Indonesia adalah negara besar dan luas yang memliki banyak pulau-pulau dan suku-suku dari Sabang sampai Merauke. Dengan luasnya dan keberagamannya itu, Indonesia memiliki dasar negara yaitu Pancasila. Pancasila ialah ideologi mendasar dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Pada saat berdirinya negara Indonesia, Pancasila dibuat oleh para pendiri bangsa (The Founding Fathers) berdasarkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, seperti ketuhanan, kemanusian, keanekaragaman, musyawarah, budaya, ekonomi dan lain-lain.
Namun dengan seiring perjalanan waktu sebagai sebuah negara, Indonesia semakin digeluti dengan permasalahan bangsa. Permasalahan ini tidak hanya mengarah kepada perkembangan hidup di masyarakat namun juga meliputi pelanggaran-pelanggaran yang bertentangan dengan Pancasila di pemerintahan. Contoh masalah yang paling sering kita dengar atau baca adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh aparat pemerintah.
Dampak Korupsi Bagi Negara dan Pemberantasannya
Korupsi adalah momok permasalahan bangsa yang harus diberantas karena memiliki dampak yang sangat berbahaya pada sebuah negara. Kofi A. Annan, mantan Sekretariat Jendral PBB, menggambarkan dampak korupsi sebagai berikut (UN, 2004):
“Korupsi ibarat penyakit menular yang menjalar pelan namun mematikan, menciptakan kerusakan yang sangat luas di masyarakat. Korupsi merusak demokrasi dan supremasi hukum, mendorong pelanggaran terhadap hak azasi manusia, mendistorsi perekonomian, menurunkan kualitas kehidupan dan memungkinkan organisasi kriminal, terorisme dan berbagai ancaman terhadap keamanan untuk berkembang”
KPK selaku lembaga anti-korupsi sudah banyak mengungkap dan memproses para pelaku korupsi. Banyak orang mengapresiasi kinerja KPK dalam menangani korupsi yang banyak dilakukan oleh beberapa oknum pejabat, tokoh partai, anggota DPR, dan lain-lain.
Beberapa koruptor seakan-akan merasa aman karena mereka berada di lingkaran penguasa seperti kasus Romy. Namun KPK merupakan lembaga independen dimana KPK tidak bisa diinterversi oleh siapapun maupun presiden sekalipun. Lalu mau sampai kapan KPK ini “terus bekerja” ?.
Memang pernah diwacanakan bahwa koruptor ini takut dengan pemiskinan, yang dalam gambaran orang awam adalah dengan merampas semua uang dan harta benda hasil korupsi ditambah dengan denda dan dipidana penjara yang berat, tidak ada fasilitas di Lembaga Pemasyarakatan yang istimewa. Semua itu diharapkan dapat menimbulkan efek jera koruptor dan mengurungkan niat mereka yang akan melakukan korupsi.
Namun faktanya, ketika ada sebuah sidak di sebuah Lapas, ternyata para koruptor bisa menikmati kehidupan di Lapas yang seperti “kos-kosan mahasiswa”. Ada fasilitas yang bisa dinikmati para koruptor yang intinya mereka tidak menimbulkan efek jera. Sehingga kasus korupsi di Indonesia tidak semakin berkurang tetapi malah semakin marak terjadi.
Dikutip dari idntimes.com, kondisi tingkat korupsi di Indonesia diakui oleh Ketua KPK, Agus Rahardjo masih pada kondisi yang parah. Bahkan saking parahnya, semua penyelenggara negara bisa saja ditangkap oleh lembaga anti rasuah melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT). Walau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia sudah mulai membaik dan ada di angka 37.
“Kalau KPK tenaganya cukup hari ini, kita melakukan OTT tiap hari bisa. Hampir semua bupati dan banyak pejabat yang masih melakukan tindak pidana seperti yang kita saksikan saat kami menangkap para bupati”, kata Agus saat diwawancarai di gedung KPK (27/11).
Tindakan Korupsi Menyimpang Dari Ideologi Pancasila
Pelaku korupsi ini merupakan orang-orang yang tidak mengamalkan Pancasila. Pancasila yang menjadi ideologi dasar negara dan pandangan hidup bangsa hanya dijadikan sebuah kata-kata yang harus dihafalkan, namun tidak diamalkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Pendidikan tentang Pancasila pada masa sekolah hanya sebagai formalitas dan tidak dimaknai secara mendalam. Sehingga Pancasila hanya dijadikan sebagai hiasan di dinding ruangan saja oleh para pelaku korupsi.
Korupsi jelas bertentangan dengan nilai sila-sila Pancasila seperti sila pertama yaitu ketuhanan yang maha esa. Tidak ada kepercayaan/agama di negara ini yang membenarkan tindakan korupsi. Lalu korupsi bertentangan sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Korupsi merupakan tindakan yang tidak adil dan biadab.
Korupsi juga berlawanan dengan sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan karena korupsi menyalahi kesepakatan hasil musyawarah. Korupsi menjadi perbuatan yang tidak bijaksana yang dilandasi dengan kepentingan orang tertentu.
Dan akhirnya korupsi juga bertentangan dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini sangat jelas karena tindakan korupsi jauh dari rasa keadilan bagi seluruh rakyat.
Idealnya kalau semua warga negara, terlebih yang menjadi pejabat dan tokoh-tokoh penting di Republik Indonesia ini mau mengamalkan nilai-nilai Pancasila pastilah tidak ada korupsi dan masyarakatnya hidup makmur. Hanya saja beberapa oknum tidak mau menerapkan nilai-nilai Pancasila di dalam hidup dan kegiatannya.
Semoga para pejabat yang terpilih pada pemilu tahun ini mau mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan semua elemen masyarakat termasuk penulis dan yang membaca tulisan ini juga mau menerapkan nilai-nilai Pancasila agar bangsa Indonesia bisa lebih berkembang lagi dan akan menjadi salah satu negara yang maju dan sejahtera. Aamiin.