Sabtu, April 27, 2024

Pasang Surut Kerja Sama IJEPA

Yunita venisa
Yunita venisa
Seorang mahasiswi Jurusan Ilmu Hubungan Internasional di UNTAN yang hanya menulis untuk melepaskan penat dan stress akibat hiruk pikuk duniawi.

Suatu negara harus mempunyai penghasilan dan tabungan yang besar untuk menunjang perekonomian negaranya. Sebuah investasi suatu negara bergantung pada besarnya tabungan negara itu sendiri, karena investasi dibiayai oleh tabungan.

Jika dibandingkan dengan pinjaman luar negeri, investasi asing secara langsung (foreign direct investment) memiliki dampak yang lebih signifikan terhadap perekonomian. Salah satu langkah yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya menarik investasi asing adalah dengan menjalin kerja sama melalui perjanjian bilateral dan multilateral.

Tercatat Indonesia telah melakukan 17 perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan berbagai negara mitra, seperti Jepang, Tiongkok, Korea Selatan, dan berbagai negara lainnya. Indonesia juga tergabung dalam berbagai integrasi ekonomi multilateral seperti ASEAN. Khusus untuk kerja sama dengan Jepang, Indonesia sepakat menjalin kesepakatan yang bernama Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA).

https://eljohnnews.com/indonesia-jepang-kembali-percepat-perundingan-general-review-ij-epa/

IJEPA dibentuk pada saat pertemuan APEC tahun 2004, Presiden Indonesia pada saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan PM Jepang, Junichiro Khoizumi untuk membicarakan mengenai kerja sama ekonomi antar kedua negara. Upaya tersebut kemudian ditindaklanjuti yang menghasilkan kesepakatan pada tahun 2007 dan mulai berlaku pada tahun 2008.

Menurut Rizky dalam jurnalnya “Implementasi Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement terhadap Defisitnya Neraca Perdagangan Sektor Non-Migas Indonesia-Jepang 2008-2012”, IJEPA ternyata memiliki kecenderungan hanya akan menguntungkan pihak Jepang. Rizky mengungkapkan bahwa IJEPA telah menyebabkan produk-produk dari Indonesia masih tidak bisa bersaing di pasar domestik. Penulis setuju dengan pernyataan tersebut karena dalam praktiknya, pembangunan kapasitas ini diberikan dengan syarat di mana foreign direct investment (FDI) dari Jepang tidak dibatasi secara regulasi oleh pemerintah Indonesia.

Dalam jurnal karya Achsani yang berjudul “Dampak Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) terhadap Investasi Langsung asal Jepang di Indonesia”, membahas tentang perubahan pada karakteristik FDI dari Jepang yang masuk ke Indonesia setelah adanya perjanjian IJEPA. Hasil dari jurnal tersebut adalah ternyata kesepakatan IJEPA tidak efektif dalam meningkatkan perkembangan daripada investasi. Dapat dilihat bahwa kedua jurnal tersebut sama-sama menyatakan bahwa IJEPA tidak memberikan keuntungan bagi Indonesia.

IJEPA perlu dievaluasi ulang karena dianggap hanya menguntungkan Jepang dan merugikan Indonesia. Data Kemendag menunjukkan neraca perdagangan non-migas Indonesia dengan Jepang tercatat defisit sebesar US$ 388,24 juta antara Januari hingga Oktober 2015. Padahal setahun sebelum diberlakukannya IJEPA, ekspor non-migas Indonesia ke Jepang tercatat sebesar US$ 13,09 miliar dengan impor senilai US$6,47 miliar, sehingga terjadi surplus senilai US$ 6,62 miliar.

Dalam kurun waktu 11 tahun, setelah pemberlakuan IJEPA, defisit neraca perdagangan Indonesia terlihat semakin memburuk. Menurut Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan, Indonesia telah mengajukan permintaan review atas IJEPA sejak 20 September 2013. Permintaan ini baru ditindaklanjuti dalam Joint Group IJEPA sejak 9 Desember 2013 dan Pre-consultation untuk general review dilakukan pada September 2014.

