahwa memang pembangunan infrastruktur dan pilihan politik kepala daerah atau tokoh tertentu tidak dapat kemudian dengan serta merta mengubah pilihan politik yang ada di tengah masyarakat. Dari sisi positif dapat kita maknai bahwa sekarang, masyarakat semakin cerdas dan mandiri dalam menentukan pilihan politiknya sendiri, tidak tergantung dengan arah politik tokoh elit tertentu. Namun, fenomena  ini juga dapat dilihat dari sisi negatif.

Strong Voters dan Polarisasi

Dalam analisis penulis, menyikapi fenomena Strong Voters ini sebagai akibat polarisasi yang sangat masif kita rasakan menjelang pilres yang lalu, bahkan polarisasi ini belum juga bisa menghilang sepenuhnya setelah pilpres itu berlangsung.

Jika kita lihat kembali, bagaimana pasangan 01 unggul telak di daerah basis pemilih beragama non muslim seperti Bali, Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Papua Barat dan Kalimantan Barat.

Tentunya ini menjadi preseden buruk bagi kebangsaan kita, bagaimana kemudian sebagai akibat polarisasi yang muncul ini, faham keagamaan memberikan celah yang perbedaan yang begitu besar antara pasangan 01 atau 02.

Pemilih minoritas seakan lebih nyaman dan aman untuk dipimpin oleh pasangan 01, alasannya kemudian jelas karena kelompok muslim yang diwakili pasangan 01 adalah kelompok yang selama ini mereka anggap dapat menjadi pelindung bagi mereka yang dikelompokkan sebagai minoritas.

Apapun sekarang, pemilu telah usai dan seharusnya semua polarisasi, disparitas yang selama ini kita alami ini juga berakhir. Semua  pihak mulai dari elit politik, tokoh masyarakat, pemuka agama, kalangan mahasiswa dan masyarakat harus mulai menyadari bahwa kepentingan negara dan kebangsaan harus kita letakkan di tempat yang paling utama diatas kepentingan yang lain.

Soal bagaimana hasil pemilu ini nanti akan diumumkan oleh lembaga yang memang diberikan kewenangan oleh  konstitusi untuk melaksanakannya, jika tidak puas dengan hasil pemilu, jika menganggap terjadi banyak kecurangan dan sebagainya silahkan diselesaikan melalui jalur konstitusional yang sah.

Sesungguhnya, kebangsaan dan persatuan kita terlalu mahal dan indah jika harus di korbankan untuk kepentingan politik pragmatis elit tertentu.

DEKY.R.ABDILLAH
DEKY.R.ABDILLAH
Mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahan Universitas Jambi, Pemuda Nahdliyin
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.