Setelah sempat booming pada tahun 2006 silam di kabupaten Sidoarjo, kini headline tragedi semburan lumpur kembali naik ke permukaan setelah terjadi semburan lumpur pada hari kamis, 27 Agustus 2020 lalu yang terjadi di kawasan Desa Gabusan, Jati, Blora Jawa Tengah.
Menurut penjelasan dari kepala cabang dinas ESDM (Energi dan Sumber Daya Migas), semburan yang terjadi di desa Gabusan tersebut bukanlah semburan yang pertama kali, melainkan yang kedua kalinya di lokasi yang sama. Pada tahun 2013 juga terjadi semburan lumpur bercampur gas di lokasi yang sama.
Tetapi kepala cabang dinas ESDM mengatakan dengan tegas bahwa peristiwa yang terjadi pada tanggal 27 Agustus lalu itu bukan merupakan dampak dari adanya pengeboran gas, melainkan diduga karena adanya aktivitas mud volcano atau gunung api lumpur yang merupakan sebuah fenomena ekstruksi cairan petroleum dari dalam bumi yang antara lain adalah hidrokarbon rantai pendek, utamanya dalam wujud gas seperti gas methane.
Dilaporkan bahwa terdapat sekitar 19 kerbau terjebak oleh lumpur yang disemburkan dan juga 4 orang korban yang diduga keracunan karena terlalu banyak menghirup gas yang keluar dari dalam bumi bersama lumpur yang disemburkan. Korban dilarikan ke fasilitas kesehatan terdekat dan diidentifikasi terlalu banyak menghirup gas methane, yaitu hidrokarbon yang paling sederhana dan berwujud gas. Methane merupakan salah satu senyawa yang digunakan sebagai bahan bakar dan digolongkan bersama gas ethane sebagai sumber daya LNG (Liquified Natural gas).
Senyawa hidrokarbon atau sering dikenal dengan Petroleum memang banyak didapati dalam perut bumi dan diangkat ke permukaan menggunakan teknologi drilling. Tidak heran memang lokasi Blora, merupakan lokasi yang cukup dekat dan familiar dengan sumur minyak dan gas.
Salah satu lapangan eksplorasi minyak dan gas terbesar milik PT. Pertamina pun berada di kabupaten Blora, khususnya di kecamatan Cepu. Blok migas yang pada 2004 silam pernah menjadi primadona dan perebutan para eksekutor drilling migas memang tidak diragukan lagi dari segi nilai produksi.
Kini tidak hanya lapangan migas blok Cepu yang dikelola secara mandiri oleh negeri, tetapi Cepu juga memiliki fasilitas pusat pengembangan sumber daya manusia migas (PPSDM Migas). Dari berbagai infografis tersebut, maka tidak diragukan lagi bahwa tanah Blora merupakan markas besar sumber daya migas di Indonesia yang seharusnya masyarakat sekitar juga memahami bagaimana pengendalian alam yang ada. Dengan infografis yang demikian jugua, maka tentunya BNPB maupun pihak yang terkait dalam penanggulangan bencana semburan lumpur di desa Gabusan tidak bisa sembarangan melakukan mitigasi.
Senyawa hidrokarbon adalah senyawa kimia yang terdiri atas atom hydrogen dan carbon, banyak didapat dari dalam perut bumi dan biasa digunakan sebagai bahan bakar. Hidrokarbon memiliki wujud fisik berupa minyak dan juga gas bergantung pada panjang rantai yang dimiliki oleh senyawa.
Demikian juga sifat fisika dan sifat kimia yang dimiliki oleh hidrokarbon juga dipengaruhi oleh panjang dan pendek rantai hidrokarbon. Hidrokarbon yang memiliki wujud gas dan juga termasuk salah satunya yang tercampur pada semburan lumpur Blora adalah hidrokarbon dengan panjang rantai satu sampai empat (methane sampai propane).
Gas methane (rantai satu) merupakan hidrokarbon yang paling pendek yang memiliki sifat fisika yaitu berupa gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan memiliki titik nyala yang cukup rendah (sangat muda terbakar) yaitu pada -104oC. kemudian untuk ethane, propane dan buthane pun hammpir sama, yaitu memiliki wujid fisik berupa gas, tidak berwarna dan tidak berbau.
Tetapi sangat beracun juga dan sangat berbahaya apabila terhirup banyak oleh sistem pernapasan. Namun yang menjadi pembeda adalah titik nyala yang dimiliki. Semakin panjang rantai hidrokarbon maka titik nyala yang dimiliki akan semakin tinggi. Selain itu juga titik kondensasi yang dimiliki oleh keempat gas hidrokarbon ini juga berbeda. Jika methane dan ethane digolongkan dalam LNG, lain halnya dengan propane dan buthane yang keduanya digolongkan dalam kelompok LPG (Liquified Petroleum Gas).
Perbedaan titik kondensasi (pendinginan untuk membentuk wujud cair) dari kedua kelompok tersebut yang berbeda menempatkan desain penggunaannya berbeda. Baik LNG maupun LPG penggunaannya hampir sama yaitu dalam bahan bakar, yang membedakan adalah distribusinya.
LPG dapat decompress di dalam tabung dan diedarkan ke masyarakat, sedangkan untuk LNG penyalurannya tidak bisa dilakukan dengan menggunakan tabung compress, tetapi melainkan melalui pipa yang dialirkan ke seluruh lokasi yang membutuhkan. Perbedaan distribusi salah satunya disebabkan oleh perbedaan titik kondensasi yang dimiliki. Selain itu, kedua golongan bahan bakar gas tersebut memiliki sifat yang beracun dan berbahaya ketika terhirup oleh sistem pernapasan manusia.
Pada LNG maupun LPG yang memang diedarkan ke masyarakat telah diberikan penyempurnaan yaitu dengan memberikan zat pembau agar mudah diidentifikasi ketika terjadi kebocoran maupun ketidaksempurnaan dalam instalasi bahan bakar seperti tabung LPG beserta regulatornya. Zat yang ditambahkan adalah ethyl mercaptan, yang ketika ditambahkan dalam LPG (biasanya) akan memberikan bau yang khas sebagai penanda keberadaan gas.
Pengetahuan tentang gas bumi terkait persiapan mitigasi bencana semburan lumpur di Blora ini sangat perlu diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaan mitigasi yang akhirnya memakan korban kembali. Dengan wilayah yang memiliki potensi kandungan migas melimpah tentu faktor sifat kimia dan fisika bahan migas harus diperhatikan agar tidak menimbulkan kecelakaan, ataupun kalau bisa dijadikan sebuah sumber kebermanfaatan bagi banyak orang. Terima kasih.