Jumat, Oktober 11, 2024

Paradoks Perkara yang Berat (Agama)

Sonia Sa'adah
Sonia Sa'adah
Alumnus pondok pesantren, mengikuti Turkish Summer School 2018.

Siapa tak kenal Imam Malik, seorang mujtahid besar yang diakui kealiman dan kesholehannya. Meski demikian, Ulama yang sempat bercita-cita menjadi penyanyi dimasa kecilnya ini, tidak selalu menjawab setiap pertanyaan yang diajukan kepada beliau. Sering kali beliau meminta waktu untuk memikirkan dan merenungkan jawaban dari pertanyaan tersebut.

Bahkan, beliau tidak segan untuk menjawab, laa adri (aku tidak tahu). Sebagaimana kesaksian Imam Syafi’i,“Sungguh aku telah menyaksikan pada Imam Malik, bahwa beliau pernah ditanya masalah-masalah sebanyak 48 masalah. Beliau menjawab 32 masalah dengan perkataan ‘saya belum tahu’.”

Diriwayatkan oleh Ibnu Mahdi, seseorang bertanya beberapa permasalahan kepada Imam Malik,akan tetapi tidak satupun pertanyaan tersebut dijawab oleh Imam Malik. Penaya itu pun berkata, “Aku telah melakukan perjalanan selama 6 bulan, diutus oleh penduduk bertanya kepadamu, apa yang hendak aku katakan kepada mereka?”.Beliau menjawab, “Katakan bahwa Malik tidak bisa menjawab”.

Dilain kesempatan seorang penanya terheran ketika Imam Malik menjawab ’tidak tahu’. Ialalu berkata: “Sungguh ini adalah masalah yang sepele, dan aku bertanya tentang hal ini semata-maata karena ingin memberitahu kepada sang amir (penguasa)”.  Mendengar ucapan ini, Imam Malik Marah seraya berkata: “Kau katakana ini perkara yang sepele dan remeh? Tidak ada dalam agama ini perkara yang remeh! Tidak kah kau mendengar ucapan Allah Subhanahu waTa’ala ‘sungguh kami akan menurunkan kepadamu perkaraan yang berat ‘(al-Muzammil:5)”.

Terimakasih kepada Teknologi yang memudahkan kita untuk bertanya dan belajar, kita tidak membutuhkan waktu selama 6 bulan untuk menemui seorang alim ulama, bahkan kita bisa belajar dengan guru atau ulama dari berbagai tempat dan waktu yang berbeda. Namun, apakah waktu dan jarak yang dapat diringkas juga mengurangi “bobot”agama itu sendiri? Apakah agama bukan lagi perkara yang berat sebagaimana yang Imam Malik katakana?.

Agama adalah suatu konsep besar yang memiliki berbagai dimensi. Secara garis besar, Islam memberikan tuntunan hubungan kita dengan Allah (habluminaAllah) dan dengan manusia (habluminannas). Usaha untuk menjalin habluminaAllah ini terlihat  semakin marak. Semakin banyak muslimat yang mengenakan niqab dan cadar,gerakan nikah muda dan no pacarana semakin digaungkan, begitu juga ajakan hijrah, dan mengikuti fatwa hukum yang ‘ketat’ untuk kehati-hatian pun menjadi pilihan.

Penulis teringat percakapan penulis dengan beberapa rekan mengenai paslon presiden dan wakilnya 2019. Karena didesak menjawab siapa pilhan penulis, penulis pun menjawab dan akhirnya kami berbicara panjang lebar mengenai alasan kami masing-masing. Salah satu alasan mereka tidak memilih paslon yang penulis pilih adalah karena paslon tersebut mengucapkan selamat natal—belakangan penulis mengetahui ternyata kedua kubu sama-sama mengucapkan.

Penulis tidak mempermasalahkan hal tersebut karena penulis mengetahui ada perbedaan Ulama dalam hukum mengucapkannya. Setelah mendengarkan penjelasan beliau, yang juga sudah penulis ketahui dan juga simak dari seorang Ustadz terkenal di Youtube,penulis sampaikan ada banyak Ulama yang memperbolehkan, seperti Grand Syaikhal-Azhar,Syeikh Wahbah Zuhaili, Syeikh Yusuf Qordhawi, Prof. Quraish Shihab, Prof. Nadirsyah Hosen, dan lain sebagainya.