Dalam general review tersebut dilaporkan bahwa konsumsi Jepang mengalami kenaikan dan ekspor Indonesia ke dunia juga mengalami kenaikan. Tetapi ekspor Indonesia ke Jepang justru menurun sebesar 9.02 persen rata-rata per tahun selama periode 2010-2014. Pangsa pasar Indonesia di Jepang menurun dari 8.97 persen di tahun 2010 menjadi 6.91 persen di tahun 2014. Berdasarkan pada data-data diatas penulis menyimpulkan bahwa bukannya menguntungkan, IJEPA justru merugikan Indonesia.

Kemudian pada kunjungan kerja ke Jepang tahun 2018, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kembali bertemu Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono untuk membahas ketentuan tarif bea masuk terhadap produk perikanan Indonesia sebagaimana yang telah diberikan Jepang kepada Thailand dan Vietnam. Kunjungan ini juga merupakan salah satu cara untuk mempererat hubungan kerja sama kedua negara tersebut, termasuk membahas mengenai kebijakan IJEPA.

Menurut Susi, Indonesia layak mendapatkan pembebasan tarif bea masuk ini karena Indonesia lebih gencar dalam pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) dibandingkan dua negara tersebut. Penulis setuju dengan artikel tersebut karena jika Indonesia dibebaskan tarif bea masuk, maka bukan hanya pengusaha perikanan Indonesia yang menikmati manfaatnya, tetapi juga dinikmati oleh pengusaha Jepang yang berinvestasi dalam sektor industri pengolahan hasil laut.

Pemerintah Indonesia kemudian mengajukan kembali peninjauan kembali (general review) pada 2018, pemerintah menargetkan penyelesaian general reviewIndonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) harus selesai pada akhir tahun ini.

General review digunakan untuk melihat hasil implementasi dan operasional dari perjanjian tersebut. Menurut Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan bahwa kerja sama Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) dinilai sangat relevan meski Indonesia selama ini dirugikan.

Berdasarkan pada pembahasan tersebut, walaupun IJEPA memberikan dampak negatif bagi Indonesia, tapi pemerintah tetap menilai bahwa kerja sama ini masih relavan tapi dengan catatan lebih memperbaiki kebijakan IJEPA.

Penulis berpandangan bahwa Indonesia harus mempertahankan IJEPA karena Indonesia masih membutuhkan kebijakan pembebasan tarif bea masuk dalam, khususnya dalam impor bahan baku. Dalam konsep interdependensi terlihat bahwa kedua negara memiliki hubungan saling ketergantungan.

Hal tersebut diwujudkan melalui kerja sama Indonesia dan Jepang yang terintegrasi dalam sebuah perjanjian kerja sama bilateral. Penulis mendukung diadakannya general review karena dengan adanya peninjauan kembali kerja sama IJEPA diharapkan mampu memperbaiki perekonomian Indonesia melalui negosiasi kembali dengan Jepang.

Daftar Pustaka

Achsani, Muhammad Nur Faaiz Fathah. 2017. “Dampak Indonesia-Japan Economic Partnership  Agreement (IJEPA) terhadap Investasi Langsung asal Jepang di Indonesia”. Jurnal Institut Pertanian Bogor. Diakses dalam https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/89543/1/H17mnf.pdf, pada 10 Juni 2019.

Firdaus, Rizky Wendi. 2014. “Implementasi Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement terhadap Defisitnya Neraca Perdagangan Sektor Non-Migas Indonesia-Jepang2008-2012”. Jurnal Universitas Airlangga Volume 3 Nomor 1. Diakses dalam http://journal.unair.ac.id/downloadfull/JAHI7216-7d4126ff0ffullabstract.pdf, pada 10 Juni 2019.

Yunita venisa
Yunita venisa
Seorang mahasiswi Jurusan Ilmu Hubungan Internasional di UNTAN yang hanya menulis untuk melepaskan penat dan stress akibat hiruk pikuk duniawi.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.