Selasa, Oktober 8, 2024

“OTT” KPK Dan Efek Kesadaran Pendisiplinan Penjara Panopticon

Rijal Abdulloh
Rijal Abdulloh
Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi-Universitas Brawijaya Malang

 

Praktik suap begitu marak dilakukan oleh pejabat publik di tingkat daerah ataupun di tingkat nasional. Praktik suap memang menjadi cara yang populer dikalangan pejabat publik nakal untuk mengakselerasi punda-pundi harta mereka.

Akir-akir ini sering kali kita mendengarkan berita operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK pada kepala daerah nakal di media TV nasional. Setidaknya, dalam dua bulan terakir terdapat 7 Pejabat Daerah yang tertangkap tangan oleh KPK melakukan praktik suap. Sebagai rakyat Indonesia yang baik, tentunya kita merasa bangga dan memberikan apresiasi atas kinerja yang telah ditunjukkan oleh KPK.

Praktik suap sendiri merupakan cara transaksi antara pelaku pemberi suap dan aparatur negara, untuk memesan suatu produk kebijakan atau melancarkan proses pelayanan serta daya ikat kerjasama suatu proyek pemerintah. Suap sebagai cara yang efektif untuk dapat mempercepat dan memangkas proses administrasi serta melancarkan segala ganjalan normatif pada suatu proses kebijakan.

Dari keberhasilan OTT KPK, yang membuat kita merasa ingin tahu ialah cara pengawasan KPK yang begitu misterius. Sampai praktik suap yang terselubungpun dapat diketahui oleh KPK. Muncul pertanyaan dasar dalam benak kita, bagaimana cara kerja KPK untuk melaksanakan OTT? Bagaimana caranya KPK bisa mengetahui TKP transaksi suap? Namun, tulisan ini tidak akan memuaskan hasrat keingintahuan tersebut. Tetapi tulisan ini berusaha menemukan benang merah pada efek OTT yang membangun kesadaran pendisiplinan Penjara Panopticon pada pejabat publik di Indonesia.

Pendisiplinan Panopticon

Panopticon awalnya adalah suatu rancangan bangunan penjara yang di desain oleh filsuf yang berasal dari Inggris Jeremy Bentham pada tahun 1785. Penjara tersebut dirancang berbentuk melingkar dan di tengahnya terdapat menara penjaga yang berfungsi sebagai pengawasan pada narapidana.

Bangunan menara tersebut memungkinkan seorang pengawas untuk mengawasi semua tahanan, tanpa tahanan itu bisa mengetahui siapa dan berapa jumlah orang yang mengawasi. Bahkan apakah mereka sedang di awasi atau tidak mereka tidak tahu. Letak penataan menara tersebut memunculkan efek secara psikologis pada narapidana. Mereka merasa selalu diawasi terus menerus. Padahal belum tentu ada seorang penjaga yang mengawasi di dalam menara penjaga.

Efek dari OTT ini menyerupai efek psikologis pada design penjara Panopticon. Pengawasan yang masif dilakukan oleh KPK pada pejabat publik dengan OTT, memberikan efek kesadaran “pendisiplinan penjara Panopticon”.

Rentetan keberhasilan KPK dalam mengungkap transaksi-transaksi gelap kekuasaan, akan membuat pejabat publik merasa tidak aman lagi ketika melangsungkan praktik suap. Kesadaran yang terbangun dalam diri mereka adalah gerak-gerik dan tindakannya, akan selalu mendapatkan pengawasan dari KPK.

Penguatan pendisplinan itu karena akan ada konsekuensi negatif yang akan mereka terima jika melangsungkan praktik suap. Setidaknya terdapat dua bayangan menakutkan yang akan menimbulkan efek jera. Petama, jika pejabat publik tesandung OTT KPK, akan muncul pada pemberitaan media dengan “Headline Tersangka Kasus Suap OTT KPK”. Pemberitaan pada publik merupakan panggung treatrikal untuk meneror dan memberikan efek jera bagi para pejabat publik nakal. Dengan pemberitaan pada publik, terungkap semua kebusukan dan tindakan-tindakan kotor mereka selama ini. Imbasnya adalah sanksi sosial dengan hancurknya nama baik pelaku dan keluarga. Sanksi sosial yang diterima seorang koruptor, mungkin akan berlangsung lebih lama. Apalagi stigma negatif tentang terpidana koruptor, cenderung membekas lebih lama dalam persepsi publik.

Kedua, OTT akan mengantarkan tersangka praktik suap, pada rumah tahanan. Penjara merupakan tempat tinggal dan tempat kembali yang hina dan tercela bagi para pelaku kejahatan. Ketika seseorang menjalani kehidupan di  rumah tahanan, komunikasi dan kehidupan mereka terbatas, selain itu mereka akan menerima makanan yang tidak enak, sampai tidur pun merasa tidak nyenyak. Dan tentunya masih banyak lagi ketidak nyamanan hidup di penjara.

Sangat kontras jika dibandingkan dengan pola kehidupan pejabat yang dihiasi dengan kemewahan dan kenyamanan hidup. Tentu hal ini menimbulkan ketakutan bagi para pejabat publik, untuk tidak melakukan suatu tindakan yang akan mengantarkan mereka ke penjara. Jadi bayangan mereka tentang hidup di balik jeruji besi akan menjadi sindrom yang menakutkan dalam diri mereka.

Efek Kesadaran

Struktur Kesadaran tersebut, merubah persepsi dan perilaku pejabat publik ke arah negatif atapun positif. Persepsi pejabat publik yang terbiasa melakukan praktik suap dan korupsi, akan meningkatkan kewaspadaannya karena perbuatan jahatnya, ternyata dapat diketahui oleh KPK. Sebagaimana design Arsitektur Penjara Panopticon. Sehingga terciptalah suatu mekanisme pengawasan yang otomatis.

Berfungsinya pengawasan secara otomatis karena meningkatnya kesadaran bahwa mereka sedang di awasi oleh KPK. Karena pengalaman empiris para pejabat publik yang telah melakukan praktik suap, banyak yang tidak bisa menghilangkan jejak kejahatannya.

Efek pengawasan misterius KPK pada pejabat nakal, mampu menjerat kesadaran para pejabat publik untuk bertindak penuh kehati-hatian. Para pejabat publik akan selalu meng-internalisir bahwa setiap gerak-gerik pejabat publik akan selalu di awasi oleh KPK. Meskipun pada kenyataannya pengawasan KPK kepada pejabat publik tidak selamanya bersifat berkelanjutan.

Perubahan positif dari Pendisiplinan kesadaran ini adalah, pejabat publik akan  bersikap disiplin dan bertindak sesuai etika dan hukum yang berlaku. Namun sialnya jika pejabat publik itu pada dasarnya memiliki nalar yang tercela. Pejabat publik semacam ini memungkinkan hanya merubah persepsi mereka saja tanpa merubah perilaku koruptif mereka. Mereka akan berpikir untuk meningkatkan kewaspadaannya terhadap OTT dan mempercanggih cara-cara transaksi suap agar tidak terendus oleh KPK. Ironi memang jika terjadi.

Sumber Gambar: (Sumber: http://alephjournal.files.wordpress.com/2012/03/panopticon.jpg)

 

Rijal Abdulloh
Rijal Abdulloh
Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi-Universitas Brawijaya Malang
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.