Demokrasi politik, sebuah paham yang meyakini akan kesetaraan kedudukan antara masing-masing individu dalam pengambilan keputusan telah banyak merubah wajah perpolitikan dunia pada hari ini, khususnya di Indonesia. Dengan azas bebas untuk memilih dan dipilih, demokrasi politik telah membuka ruang seluas-luasnya bagi seluruh individu untuk dapat berkesempatan duduk di kursi pemerintahan sebagai pengambil keputusan.
Aktualisasi dari demokrasi politik tentunya berbeda antar negara. Demokrasi politik di Indonesia dilakukan melalui pemilihan jajaran eksekutif dan legislatif yang dipilih langsung oleh rakyat dan diaktualisasikan melalui pemilihan umum (Pemilu) secara langsung.
Diatas kertas pemilu memang terbuka bagi setiap warga negara Indonesia yang hendak duduk di kursi pemerintahan. Namun realitasnya, banyak sekali problematika dalam praktik berdemokrasi di Indonesia. Mulai dari adanya mahar politik yang dikeluarkan oleh calon legislatif dan ketidak-pahaman calon terhadap permasalahan masyarakat,
Manusia Adalah Hewan yang Berpolitik
“Manusia adalah hewan yang berpolitik.” Melalui ungkapan tersebut, Aristoteles mencoba untuk menjelaskan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk yang mempunyai tujuan. Hidupnya dipenuhi oleh suatu target yang harus diraihnya selama ia hidup.
Apabila politik secara etimologis sederhana memiliki arti cara atau usaha manusia untuk mencapai sesuatu, maka Tuhan menciptakan manusia berbeda dengan hewan pada umumnya. Hewan tidak memiliki pandangan mengenai kehidupannya di masa yang akan datang. Yang mereka ketahui adalah kehidupannya saat ini.
Salah satu contoh gerakan politik masyarakat adalah momentum Revolusi Politik, yang mencapai puncaknya pada tahun 1789-1799 merupakan politik manusia yang menjadi awal dari lahirnya sistem negara modern. Momentum ini juga menjadi awal bagi seluruh masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam bidang politik secara adil, dengan prinsipnya yang terkenal yaitu Liberte, Egalite, dan Fraternite.
Diatas kertas, Revolusi Politik membawa visi keadilan dan kesetaraan untuk dapat mengikis ketidak-adilan dan sempitnya partisipasi masyarakat dalam politik pemerintahan. Namun dibalik itu, Revolusi Politik tak lepas dari kepentingan politik pihak yang menggerakkan masyarakat untuk melakukan perlawanan dalam menentang sistem pemerintahan aristoratik.
Untuk menghilangkan otoritas pihak kerajaan dan memindahkan otoritas tersebut kepadanya, mereka memanfaatkan gerakan masyarakat yang secara obyektif sangat menderita dibawah kekuasaan raja dan berusaha untuk menggulingkan sistem pemerintahan yang dinaunginya.
Demokrasi Pancasila Sebagai Alternatif Demokrasi Politik yang Berkeadilan
Soekarno dalam Dibawah Bendera Revolusi (2005: 169) menjelaskan bahwa demokrasi politik harus diikuti dengan demokrasi ekonomi. Gagasan tersebut sebagai refleksi Soekarno atas kondisi demokrasi di negara parlementer yang cenderung dikuasai oleh hanya segelitir orang berdasar kelas sosial dan modal.
Demokrasi politik dengan visi utamanya untuk membawa keadilan dan meningkatkan partisipasi politik masyarakat, realitasnya justru menjadikan masyarakat sebagai obyek atau pasar. Mereka yang katanya wakil rakyat hanya menjadikan dirinya sebagai produk yang menawarkan segala kelebihan dibanding produk lainnya agar masyarakat (pasar) memilih produk tersebut.
