Istilah museum pendidikan penulis rujuk dari artikel Museum Education in the Context of Museum Functions dalam buku Running a Museum: A Practical Handbook International Council of Museums (ICOMS) UNESCO. Ringkasnya, museum pendidikan tidak mengkhususkan pada sebuah nama museum, namun ini berlaku untuk semua museum yang kegiatannya tidak hanya mengumpulkan, merestorasi, dan menampilkan koleksi yang dimilikinya kepada masyarakat dari berbagai kalangan usia dan latar bekakang pendidikan dan sosial.
Tetapi museum pendidikan lebih luas fungsinya, yakni sebagai tempat pendidikan dan edukasi seperti halnya sekolah. Namun kalau sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memiliki kurikulum yang terstruktur dan jenjang yang jelas. Sedangkan museum sebagai lembaga pendidikan informal tidak seperti sekolah. Jenis pendidikan informal dapat dilakukan di mana saja, tidak ada persyaratan, jenjang, materi, ujian, dan ketentuan lainnya.
Sejak pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia, museum sebagai tempat yang menjadi tujuan masyarakat untuk belajar warisan, budaya, dan nilai artistik masa masa lalu ternyata banyak yang ditutup sementara. Hanya sedikit saja yang tetap buka pada masa pandemi Covid-19. Ini dapat dilihat dari publikasi UNESCO, Museums Around the World in The Face of Covid-19 (edisi Mei 2020) yang mendeskripsikan data sebanyak 94418 museum di seluruh dunia yang mayoritas tutup pada masa pandemi Covid-19 (sekitar 90.9% atau 85827 museum tutup).
Di negara ASEAN, hanya Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina yang beberapa museumnya tetap buka. Sementara itu, Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Myanmar, Vietnam, Laos, dan Timor Leste yang semuanya tutup 100%. Jumlah museum di Indonesia sebanyak 163 museum.
Walaupun banyak yang ditutup, tetapi masyarakat masih tetap menikmati koleksi museum yang ditawarkan secara digital dan melalui media sosial yang sebelumnya telah banyak dilakukan sebeluam adanya penutupan ini seperti temuan survei ICOMS dalam Museums, museum professionals and COVID-19. Bahkan banyak museum yang aktif melakukan kegiatan dalam bentuk sarasehan daring (online) atau webinar.
Sekarang, di masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) atau new normal, ada sebuah harapan bagi masyarakat pecinta museum untuk dapat berkunjung lagi ke museum. Tentunya hal ini perlu dilakukan secara cermat oleh para pengelola dan pekerja museum.
Dengan demikian fungsi museum sebagai lembaga pendidikan informal dapat dinikmati oleh masyarakat untuk terus belajar dari warisan, budaya, dan nilai artistik di masa lalu dan dikontekstualisasikan dengan kondisi saat ini untuk Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang juga menjadi program pemerintah.
Berbagai masalah yang sekiranya dapat berpotensi terjadi, identifikasi solusi dan standar mutu pelayanan museum terus diperbaiki oleh pengelola dan pekerja museum yang diseusuaikan dengan protokol kesehatan untuk selalu menjaga jarak (physical distancing) seperti panduan pelayanan museum yang dikeluarkan Asosiasi Museum Oklahoma dan museum di Iran.
Bahkan dalam pedoman Asosiasi Museum Oklahoma dibuat ilustrasi dalam bentuk gambar terkait benda-benda yang sering disentuh untuk selalu dibersihkan dengan alat pembersih disinfektan sebagai bentuk komitmen unutk memberikan pelayanan museum yang nyaman, aman, dan sehat.
Semoga ikhtiar pengelola dan pekerja museum dalam memberikan pelayanan museum pada masa AKB ini dapat berlangsung dengan baik. Sehingga fungsi museum dalam memberikan pendidikan dan edukasi untuk penguatan pendidikan karakter dapat terus dinikmati melalui berbagai saluran media. Wallahua’lam.
