Jumat, Oktober 11, 2024

Mo Salah, Islam, dan Sepakbola

Taufani
Taufani
Pencinta buku dan tempe. Alumni Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan Ahmad Syafii Maarif

Kalau berbicara sepakbola, orang umumnya lebih senang berbicara tentang Messi dan Ronaldo, tetapi kali ini, mari kita berbicara tentang Mohamed Salah atau lebih dikenal dengan Mo Salah.

Mo Salah adalah seorang pemain sepakbola asal Mesir yang namanya cukup fenomenal belakangan ini. Ia muncul menjadi idola baru bagi para fans sepakbola di seluruh dunia.

Mo Salah menjadi fenomenal karena ia menjadi pemain yang paling produktif di Liga Inggris musim 2017/2018 di mana ia telah mencetak 30 gol dari 34 laga. Karena produktivitas golnya, Mo Salah berhasil membawa klubnya Liverpool masuk dalam tiga besar klasemen Liga Inggris musim 2017/2018.

Mo Salah menjadi kandidat terkuat penerima sepatu emas (golden boot) di Liga Inggris musim ini. Mo Salah juga berhasil membawa klubnya melaju ke semifinal Liga Champions Eropa musim 2017/2018 dengan torehan 8 gol, termasuk 2 gol di dua leg babak perempat-final saat melawan Manchester City.

Sebelumnya, Mo Salah telah mengukirkan namanya dalam tinta sejarah sepakbola setelah ia berhasil membawa negaranya Mesir melaju ke Putaran Final Piala Dunia 2018 di Rusia. Di negaranya, Mo Salah menjadi sosok yang sangat dikagumi banyak orang. Setiap kali Mo Salah merumput, warga Mesir selalu antusias menunggu aksi dan gol-gol spektakulernya.

Dengan prestasi yang telah ditorehkan oleh Mo Salah di klubnya, ia mampu mengangkat kembali marwah Liverpool menjadi tim yang disegani baik di Liga Inggris maupun di Liga Champions Eropa. Salah satu ciri khas yang menonjol dari Mo Salah adalah ia kerap melakukan selebrasi dengan bersujud ketika mencetak gol. Tentu ini ia lakukan untuk menunjukkan identitasnya sebagai seorang muslim.

Kehadiran Mo Salah menjadi menarik karena ia hadir di tengah tingginya gelombang islamopohobia di Eropa khususnya di Inggris dan juga tingginya gaya hidup super mewah para bintang sepakbola beserta para pasangannya. Mo Salah melawan islamophobia di Eropa tidak dengan berkoar-koar dan mencaci maki, tetapi melalui kebersahajaan, kesederhanaan, dan skill-nya yang apik dalam menggocek bola.

Karena sentuhan kaki emasnya, Mo Salah menjadi idola baru yang dielu-elukan oleh para fans Liverpool. Dalam suatu pertandingan, suporter fanatik Liverpool pernah bernyanyi dengan penuh kegembiraan sambil berseloroh ingin menjadi muslim apabila Mo terus mencetak gol:

Mo Salah lah lah lah lah. Mo Salah lah lah lah lah. If he’s good enough for you. He’s good enough for me. If he scores another few. Then I’ll be Moslem too. If he’s good enough for you. He’s good enough for me. Sitting in the mosque. That’s where I wanna be. Mo Salah lah lah lah lah. Mo Salah lah lah lah lah.

Meskipun Mo Salah saat ini sedang dalam puncak ketenaran dengan gaji per pekan sebesar 90 ribu Poundsterling atau 1,5 miliar Rupiah (kedepannya Liverpool dikabarkan ingin menaikkan gaji Mo Salah menjadi 200 ribu Poundsterling atau 3,89 miliar Rupiah per pekan) yang memungkinkannya untuk hidup glamor, namun ia tetap memilih hidup sederhana.

Mo Salah tetap mempertahankan jati dirinya sebagai muslim sejati dengan menjauhkan diri dari gaya hidup masyarakat Barat yang identik dengan pesta pora dan alkohol. Mo juga menjauhkan istri dan keluarganya dari sorotan gemerlap media. Ia berbeda dengan kebanyakan pemain sepakbola dunia lainnya yang senang memamerkan gaya hidup mewah keluarganya.

Di Eropa dulunya, orang muslim khususnya yang berjenggot selalu dicurigai sebagai teroris. Namun kehadiran Mo Salah sebagai seorang muslim yang memiliki cambang dan jenggot, perlahan mampu membuat masyarakat Barat merenungkan kembali label negatif yang selama ini selalu mereka sematkan kepada orang muslim.

Kita tentu berharap Mo Salah dapat menginspirasi lahirnya generasi Mo Salah baru lainnya yang dapat menjadi bintang sepakbola dunia dan juga mubaligh dakwah di lapangan hijau. Dari Mo Salah, umat Islam dapat belajar bahwa Islam itu harusnya didakwahkan dengan sikap yang penuh kebersahajaan dan kesederhanaan yang ditunjang dengan adanya karya dan prestasi, bukan dengan cacian, umpatan, dan kekerasan.

Kita tidak bisa menutup mata bahwa citra Islam menjadi buruk dewasa ini karena sebagian umatnya adalah miskin prestasi, moral, dan adab. Keindahan ajaran Islam hanya tampak berfungsi di dalam masjid, namun menjadi mandul dan tidak berdaya di luar masjid.

Ajaran Islam yang menekankan pada misi rahmatan lil alamin hanya menjadi slogan kosong belaka karena ia telah dibajak oleh sekelompok gerombolan untuk menjadi senjata ampuh melaknat mereka yang berbeda agama, mazhab, aliran, ideologi, pilihan politik, orientasi seksual, ras, dan etnis.

Mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan fenomena hadirnya Mo Salah adalah apapun agamamu, sepanjang kau dapat menghibur orang lain dengan skill bolamu, orang tidak akan persoalkan apa agamamu. Long Live for Mo Salah!

Taufani
Taufani
Pencinta buku dan tempe. Alumni Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan Ahmad Syafii Maarif
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.