Perbedaan pendapat dalam hal yangbersifat ijtihadi semestinya menjadi rahmat. Rekan penulis tersebut lalu berkata, “Dek, Ulama yang bener-bener dan sejati  pasti mengharamkan ucapan tersebut!” Dengan senyum getir yang sepertinya tidak bisa penulis sembunyikan, penulis menimpali, “wah hebat ya, berarti Bapak di atas Ulama”.

Halal,haram,sunah, mubah, dan seterusnya adalah produk Fiqih yang tidak bisa dilepaskan dari peranan seorang mujtahid, seorang yang mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memahami  al-Qur’an dan Hadits sehingga hukum-hukum yang bersifat aplikatif atau amaliyah dapat diperoleh.

Sebagaimana dikatakan oleh Masrakin: “Fiqih bukan wahyu yang pasti kebenaran mutlak. Fiqih hanya persepsi manusia biasa yang diupayakan secara sistematik dan referensif. Namun, setinggi apapun kesimpulan yg dicapai,  tetap tidak bisa keluar dari kerangka dasar, yaitu ijtihadi”. Untuk apa menyalahkan orang lain dalam hal yang menurut Rasul jika hasil ijtihadnya keliru pun ia masihmemproleh satu kebaikan? Bahkan, Umar ibn Abdu al-Aziz  pun berkata:

“Saya tidak suka kalua para sahabat tidak berbeda pendapat, sebab kalau mereka hanya mempunyai satu pendapat, tentu manusia akan berada dalam kesempitan. Padahal mereka itu adalah para pemimpin yang dijadikan panutan oleh umat. Kalau ada salah seorang mengambil salah satu dari beberapa pendapat sahabat yang ada,maka ia berada dalam keluasan.”

Kegigihan Bapak tersebut untuk menyampaikan kebenaran yang beliau yakini tentulah dengan maksud yang baik. Tetapi kejadian ini membuat penulis bertanya, jika agama adalah perkara yang berat, karena itu pendapat hukum yang dianggap ketat dipilih untuk  diikuti, kenapa kita tak merasa berat untuk menghakimi keislaman seseorang? Kenapa kita tidak merasa berat untuk mengatakan sesat?

Jika perkara agama adalah perkara yang besar,mengapa kita tak sabar berkata pada yang berbeda dengan kita kesasar dan penyimpang? Jika agama adalah perkara yang agung, mengapa begitu mudah kita menghujat mereka yang menghabiskan waktu dan tenaganya untuk mempelajari ilmu agama puluhan tahun hanya karena menyaksikan pengajian di Youtube dan membaca satu atau dua  artikel yang entah siapa penulisnya diinternet?

Mari belajar dari Imam Malik yang menjadikan agama berat seutuhnya. Gelar dan maqam mujtahid yang diakui tak menjadikannya semberono berbicara masalah agama. Dukungan penguasa,kholifah Harun Al-Rasyid, untuk menjadikan kitab al-Muattha’ pegangan utama di negara Islam pada waktu itu pun di tolaknya, karena keyakinan beliau pada Sabda Rasul bahwa  perbedaan adalah rahmat. Lalu, siapakah kita dibanding beliau?

Referensi

  • ·  Ahmad Irfan, Blogger Muslim,Perkara Agama ini Sungguh Berat. https://www.kompasiana.com/ahmadirfan/54ff1a36a33311a84450f8bd/blogger-muslim-perkara-agama-ini-sungguh-berat
  • Cholis Akbar (edt), Tak Perlu Malu Berkata “ Tidak Tahu”  https://m.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2009/07/11/1739/tak-perlu-malu-berkata-tidak-tahu.html
  • Nadirsyah Hosen, Hukum Islam yang Konstan dan Dinamis https://nadirhosen.net/tsaqofah/syariah/237-hukum-islam-yang-konstan-dan-dinamis
  • Nadirsyah Hosen, Indahnya Pohon Natal di Halaman Masjid al-Amin Lebanon dan Fatwa-fatwa Ulama tentang Ucapan Selamat Natal https://nadirhosen.net/tsaqofah/aqidah/indahnya-pohon-natal-di-halaman-masjid-al-amin-lebanon-fatwa-fatwa-ulama-tentang-ucapan-selamat-natal-na_dirs
  • ·Munawar Khalil, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab: Hanafi, Maliky,Syafi’iy, Hanbaly,  (Jakarta: Bulan Bintang),  1990
  •  Musrokhin, Fiqh Sebagai ProdukIjtihadi  terhadap Penafsiran al-Qur’an http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/pikir/article/view/2964/2342
Sonia Sa'adah
Sonia Sa'adah
Alumnus pondok pesantren, mengikuti Turkish Summer School 2018.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.