Rabu, November 6, 2024

Pasca OTT Walikota Medan

Beni Harmoni Harefa
Beni Harmoni Harefa
Dosen Hukum Pidana FH UPN Veteran Jakarta
- Advertisement -

Kasus korupsi yang melibatkan Kepala Daerah terus terjadi. Rabu dini hari (16/10/19) Walikota Medan Dzulmi Eldin ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Eldin ditangkap bersama 7 orang lainnya beserta barang bukti uang senilai 200 juta rupiah yang diduga berasal dari praktek setoran dinas-dinas di Pemerintahan Kota Medan.

Pasca operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK terhadap Walikota Medan, menarik mempertanyakan apakah  revisi Undang-Undang KPK sudah berlaku dalam penanganan perkara korupsi Dzulmi Eldin. Apakah dapat dipastikan upaya yang dilakukan ini dapat meminimalisir bahkan menghilangkan korupsi dalam penyelenggaran pemerintahan khususnya di daerah di masa mendatang?

Korupsi dan Kekuasaan

Tidak dimungkiri kasus korupsi sering terjadi, karena penyalahgunaan kekuasaan abuse of power. Montesqieu dalam bukunya Le Espirit des Lois yang diterjemahkan sebagai The Sprit of Law, menyebut bahwa terhadap orang yang berkuasa ada tiga kecenderungan. Pertama, kecenderungan untuk mempertahankan kekuasaan.

Kedua, kecenderungan untuk memperbesar kekuasaan. Ketiga, kecenderungan untuk memanfaatkan kekuasaan. Dalam konteks inilah sering terjadi abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain.

Kekuasaan yang besar memang membawa risiko di mana para pemangku kekuasaan, acap kali bertindak tanpa kendali. Para pejabat lupa bahwa jabatan yang diembannya adalah amanah yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak. Ketika tidak amanah, maka ini akan membawa malapetaka. Banyak kepentingan publik yang terabaikan sehingga menimbulkan kemelaratan.

Kekuasaan seharusnya diimbangi dengan kontrol yang mutlak. Jika tidak, sama saja membiarkan korupsi merajalela. Atas dasar inilah seorang sejarahwan bernama Lord Acton berkata: power tends to corrupt and absolute power to corrupt absolutely. Setiap kekuasaan cenderung korupsi dan kekuasaan yang mutlak, korupsinya juga mutlak. Korupsi yang melibatkan Walikota Medan ini, sesungguhnya adalah wujud nyata betapa kekuasaan besar, yang tidak terawasi dengan baik akan mudah disalahgunakan.

UU Revisi KPK 

Penting mengetahui bahwa UU Revisi KPK tidak tepat digunakan terhadap Eldin. Hal ini disebabkan karena waktu terjadinya tindak pidana dan penangkapan sebelum UU Revisi KPK berlaku. Konsekuensi logisnya, maka apabila Dzulmi Eldin nantinya ditetapkan sebagai tersangka, maka perkara korupsi ini tidak dapat dihentikan penyidikannya.

Dalam Pasal 40 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU Lama) ditegaskan bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya, KPK tidak berwenang untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan kasus tindak pidana korupsi.

Hal tersebut membuat KPK sangat cermat dan hati-hati, dalam menetapkan tersangka dalam tindak pidana korupsi. Terlebih dalam operasi tangkap tangkap (OTT), dapat dipastikan bahwa sebelum OTT, KPK pasti telah melakukan serangkaian tindak-tindakan terukur seperti penyadapan, dan lain sebagainya.

Dalam kasus korupsi yang menjerat Walikota Medan ini, dapat dipastikan KPK tidak akan mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Kasus penyidikan tindak pidana korupsi ini, pasti terus berlanjut, hingga sidang di Pengadilan.

- Advertisement -

Justru sangat terbuka kemungkinan, KPK dapat melakukan penahanan terhadap Walikota Medan ini, termasuk bagi para tersangka lainnya. Dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa para tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana (berdasarkan pasal 21 ayat 1 KUHAP)

Daerah

Dari kasus korupsi Walikota Medan dan para kepala daerah lainnya di Indonesia, ada beberapa catatan penting. Pertama, pasca desentralisasi (pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah), kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota serta DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, semakin besar. Kewenangan yang semakin besar ini, menimbulkan potensi korupsi yang semakin besar pula.

Kedua, sudah saatnya Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota khususnya di wilayah Sumatera Utara, menerapkan konsep dengan sistem online. Peningkatan sistem dengan E-Planning, E-Budgeting, setidaknya dapat mengurangi potensi penyalahgunaan kewenangan. Dengan E-Planning, E-Budgeting, dan konsep-konsep sistem online lainnya, membuat pengelolaan anggaran dilaksanakan secara transparan, sehingga dapat diawasi oleh publik, dan potensi abuse of power dapat dihindari.

Sebesar dan segencar apapun upaya KPK, untuk menetapkan sebanyak-banyaknya para pejabat Pemerintah Daerah sebagai tersangka, jika tidak diikuti pembenahan sistem dan peningkatan upaya-upaya pencegahan lainnya, maka dapat dipastikan korupsi akan terus terjadi.

Beni Harmoni Harefa
Beni Harmoni Harefa
Dosen Hukum Pidana FH UPN Veteran Jakarta
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.