Minggu, Desember 8, 2024

Mistifikasi Anggaran Publik dan Demokrasi

Ramadhikasaputra
Ramadhikasaputra
A seeker of wisdom | Political Science Student at Brawijaya University | Part Of Voila Indonesia | Interest with Human Rights Discourse
- Advertisement -

Menjadi menarik ketika menelusuri lebih dalam, bagaimana sebuah proses penganggaran yang merupakan hal penting dalam menjalankan roda pemerintahan dalam institusi negara dapat tercipta.

Beberapa kalangan akademisi mungkin telah mengerti dan memahami bagaimana proses-proses ini terjadi, tapi yang menjadi sebuah pertanyaan bagaimana dengan masyarakat sipil lainnya yang untuk mengakses pendidikan saja masih mengalami kendala. Satu pertanyaan yang keluar dari benak pikiran saya, akankah persoalan penanggaran ini menjadi sebuah hal yang tabu bagi kalangan tersebut?

Secara konseptual anggaran merupakan rencana keuangan yang mana dapat menjadi refleksi pilihan kebijakan suatu lembaga dalam menjajaki jalan kedepannya. Disisi lain anggaran dapat menjelma sebagai sebuah alat pengawasan antara masyarakat dengan pemerintah atau antara pemerintah dengan parlemen atau dapat dikatakan sebagai mekanisme kontrol.

Pada dasarnya suatu anggaran dapat mejadi sebuah lumbung celah bagi tarik ulur kepentingan diantara stake holder tersebut. Karena dalam sebuah proses penganggaran terdapat infiltrasi kepentingan antara satu aktor dan aktor lainnya untuk mencapai tujuan akan keperluannya.

Akan tetapi keperluan disini, yaitu kepentingan yang dibawa oleh seorang aktor politik tidak semata-mata hanya untuk kepentingan publik. Dan hal ini yang membuahkan gap kepentingan, antara kepentingan umum atau publik, dengan kepentingan pribadinya.

Idealnya sebuah anggaran memiliki fungsi fiskal dan manajemen, dimana anggaran digunakan untuk mengatur alokasi belanja pengadaan barang dan jasa publik, sehingga ketika itu dilakukan secara ideal telah tergapai distribusi yang merata dan dapat mengurangi kesenjangan.

Namuni anggaran publik ini termistifikasi yang mengartikan bahwa anggaran ini merupakan persoalan “rumit dan rewel” dan hanya kalangan berpendidikanlah yang mampu serta memiliki kapasitas untuk melakukan penganggaran. Lalu ketika hal tersebut terjadi, bagaimana dengan masyarakat, jangankan untuk paham mengenai penganggaran, untuk mengakses pendidikan pun masih memiliki kesulitan.

Pada akhirnya proses peanggaran hanyalah sebuah urusan “proyek-proyek pembangunan” dan “sumber finansial lainnya”, yang dimana urusan anggaran hanya dapat dilakukan oleh pemerintah dan hal ini sangatlah eksklusif. Masyarakat hanya sebagai objek yang terciprat dari hal yang dimonopoli pemegang kekuasaan.

Demokrasi Menjamin Kedaulatan Rakyat

Mungkin telah banyak negara ini berbicara demokrasi, namun apakah khalayak paham betul bagaimana intisari dari demokrasi. Jika ditarik secara historik ide-ide mengenai demokrasi dapat dikatakan sebagai sebuah narasi yang usang, hal ini dapat terlihat, dikarenakan ide ini telah muncul pada era filosof terkenal Plato.

Seiring berjalannya waktu ide mengenai demokrasi terus berkembang melalui proses yang begitu panjang, akan tetapi inti dari demokrasi tidak berubah, melainkan memiliki sebuah bentuk-bentuk yang berbeda. Demokrasi yang memiliki banyak muka tersebut menyebabkan demokrasi disuatu negara tertentu berbeda dengan di negara lainnya. Walaupun ide demokrasi dapat dikatakan telah usang, akan tetapi demokrasi adalah buah pikiran yang menjamin bagaimana masyarakat dapat “berjalan sesuai keinginannya”.

- Advertisement -

Pada negara Indonesia, setelah terlepas dari kerangkeng Orde Baru yang begitu mengekang begitu lama, penerapan demokrasi pasca refromasi bergulir dapat dikatakan berjalan secara melonjak, salah satunya adalah dengan adanya pemilu, dan kebebasan untuk mendirikan organisasi.

Akan tetapi pelonjakan ini seringkali mengalami fluktuasi, yang disebabkan oleh kerikil-kerikil yang menimpa di dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Pada dasarnya dalam demokrasi, kedaulatan rakyat merupakan sebuah hal yang perlu dijunjung, dimana peletakan kepentingan publik menjadi sebuah hal utama dan suatu keharusan dalam sebuah sistem demokrasi.

Selain itu demokrasi menjamin peran masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga peran serta masyatakat tidak terlepas dari setiap pengambilan kebijakan. Oleh karenanya bila kita melihat persoalan mistifikasi anggaran publik ini, ketika menemukan kekecewaan, karena pada akhirnya demokrasi di Indonesia belum dapat menjamin kepentingan publik atau keinginan rakyat dapat menjadi sebuah hal yang tidak terelakan.

Miris adalah kata yang tepat untuk menggambarkan situasi ini ditengah arus demokratisasi yang begitu kencang di Indonesia. Pertanyaannya adalah apakah Indonesia telah menyentuh ranah demokrasi secara substansial ketika indikator fundamental dari demokrasi masih sebuah ketidakniscayaan.

Nafas dari demokrasi adalah partisipasi publik. Lalu ketika melihat realita dalam proses penganggaran nampaknya tidak terlihat partisipasi dari khalayak ramai yang padahal seharusnya proses penganggaran menjadi urusan publik tersebut, dan demokrasi di Indonesia telah luput akan hal itu.

Jika secara prosedural, yaitu, seperti terlaksana atau bergulirnya pemilu sampai dengan ketingkat daerah, memang Indonesia telah mengayam sebuah demokrasi, tapi itu sebatas prosedural. Namun secara substansial demokrasi Indonesia belum menyentuh capaian itu. Unsur terpenting dalam penentuan anggaran adalah tersedianya ruang yang begitu luas bagi rakyat atas akses seluruh proses sosial, politik, dan ekonomi. Ini adalah bentuk dari demokrasi anggaran (Irianto, 2005).

Dan hal ini belum mampu untuk dilakukan di Indonesia. Perlu diingatkan bahwasanya para pemangku jabatan publik hanyalah sebatas pelaksana sebuah negara yang diberi amanat oleh rakyat, jadi wajarlah ketika rakyat perlu dimasukkan dalam proses menganggarkan, dalam artiannya rakyat mendapat peran penting sehingga hasil yang keluar menjadi keputusan bersama. Ketika proses penganggaran telah dilakukan bersama rakyat dan tidak menjadi hal “tabu” yang mistis, maka demokrasi di Indonesia telah memasuki era baru dan melangkah maju.

Ramadhikasaputra
Ramadhikasaputra
A seeker of wisdom | Political Science Student at Brawijaya University | Part Of Voila Indonesia | Interest with Human Rights Discourse
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.