Panitia Sembilan yang diketuai oleh Soekarno telah menyadari hal tersebut. Rumusan Pancasila sejak dari awal memiliki visi besar yaitu untuk membawa masyarakat Indonesia yang merdeka secara politik, ekonomi, dan budaya. Demokrasi bukan hanya sebatas partisipasi masyarakat dalam pemerintahan, namun sebuah keadaan yang adil dalam ketiga hal tersebut.
Sudah seharusnya mereka yang menamakan dirinya calon wakil rakyat memahami secara menyeluruh makna Pancasila sesuai dengan hasil perumusan Panitia Sembilan 74 tahun yang lalu. Bagaimana mereka dapat dengan bijak menggunakan kedudukan dan posisinya dalam pemerintahan untuk dapat mengembalikan kembali demokrasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Secara sosiologis, rakyat Indonesia sejatinya kental dengan prinsip kebersamaan. Intuisi kebersamaan yang dimiliki mampu untuk menghadapi segala permasalahan dan tantangan dalam bebagai aspek kehidupan.
“Aku tidak mengatakan, bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah mengambil jauh kedalam bumi kami, tradisi-tradisi sendiri, dan aku menemukan lima butir yang indah.” Ungkap Soekarno dalam Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat yang ditulis oleh Cindy Adams.
Setiap nilai yang terkandung pada Pancasila mewakili kondisi obyektif masyarakat Indonesia. Pancasila adalah hasil dari investigasi sosial yang telah dilakukan oleh para perumusnya dan sesuai dengan kondisi masyarakat. Namun mengapa banyak masyarakat skeptis mengenai Pancasila, banyak yang beranggapan bahwa Pancasila sudah tidak relevan di era globalisasi saat ini.
Permasalahan utama bukan terletak pada substansi dari Pancasila, namun pada paradigma masyarakat yang menganggap ideologi sebagai dogma yang harus diterima tanpa mencari tahu kebenarannya. Oleh karena itu, perlu untuk membuka ruang mengenai diskusi Pancasila yang diperdebatkan secara dialektis di panggung akademis.
Permasalahan berikutnya terletak pada rezim yang berkuasa yang cenderung mempolitisasi Pancasila, memanfaatkannya untuk membungkam pihak yang bertentangan dengan pemerintah dan memberantas pemikiran-pemikiran lain yang katanya bertentangan dengan Pancasila.
Menurut subyektif penulis, siapa-pun pemerintah yang berkuasa, kecenderungan untuk mengganti Pancasila dengan ideologi lain sangat minim untuk dilakukan. Selain karena aspek historis, Pancasila juga memiliki aspek sosiologis dan politis yang akan menimbulkan pergolakan dalam masyarakat ketika terdapat pihak yang akan mengganti haluan bangsa Indonesia.
Praktik dari demokrasi politik saat ini bisa dikatakan bertentangan dengan demokrasi politik yang dirumuskan dalam Pancasila. Politik identitas yang sangat mencolok dalam demokrasi hari ini, maraknya isu yang dapat menimbulkan perpecahan antar elemen masyarakat, serta partisipasi politik yang didominasi oleh masyarakat kelas atas dibanding elemen masyarakat marjinal masih menjadi ironi dalam praktik demokrasi hari ini.
Maka dari itu, perlu untuk digaungkan kembali demokrasi pancasila sebagai alternatif dari demokrasi politik di Indonesia. Dengan menegakkan kembali demokrasi ekonomi sebagai jalan untuk mengikis ketimpangan ekonomi antara pemilik modal dengan pekerja dan membawa rakyat menuju kesejahteraan sosial serta menjunjung demokrasi budaya untuk menjaga nafas kebersamaan dan persatuan antar sesama warga negara Indonesia.
Sudah menjadi tugas kita semua, terutama pihak yang saat ini sedang berkompetisi untuk meraih kursi politik pemerintahan untuk mulai menggaungkan kembali demokrasi Pancasila. Tujuan negara Indonesia bukan menjadi negara maju dengan PDB yang tinggi, yang sejajar dengan kekuatan ekonomi. Namun tujuan dari bangsa Indonesia adalah berjuang demi keadilan sosial untuk rakyat Indonesia.