Beberapa teman saya yang berprofesi sebagai programmer memilih untuk tidak bekerja di pemerintahan dan lebih memilih bekerja di swasta atau membuat start-up sendiri karena mereka mengaku, sistem dan budaya programmer jadi PNS itu “bukan gue banget!” Baik itu pola kerja, hingga sistem yang mendukung.
Efeknya, menurut saya situs pemerintahan jarang ada yang bagus. Jarang, bukan tidak ada. Baik dari segi tampilan hingga keamanan. Bisa dilihat kan seberapa banyak dan sering situs pemerintahan kena hack? Terlebih lagi ketika dari dulu ramai isu blokir ini, blokir itu, bahkan sampai pemblokiran aplikasi Telegram. Kemkominfo seperti tidak mampu berpikir masak-masak untuk menangani problematika dalam situs maupun aplikasi berbasis teknologi yang dirasa ‘meresahkan’ bagi golongan tertentu.
Efek lainnya, tidak ada programmer yang benar-benar memberi pencerahan yang solutif kepada Kemkominfo. Terutama yang terkait dengan teknologi dan kemajuan jaman. Sehingga muncullah isu pemblokiran situs dan aplikasi yang bermasalah. Entah mengandung konten ponografi sampai isu terorisme.
Masih hangat dalam ingatan saat adanya isu pemblokiran BBM, Tumblr, sampai Telegram dan yang ada di daftar tunggunya; YouTube, Facebook, dkk. Ini cukup membuat saya spaneng.
Waktu Instagram belum booming, saya sanggup duduk seharian di depan laptop, mengawasi feed Tumblr untuk melihat keberagaman gaya hidup di dunia, gambar bersejarah, karya seni orang-orang di seluruh dunia, referensi musik dan film keren yang Google tidak bisa sajikan.
Lalu Tumblr sempat mau diblokir karena memuat konten pornografi namun Tumblr tidak menggagas permintaan Indonesia untuk memblokir konten berbau porno dan toh sampai sekarang Tumblr masih baik-baik saja.
Saat itu saya cukup geram dengan isu pemblokiran ini. Come on lah, tidak semua pengguna Tumblr di Indonesia cuma mau lihat porno. Berkaca dengan pegalaman diri sendiri, saya memanfaatkan Tumblr untuk melihat dunia dengan lebih luas lagi. Apakah Tumblr isinya semua tentang porno? Tidak.
Cukup banyak anak muda Indonesia menulis di platform ini. Memamerkan karya seni mereka, mendapatkan inspirasi dan membuat karya seni mereka sendiri di sana. Tumblr jadi media mereka untuk mendapatkan inspirasi dan menginspirasi orang banyak. Jangan sampai menyelamatkan satu dua anak muda lalu mengorbankan media berkreativitas banyak anak muda lain. Karena itu sama saja mematikan kreativitas mereka. Ini jadi sesuatu yang agak konyol karena yang tidak pernah menggunakan Tumblr tidak akan mengerti dan merasakan faedahnya.
Begitu juga dengan Telegram, di kalangan anak muda seperti saya, tidak banyak yang menggunakannya bahkan ada yang tidak tahu kalau aplikasi ini ada. Dominan orang menggunakan aplikasi Whatsapp sehingga banyak yang merasa baik-baik saja kalau Telegram ini diblokir terlebih menyangkut isu terorisme.
Padahal kalau mau didalami, banyak sekali manfaat aplikasi Telegram selain keamanannya yang luar biasa. Mulai dari channel edukatif sampai channel yang menghibur. Sangat bisa digunakan sebagai sarana belajar sampai main game. Bahkan sudah banyak grup diskusi hingga yang menjajakan jualannya melalui Telegram. Berbeda dengan Whatsapp, tidak ada grup keluarga di sini.
Setahu saya, Telegram juga sedang getol-getolnyaa memberantas terorisme yang nyangkut di aplikasi dan situs mereka. Kemkominfo keliatannya cuma miskomunikasi atau mungkin ada kepentingan tertentu lainnya yang tidak dapat saya pahami.
Bu Sri Mulyani sanggup menaklukkan raksasa Google agar melunasi pajak di Indonesia, masa sih Telegram yang katanya jadi sarana teroris berkomunikasi tidak bisa ditangani? Kemkominfo kelihatannya tidak cukup sabar dan lihai dalam menjalin kerjasama dengan pihak Telegram. Tapi please, sebelum mengambil suatu tindakan, ada baiknya belajar dari Bu Sri Mulyani yang sampai mengorek informasi dan data sampai ke pemerintah Inggris agar Google bayar pajak di Indonesia.
Jujur saya kecewa dan khawatir kalau mental yang dijalani itu masih ‘salah sedikit, blokir.’ Cukup koordinasikan secara baik dengan pihak Telegram agar menghapus channel, bot, grup, maupun chat yang diduga jadi media teroris merakit bom dan menggencarkan aksinya. Jangan cepat kebakaran jenggot lalu mengambil jalan pintas yang sebenarnya merugikan bahkan berakibat fatal.
Sejak awal saya sudah yakin kalau ini cuma miskomunikasi. Benar saja, Minggu pagi (16/7), saya mendapat informasi dari channel resmi Durov (CEO Telegram) yakni Durov’s Channel (https://t.me/durov/50) di Telegram.
Diakui Telegram, Kemkominfo memang telah mengirimkan email yang berisi daftar channel publik yang mengandung konten terorisme di Telegram, namun tim mereka tidak memproses aduan ini secara cepat. Sayangnya, Durov tidak menyadari permintaan ini sehingga menyebabkan miskomunikasi dengan Kemkominfo. Bahkan setelah mengetahui hal tersebut, Telegram segera melangsungkan 3 solusi yang baik bagi Telegram maupun Kemkominfo dan telah menyampaikannya melalui email ke Kemkominfo.
1. Memblokir semua channel publik yang berkaitan dengan terorisme sebagaimana sebelumnya telah diadukan oleh Kemkominfo.
2. Membalas email Kemkominfo agar dapat berkomunikasi secara langsung, dan menjalin kerjasama dengan lebih efisien dalam mengidentifikasi dan menumpas propaganda teroris di masa yang akan datang.
3. Membentuk tim moderator khusus yang memiliki pengetahuan bahasa dan budaya Indonesia untuk memproses laporan konten terkait teroris secara lebih cepat dan akurat.
Telegram juga menegaskan bahwa mereka adalah platform yang sangat terenkripsi dan privat, namun bukan berarti mereka berkawan dengan teroris dan mendukung terorisme. Setiap bulannya Telegram memblokir channel publik yang terkait ISIS dan mempublikasikannya hasilnya di channel @isiswatch. Pihak Telegram telah berusaha keras secara konstan agar lebih efisien dalam mencegah propaganda teroris dan terbuka apabila ada ide yang lebih baik dalam menyelesaikannya.
Durov dan saya sama-sama percaya bahwa propaganda teroris dapat dibasmi tanpa mengganggu keabsahan penggunaan Telegram oleh masyarakat Indonesia. Kami berharap Kemkominfo dapat melangsungkan solusi yang lebih baik terkait hal ini dan kedepannya. Bukankah lebih mudah dan menguntungkan jika bisa bekerja dengan perusahaan besar dunia untuk sama-sama membasmi terorisme?
Salam.