Kamis, Maret 28, 2024

Paradoks Keserakahan Jabatan

 

Mengais cerita kejayaan bangsa di masa yang telah berlalu. Sang Merah Putih masih berkibar dengan tegar diatas hembusan angin penuh kepalsuan. Darah  pejuang kemerdekaan telah mengering bersama nama besarnya. Jasa pejuang telah terkubur dibawah megahnya gedung – gedung yang berisikan para pegulat lidah.

Indonesia setahun terakhir seperti telur diujung tanduk. Kerisauan terus menghantui benak rakyatnya yang murung karna kebingungan mencari rezeki pengganjal perut. Sementara janji terus ditumpuk layaknya tumpukan batu bara di bawah hutan sejuk Pulau Kalimantan.

Atau seluas hamparan laut Nusantara yang dasarnya berisikan bangkai kapal – kapal hasil jarahan hingga terumbu karang dan ikan – ikanpum ikut mengutuk kebejatan penghuni daratan negeri ini.

Kontestasi angka tejadi Nol (0) dicemarkan oleh satu (01) dan dua (02). Taukah engkau, di negeri ini nyawa bukanlah hal yang dianggap begitu berharga. 600 (Enam Ratus) rakyat tidak berdosa akhirnya harus mengecup tajamnya malaikat pencabut nyawa karena di iming – imingi oleh paradoks Nasionaliasem.

Iya, Nasionaliasem menjadikan manusia lupa rasa berterimaksih, Krisis jiwa kemanusiaan, bahkan haus akan kekuasaan. Lahirlah barisan – barisan yang berisikan golongan – golongan pemuda yang katanya menyuarakan keberpihakan terhadap kaum miskin kota. Namun bungkam dibawah jebakan pendahulu yang terlanjur berselingkuh dengan penguasa.

Usut demi usut ternyata jabatan dan kenyamanan menjadi bagian dari lingkaran penguasa membuat banyak tokoh agama yang pandai menghujat dengan menunggangi firman Tuhan.

Mengutuk 01 dan 02 Ketika angka Nol (0) dicemari oleh para pemburu tahta. Isyu di gulirkan layaknya bola liar yang hanya menyisakan kerisauan. Kualisi – kualisi dibangun dengan arsitek kelas Internasional.

Adalah 01 (Nol Satu) dan 02 (Nol Dua) masing – masing membangun kekuatan. Merawat tubuh dengan suntikan suplemen yang mengekarkan otot hingga Bom terkuat sekalipun tidak mampu mencabut nyawanya.

Telah berjalar hingga ke pelosok dengan mengatas namakan Nasionaliasem. Kubu dibagi, suara dipecah kedamaian berangsur sirna. Diatas wajah Ibu Pertiwi dibawah pekik sayap Garuda, Perpecahan semakin menjadi hingga isu peperangan dibuat.

Begitu banyak masyarakat polos ikut tertarik dengan lantunan musik yang dimainkan dengan berbagai suara. Hampir sebagian rakyat ikut menari dengan gaya yang sama. Sementara itu, Perpecahan semakin menjadi-jadi.

Maka yang perlu dikutuk adalah 01 dan 02. Kenapa hal hina harus menimpa bangsa yang damai ini. Kenapa ambisi kekuasaan akhirnya harus menjadi pemisah imaji dan cita – cita.

Tuhan di abaikan, Wasiat Pendahulu di lupakan, Kesakralan persaudaraan di kesampingkan. Lalu dengan apa lagi kita berdiri menentang terjangan Kera Putih yang tidak segan – segan melahap habis tubuh dan jiwa Ibu Pertiwi.

Kembalilah ke kamar, merenunglah bahwa kita adalah tubuh yang satu dan nyawa yang satu. Kita seperti hidung dan mata, masing – masing diciptakan untuk berpera sesuai peranannya.

Wahai jiwa yang tersesat dalam lembah hitam. Kembalilah engkau pada semangat Nasionalisme bukan Nasionaliasem.

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.