Minggu, Oktober 13, 2024

Mimpi Mencerdaskan Tunas Bangsa

Yopi Makdori
Yopi Makdori
Jurnalis

Dalam setiap bangsa, anak-anak maupun pemuda adalah penopang utama dari keberlanjutan bangsa tersebut. Mereka bagaikan tunas-tunas muda pada sebuah pohon yang akan meneruskan berkembangnya pohon tersebut. Jika tunas-tunas ini rusak karena dimakan ulat atau ada yang sengaja merusaknya, maka sudah dipastikan tumbuh kembang dari pohon tersebut akan terganggu dan memiliki potensi yang begitu besar untuk mengalami kematian.

Demikian juga dengan sebuah bangsa, sedigdaya apapun suatu bangsa jika generasi mudanya ‘rusak’, maka sama seperti pohon yang kehilangan tunasnya, yakni akan mati karena tidak bisa berkembang dengan sempurna. Kalaupun hidup, keadaanya akan sangat memperihatinkan.

Tunas bangsa yang rusak dalam pengertian di sini ialah generasi yang secara moral dan intelektual tidak mencerminkan manusia seutuhnya. Atau mereka yang rusak ialah mereka yang secara moral bertentangan dengan nilai-nilai agama dan secara intelektual tidak mengalami pencerahan (lawan dari kebodohan).

Pendidikan lagi-lagi menjadi isu yang sangat penting dalam setiap membicarakan generasi bangsa. Cukup tingginya anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah untuk membiayai sektor pendidikan ternyata tidak berbanding lurus dengan membaiknya kualitas dan terciptanya inklusivitas pendidikan. Jika keadaan seperti ini terus menerus berlangsung, maka tidak bisa tidak negeri ini akan menghadapi titik nadirnya.

Dukuh Asih Institut dan Komitmen Perbaikan

Dukuh Asih Institut (DAI) adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang dimotor oleh Kang Asep untuk menciptakan pendidikan yang bisa mencerahkan bukan hanya sebatas formalitas belaka. Terletak di Desa Sukawera, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka, DAI berdiri yang bermarkas di sebuah masjid piggir sawah yang begitu luas.

Tidak main-main DAI telah berdiri sejak tahun 2012 diawali dari keperihatinan Kang Asep yang melihat bahwa anak-anak di sekitar wilayah Desa Sukawera yang secara pendidikan maupun moral masih juah dari kata ideal.

Memang saat ini banyak remaja maupun anak-anak yang diracuni dari berbagai sisi, baik melalui tontonan, pergaulan, dan makanan. Memang belum ada data resmi yang menunjukan kerusakan tersebut namun setiap orang yang tinggal di wilayah tiga Cirebon (Ciayumajakuning–Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan) pastia secara sadar ataupun tidak mereka akan merasakan degradasi yang dialami oleh generasi muda bangsa saat ini.

Oleh karenanya, hadirnya DAI merupakan manifestasi nyata untuk ikut berpartisipasi aktif dalam misi penyelamatan generasi bangsa, terutama dalam sekala mikro di wilayah Desa Sukawera. Program-program yang dijalankan oleh DAI begitu variatif, maulai dari yang bersifat keagmaan sampai dengan hal-hal yang bersifat praktikal.

Misalnya saja di dalam DAI anak-anak diajari berbagai kemampuan teknis keagamaan, sperti sholat, kutbah, cerama, public speaking, bahasa arab, seni baca tulis Al Qur’an, dan lain sebagainya. Sedangkan keahlian yang diajari oleh Kang Asep dan kawan-kawan dalam tataran praktis ialah broadcasting, bertani pertanian modern (seperti hidroponik), bahasa inggris, berternak, komputer, menulis, editing, dan lain sebagainya.

Berbagai keahlian tersebut diajarkan di DAI buakan tanpa alasan, Kang Asep sebagai founder DAI menginginkan bahwa anak-anak bukan hanya baik secara moral, melainkan juga baik secara ekonomi.

Kawan-kawan di DAI percaya bahwa antara kerusakan generasi bangsa dan ekonomi keduanya saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu, pekerjaan rumah bagi mereka yang menegaskan bahwa dirinya lawan dari kebodohan akan juga berpikir untuk berpartisipasi aktif memberbaiki ekonomi masyarakat. Itulah state of the art dari berdirinya DAI.

Mimpi Besar Dukuh Asih Institut

Kang Asep dan kawan-kawan punya mimpi besar, menjadikan DAI lebih besar lagi. Lebih besar dari sekedar penyelengaraan pendidikan non-formal. DAI bermimpi bahwa tahun depan bisa diresmikan pembangunan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berbasisi keahlian riil dan juga perbaikan moral dengan mengedepankan nilai-nilai keagamaan.

Mimpi itu akan berat untuk terwujud, namun dengan persiapan yang matang tidak ada kata tidak bahwa DAI akan bisa mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang mengedepankan inklusivitas dan perbaikan moral.

Inklusivitas yang dimaksud adalah semua anak dari berbagai tingkatan bisa bersekolah di sini tanpa perlu membayar sepeser pun. Tentu saja dengan memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki oleh DAI dan komitmen yang tinggi dari tim di dalamnya akan mengantarkan DAI meraih mempi besarnya.

Yopi Makdori
Yopi Makdori
Jurnalis
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.