Sabtu, Oktober 12, 2024

Nasionalisme Sumpah Pemuda 

Paulus Mujiran
Paulus Mujiran
Paulus Mujiran, MSi Alumnus Pascasarjana Undip Semarang. Kolumnis, penulis buku, peneliti The Dickstra Syndicate Semarang.

Setiap tanggal 28 Oktober bangsa Indonesia memperingati Sumpah Pemuda. Ikhrar Sumpah Pemuda lahir pada Kongres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 27-28 Oktober 1928. Pada saat itu para pemuda seluruh Indonesia dengan bendera “jong” ada Jawa, Sumatera, Sulawesi berkumpul untuk satu kebulatan tekat mengikhrarkan satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Sumpah Pemuda menjadi tonggak amat penting dan mendasar guna tujuan Indonesia merdeka. Sumpah pemuda menjadi landasan kebulatan tekad menuju Indonesia merdeka.

Dalam Sumpah Pemuda untuk pertama kalinya terbentuk persatuan dalam usaha merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda. Jika pada masa-masa sebelumnya pergerakan merebut kemerdekaan dilakukan kelompok, golongan, bersifat etnis dan kedaerahan maka setelah Sumpah Pemuda perjuangan itu bersifat kebangsaan. Ini menjadi etnonasionalisme baru setelah kebangkitan nasional 20 Mei 1908. Pemuda tidak lagi mewakili kepentingan daerah dan suku melainkan atas nama bangsa Indonesia.

Pemuda dengan segala idealisme mampu merumuskan akan menjadi apa kelak bangsa ini kalau terus-menerus tercekam belenggu penjajahan. Pemuda dengan semangat pluralisme dan menanggalkan segala jubah perbedaan mampu menyatukan segala sekat pemisah yang menghambat menuju kemerdekaan. Sumpah Pemuda menjadi tonggak bersejarah dan penting yang menyatukan berbagai gerakan melawan penjajah.

Tidaklah mengherankan terdapat keyakinan tanpa Sumpah Pemuda kemerdekaan bangsa ini tidak dapat diraih. Sumpah Pemuda menjadi ajang pemersatu kebulatan tekat anak-anak bangsa. Bahwa dalam suasana persatuan dan kesatuan bangsa segala sesuatu menjadi mungkin dilaksanakan termasuk dalam mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Salah satu kelemahan dari perjuangan pergerakan kemerdekaan tidak ada persatuan, tercerai berai dan mudah dicerai beraikan dalam perpecahan (divide et impera).  Melalui slogan satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa Indonesia menemukan semangat persatuan menuju Indonesia merdeka.

Ketokohan pemuda tidak berhenti pada Sumpah Pemuda. Kiprah pemuda berlanjut pada era kemerdekaan ketika para pemuda “menculik” Sukarno ke Rengasdenglok dan kemudian bersama Hatta merumuskan teks proklamasi yang dikumandangkan pada 17 Agustus 1945. Tanpa peran pemuda teks proklamasi tidak mungkin dibacakan di Pegangsaan Timur 56 oleh Sukarno Hatta atas nama bangsa Indonesia. Atas desakan bahkan ancaman pemuda maka Sukarno Hatta “terpaksa” membacakan teks kemerdekaan.

Ketokohan pemuda berlanjut pada 1966 ketika pemuda menjadi pelopor dalam menumbangkan rezim Orde Lama. Gerakan pemuda 1966 dalam menjadi kontrol sosial akhirnya berhasil menumbangkan rezim demokrasi terpimpin Orde Lama. Peran kontrol sosial itu terus berlanjut sepanjang sejarah Orde Baru meski dengan ancaman kekerasan dan represi. Dan di penghujung Orde Baru tahun 1998 pun peran pemuda tidak boleh dibilang kecil dalam menumbangkan Orde Baru.

Peran pemuda sejak jaman pergerakan kemerdekaan tidaklah kecil. Sayangnya, sejarah membuktikan setelah berhasil menumbangkan rezim yang sewenang-wenang para pemuda lantas ditinggalkan. Para pemuda hanya diperlukan dukungan moralnya untuk menumbangkan sebuah rezim tetapi setelah itu kiprahnya nyaris dilupakan. Padahal, ketika kekusaaan cenderung korup dan menyalahgunakan kekuasaan ketokohan pemuda sangatlah diharapkan. Kini, di era reformasi setelah pemuda berjasa menumbangkan  Orde Baru kiprah mereka seperti ditinggalkan.

Pemerintah sering mempunyai slogan regenerasi penerus bangsa namun sama sekali tidak menyiapkan generasi muda menjadi penerus masa depan. Tak mengherankan berita mengenai pemuda pun cenderung sumir dan setengah hati seperti terjerat narkoba, pergaulan bebas, kriminalitas karena sempitnya kesempatan kaum muda untuk mengaktualisasikan dirinya. Tentu kondisi ini menjadi tantangan bagi para pengelola negara. Membiarkan pemuda terjerumus dalam kancah hedonisme apalagi narkoba akan meruntuhkan moral dan masa depan mereka. Kini sudah saatnya perjuangan dan kejuangan pemuda diberi warna baru.

Ketika negara dan pemerintah tidak memberi tempat secara memadai bagi pemuda maka sejalan dengan itu akan terjadi krisis regenerasi kepemimpinan. Revolusi mental harus dimulai pada para pemuda. Karena itu dalam momentum Sumpah Pemuda kaum muda Indonesia ditantang untuk membuktikan kiprah dan perannya bahwa bisa berbuat sesuatu meski kecil untuk bangsa dan negara. Sudah saatnya pemuda berani menagih janji pemerintah. Dan jangan sampai pemuda terkooptasi dan terkotak-kotak dalam politik praktis dan kepartaian yang hanya menguntungkan segelintir orang.  Kini ketika kebangsaan kita dikoyakkan oleh intoleransi, terorisme, kotak kesukuan, agama dan partai sesungguhnya roh persatuan yang terkandung dalam Sumpah Pemuda perlu dibangkitkan kembali.

Sumpah Pemuda mestinya menjadi ajang refleksi banyak pihak bahwa peran dan ketokohan pemuda harus dihidupkan kembali. Pemuda harus lebih banyak dilibatkan dalam pembangunan dan berperan secara proaktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jangan sampai pemuda mempunyai memori pendek hanya bekerja untuk diri mereka sendiri, menikah, mempunyai anak dan tidak sedikit pun ada gagasan menyumbangkan pemikiran bagi bangsa dan negara. Kiprah pemuda kita nantikan untuk masa depan bangsa.

Paulus Mujiran
Paulus Mujiran
Paulus Mujiran, MSi Alumnus Pascasarjana Undip Semarang. Kolumnis, penulis buku, peneliti The Dickstra Syndicate Semarang.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.