Nasi dan sayur yang kita makan tak lepas dari andil para petani. Salah satu manfaat dari nasi dan sayur yang kita makan ialah stamina atau tenaga, yang tak lain dan tak bukan adalah untuk kita berpikir. Tetapi, pernahkan kita berpikir mengapa Petani tidak sejahtera?. Hal ini merefleksikan apa yang terjadi di India saat ini. Dengan demonstrasi para petani yang semakin masif beberapa bulan ini, serta tuntutan-tuntutan mereka, menjadi harapan untuk mereka demi kehidupan mereka agar lebih sejahtera.
Apa yang terjadi di India disebabkan oleh pemerintah India yang mensahkan kebijakan pertanian yang disebut Three Farm Acts atau Farmers Bill pada tahun 2020 lalu. Yang intinya akan membuat petani semakin tercekik karena adanya kebijakan ini. India memiliki 1.4 Miliar penduduk, dan hampir 20% mereka adalah petani atau sangat bergantung terhadap penghasilan dari pertanian. Lantas, apa yang menjadi masalah ini pelik?
Narendra Modi dan BJP
Narendra Modi merupakan orang di balik kesuksesan Bharatiya Janat Party atau BJP di dalam dua pemilu terakhir. Pada 2014 ia berhasil memenangkan Pemilu dan mengalahkan musuh terbesar mereka, Partai Kongres. Modi berhasil menjadi Perdana Menteri dengan perolehan suara sangat impresif, khususnya di negara-negara bagian yang besar seperti Uttar Pradesh, Maharashtra, dan Gujarat. Walaupun Modi memang pernah menjadi Chief Minister di Gujarat.
Basis kekuatan Modi dan BJP sangatlah besar di India, BJP bahkan di tahun 2019 memiliki 180 juta keanggotaan termasuk simpatisan mereka. Ini menasbihkan bahwa BJP dan Modi adalah kekuatan baru di India setelah hampir setengah abad Partai Kongres dan keluarga Nehru berkuasa.
Modi bersama kebijakan BJP ini, mereka memang dikenal sebagai partai yang mengedepankan Free Market, atau sangat pro akan pasar. Modi berhasil membuat signifikansi atas kenaikan GDP India ketika era mereka. Dengan adanya pasar bebas, memungkinkan adanya investasi besar masuk ke India dan menaikkan ekonomi mereka.
Tetapi, justru dengan adanya kebijakan pasar bebas oleh Modi, membuat petani India semakin tercekik, dengan keluarnya Farmers Bill, membuat harga hasil pertanian tidak menentu, dan petani India juga sulit untuk menjual hasil pertanian mereka dengan harga yang sesuai. Karena kebijakan ini pula, para petani tidak bisa menjual secara bebas hasil pertanian mereka. Selain itu, tidak adanya Minimum Support Price (MSP) yang diakomodasikan sebagai jaminan pendapatan dari harga yang mereka dapatkan dari penjualan hasil pertanian.
Modi dan BJP juga bertanggung jawab atas semakin sedikitnya lahan pertanian di India, terlebih ketika era mereka di dalam pemerintahan. Dengan semangat percepatan pembangunan ekonomi, justru mereka melupakan andil petani dalam kehidupan mereka. Para petani Punjab dan Haryana yang terkena dampak parah dari kebijakan ini, melakukan demonstrasi secara masif dari akhir tahun lalu. Selain itu pula, kebijakan ini menegaskan bahwa Modi dan BJP merupakan pemerintahan yang kurang memperhatikan petani dengan Farmers Bill ini.
Dalam Manifestonya pada pemilu 2019 lalu yang bertajuk “BJP Sankalp Patra”, Modi dan BJP berjanji akan mengeluarkan potensi pertanian dan menyejahterakan petani. Dengan welfare of farmers, Modi berjanji akan memberi sokongan finansial, kebebasan akan lahan lebih dari 2 Hektar, mengurangi impor, dan mengasuransikan bibit-bibit unggul.
Exposure Media dan Masifnya Aksi Demonstran
Arah Media dalam protes para petani ini, sangatlah masif khususnya di India sendiri, misalnya media-media mainstream dan konservatif justru banyak yang tidak mendukung aksi ini dan mendukung pemerintah. Dengan arah-arah sudut pandang yang terkesan konfrontatif terhadap pendemo, para media-media mainstream mulai mengalihkan isu mereka ke arah yang tidak masuk akal.
Misalnya, para pendemo sangat tidak nasionalis, karena mereka makan nasi biryani, orang nasionalis sayap kanan menganggap bahwa nasi biryani merupakan lambing anti-nasionalis, karena nasi biryani dibawa oleh para pedagang Persia yang tentunya bukan asli India. Lalu, menganggap pendemo yang khususnya Sikh adalah Khalistanis. Khalistanis merupakan sebutan bagi orang-orang Sikh yang ingin membangun negara sendiri yakni Khalistan yang lepas dari India pada tahun 80-90an, yang padahal, mereka justru hanya ingin suara mereka didengar oleh pemerintah.
Exposure Media sangat berat bagi pihak pendemo, karena banyak media-media pendukung dari aksi ini justru di-expelled oleh pemerintah, karena dituduh memberi berita-berita yang tak benar. Maka dari itu, para pendemo dengan aksi citizen journalism mereka, yang memberi informasi di tengah-tengah demonstrasi.
Exposure Media tak hanya terjadi di India, tetapi sudah meluas secara Global. Misalnya, bagaimana penyanyi Rihanna yang memberi dukungan terhadap aksi ini, Greta Thunberg yang juga mendukung, dan juga Meena Harris yang merupakan keponakan Wakil Presiden Kamala Harris juga mendukung aksi ini di media sosial mereka masing-masing, yang justru para Nasionalis sayap kanan di India menentangnya. Selain itu, isu ini tak lepas dari jangkauan internasional yang lain, misalnya pada Prime Minister Questions pada Desember lalu para MPs dari Labour dan Tories pun membahas hal ini.
Melihat demonstrasi protes para petani di India semakin menegaskan bahwa negara demokrasi paling besar di dunia pun tidak sepenuhnya Demokrasi. Serta melihat kebangkitan BJP sebagai entitas partai besar nasionalis sayap kanan mungkin takkan kita elakkan, pada dasarnya konservatarian sedang menjadi tren di geopolitik hampir di negara-negara dunia. Memang, problem petani di India sangatlah parah, dari era sebelumnya pun, banyak petani-petani India yang frustrasi hingga bunuh diri.
Selain itu pula, kejadian di Red Fort pada Republic Day 26 Januari lalu di New Delhi juga merupakan aksi mereka yang paling menyentuh titik nadhir. Bukan kenapa-kenapa, aksi ini bagi para nasionalis merupakan ancaman terhadap pemerintahan karena sinisme terhadap orang Sikh dan istilah Khalistanis tadi.
Juga, banyaknya para pemimpin mereka yang justru ditahan ketika saat bernegosiasi dengan utusan pemerintah, menjadi permasalahan besar serta pertanyaan besar, mengapa hal ini terjadi? Apakah Demokrasi masih eksis di India?