Jumat, April 26, 2024

Paradoks Kehidupan Terkait Polemik KPAI-Djarum

Reza Pratama
Reza Pratama
Mahasiswa yang menulis untuk mengakktualisasi diri

Sampai kapan Indonesia dapat menyikapi secara dewasa bahwa dunia ini memang serba paradoks. Lahar yang dimuntahkan gunung tidak hanya merampas segala kehidupan di jalannya, akan tetapi ia juga menghidupkan kembali alam dalam prosesnya. Oksigen yang mengoperasikan sel-sel juga ikut mempercepat proses penuaan tubuh.

Begitu pula Djarum, ia sebagai perusahaan tembakau telah memberi candu dan menjadi kanker dalam masyarakat, tapi hasilnya negara mendapatkan pemasukan yang fantastis, dan di sisi lain ia menyumbang partisipasi untuk membangun anak bangsa. Aneh bukan?

Tampaknya perspektif tersebut masih samar di mata KPAI yang baru-baru ini menuding PB Djarum telah mengeksploitasi anak dengan mengadakan audisi pemain bulu tangkis. Berbekal PP 109 tahun 2012, Komisioner KPAI, Susanto mengkritisi penyertaan embel-embel Djarum dalam penyelenggaraan audisi tersebut. Ia menganggap hal itu adalah usaha perusahaan mempromosikan merek dagang perusahaan rokok tersebut.

Polemik itu berbuntut pada reaksi PB Djarum yang mengambil keputusan untuk menghentikan audisi bulu tangkis tersebut. Bayangkan betapa kecewanya calon atlet masa depan berada di pusaran kekisruhan dua instansi ini.

Pada akhirnya kekacauan ini merambat ke skala nasional dan membuat polarisasi dalam masyarakat. Tagar #bubarkanKPAI dan #KamiBersamaKPAI secara bersamaan mengisi trending topik di platform media sosial twitter pada 9 September lalu.

Banyak yang geram dengan keputusan KPAI yang terlihat grasa-grusu dalam memberikan cap eksploitasi. Tidak sedikit juga yang mendukung KPAI karena telah berani berjuang untuk melindungi anak dan bangsa Indonesia dari tembakau. Terdengar lebay?  Ya tentu saja jika kita dapat melihat substansi dan implikasi dari konflik ini.

Ironisnya senjata yang dilemparkan oleh KPAI kini berbalik pada dirinya sendiri. Saya jadi membayangkan betapa bahagianya para pegawai pemasaran PB Djarum yang mungkin sekarang sedang leyeh-leyeh dan berpesta karena tiba-tiba Djarum dapat promosi gratis dari konflik ini.

Secara tidak langsung masyarakat bermunculan jadi buzzer Djarum dengan memberikan impresi positif tentang jasa-jasa mereka di bidang olahraga. Sebaliknya, mereka justru menyudutkan KPAI yang berimbas pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap komisi tersebut. Jika dilihat dari implikasinya, KPAI benar-benar tidak diuntungkan dengan hal tersebut.

Padahal jika KPAI bisa melihat substansi dari acara tersebut, ia akan sadar betapa sia-sianya pernyataan mereka. Salah satu pokok utama yang dikritisi oleh KPAI adalah penyertaan embel-embel yang berkaitan dengan Djarum dan segala logonya. Terkait hal tersebut, apakah KPAI pernah melakukan penelitian tentang hubungan logo Djarum terhadap daya beli tembakau dan rokok? Apakah masyarakat akan serta merta kepengen ngudud ketika melihat lambang Djarum?

Membayangkan pertanyaan itu otak saya jadi meronta untuk menolak logika tersebut. Sampai saat ini, saya masih kesulitan menemukan ada orang yang terinspirasi merokok karena melihat sebuah simbol. Rata-rata orang terdekat saya menyatakan kalau alasan mereka menjadi pecandu rokok adalah karena pergaulan dan selera, bukan dikarenakan obsesi terhadap perusahaan tertentu.

Lagian apa korelasi Djarum dan rokok sehingga KPAI takut tentang peredarannya di ajang olahraga seperti audisi bulu tangkis. Secara pemaknaan harfiah pun dua hal tersebut sangatlah tidak berhubungan. Djarum atau jarum adalah alat yang biasa digunakan penjahit untuk merajut, dari definisi tersebut akan sulit bagi orang awam memahami berjualan apa sebenarnya Djarum ini.

Banyak merek rokok lain juga mengadopsi nama dagang yang tidak memiliki asosiasi terhadap tembakau. Merek lain misalnya seperti Gudang Garam, kenapa founder­ mereka tidak menggunakan nama Gudang Kretek saja? Atau Camel, apakah ia berjualan unta?

Hal ini kembali mengingatkan saya ketika dulu menggemari Liverpool, salah satu klub sepakbola Inggris yang pada saat itu menggunakan sponsor Carlsberg di seragamnya. Logo itu sangat ikonik dan melekat dalam sejarah kemenangan Liverpool memenangi Champions League 2005. Sebagai fans sepakbola, tidak sedikitpun terbesit dalam benak saya utnuk mempertanyakan berjualan apa Carlsberg itu. Sampai sekarang saya tahu bahwa mereka mendagangkan minuman beralkohol juga tidak membuat saya menjadi pemabuk.

Sungguh jika KPAI melihat ini hanya sekadar CSR yang sederhana, konflik semacam ini tidak akan mungkin terjadi. Banyak perusahaan melakukan CSR atau corporate social responsibility yaitu kompensasi untuk masyarakat karena kerugian dari tindakan perusahaan tersebut.

Misalnya saja perusahaan air mineral yang mengeruk habis air pegunungan, adalah pihak yang sama yang telah memberikan bantuan air bersih ke daerah terpencil.  Ataupun misalnya perusahaan pornografi semacam Pornhub, juga merupakan salah satu perusahaan yang banyak berpartisipasi dalam kampanye pemeliharaan alam.

Hal semacam itu juga dapat dilihat sebagai penebusan dosa yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan citra baik mereka di masyarakat. Djarum dapat dilihat sebagai salah satu yang piawai dalam merajuk masyarakat. Partisipasi mereka dalam olahraga dan pendidikan tidak boleh dipandang sebelah mata juga ikut membangun bangsa Indonesia. Sekalipun tangan mereka kotor oleh bau nikotin, tangan itu pula yang mengantar atlet Indonesia ke kancah internasional.

Teman-teman saya yang menjadi penerima Beasiswa Djarum juga alhamdulillah tidak berakhir menjadi penjaja rokok. KPAI harus menerima paradoks tersebut, bahwa tidak ada yang hitam putih di dunia ini. Tuduhan mereka terhadap kegiatan positif macam audisi bulutangkis, hanyalah paranoia yang berlebihan.

Alih-alih mengurusi hal sepele semacam itu, harusnya mereka beralih pada hal yang lebih substansial. Seperti mengajukan gagasan membeli rokok dengan menunjukkan KTP, hal tersebut akan lebih terlihat sebagai perjuangan nyata melindungi anak-anak.

Reza Pratama
Reza Pratama
Mahasiswa yang menulis untuk mengakktualisasi diri
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.