Minggu, November 24, 2024

Militer Bangladesh Mengambil Alih Kekuasaan Pasca Kerusuhan?

Syahrir Akbar
Syahrir Akbar
Penulis Pemula di Bidang Kebijakan Publik dan Geopolitik
- Advertisement -

Bangladesh mengalami kerusuhan besar yang dilakukan oleh gerakan mahasiswa sejak 1 Juli 2024 lalu. Awalnya, gerakan mahasiswa ini hanya sebatas demonstrasi damai menuntut kebijakan pemberikan sepertiga kuota penerimaan pegawai negeri yang diberlakukan kembali.

Demonstrasi ini berujung kerusuhan usai Perdana Menteri Sheikh Hasina menghina para demonstran dan menolak tuntutan mereka. Akibatnya, kerusuhan ini berlangsung hingga menimbulkan korban jiwa.

Atas desakan para demonstran, Sheikh Hasina melepaskan jabatan perdana menterinya dan meninggalkan Bangladesh. Mundurnya Sheikh Hasina sebagai perdana menteri diumumkan oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Waker-us-Zaman di televisi pada Senin sore.

Sehari setelah pengunduran diri Sheikh Hasina, Presiden Bangladesh, Mohammad Shahabuddin, turut membubarkan parlemen pada Selasa (6/8/2024) sebagai jawaban atas tuntutan demonstran. Pembubaran parlemen ini membuka jalan dibentuknya pemerintahan yang baru. Para demonstran yang terdiri dari mayoritas aliansi mahasiswa mendesak Mohammad Shahabuddin untuk membentuk pemerintahan sementara.

Waker mengumumkan bahwa militer akan mengambil pemerintahan sementara dan menemui delegasi demonstran di kediaman Shabuddin bersama pemimpin militer lainnya. Para delegasi demonstran yang terdiri dari tiga belas mahasiswa dan dua orang profesor dari Universitas Dhaka meminta agar Muhammad Yunus memimpin pemerintahan sementara. Muhammad Yunus sendiri dipercaya oleh masyarakat karena ia pernah meraih nobel atas inovasinya di bidang ekonomi yang bermanfaat bagi rakyat kecil.

Diskusi tersebut berhasil mencapai kesepakatan pertama untuk menunjuk Muhammad Yunus menjadi pemimpin pemerintahan transisi. Tentunya hal ini menurunkan tensi ketegangan di antara para demonstran. Sebab, militer yang mengambil alih pemerintahan pasca pembubaran parlemen menciptakan sedikit kekhawatiran.

Meskipun demikian, proses pembentukan pemerintahan transisi ini tetap perlu pengawasan yang ketat. Jika dilihat dari sejarahnya, militer Bangladesh memiliki catatan yang buruk dalam beberapa peristiwa yang dapat dianggap sebagai upaya kudeta.

Kudeta militer di Bangladesh pertama kali dilakukan pada tahun 1975. Ini adalah kudeta militer terparah di Bangladesh. Bagaimana tidak, dalam kurun waktu kurang dari setengah tahun kudeta telah terjadi sebanyak tiga kali. Pertama, pada 15 Agustus 1975 perwira militer meluncurkan kudeta terhadap pemerintahan sekuler Sheikh Mujibur Rahman, – ayah dari Sheikh Hasina, dengan pemerintahan Islam yang dipimpin oleh Khandaker Mustaque Ahmed.

Kemudian, pada 3 November di tahun yang sama, Brigadir Khaled Mosharaff menggulingkan kekuasaan Khandaker Mushtaque Ahmed. Khaled Mosharaff juga menempatkan Mayor Jenderal Ziaur Rahman yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat di bawah tahanan rumah.

Belum seminggu Khaled Mosharaff menduduki kursi kekuasaan, pada 7 November 1975 kembali diluncurkan kudeta oleh personel tentara sayap kiri yang bekerja sama dengan para politisi sayap kiri. Kudeta tersebut membuat Ziaur Rahman bebas dari tahanan rumah dan memungkinkan dirinya untuk merebut kekuasaan sehingga ia berhasil menjadi presiden.

- Advertisement -

Kudeta terakhir dilakukan pada 11 Januari 2007 oleh Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Moeen U. Ahmed terhadap pemerintahan sementara. Moeen membentuk pemerintahan sementaranya sendiri yang didukung oleh militer. Hal ini berlangsung hingga Desember 2008 setelah parlemen mengadakan pemilihan.

Selain beberapa peristiwa tersebut, diketahui sebenarnya Bangladesh telah mengalami sebanyak 29 upaya kudeta militer sepanjang sejarahnya. Hal ini menimbulkan asumsi tersendiri kepada publik terkait pengambilalihan pemerintahan oleh militer pasca pembubaran parlemen pada tahun 2024 ini.

Tindakan militer ini dapat dianggap sebagai sikap oportunis bagi sebagian orang. Militer seolah-olah memanfaatkan kerusuhan yang terjadi untuk mengambil alih kekuasaan. Di tengah situasi Bangladesh yang memanas, pihak militer menolak untuk mendukung Sheikh Hasina hingga akhirnya ia harus kabur ke negara lain.

Meskipun Zaman belum memberikan pernyataan terbuka untuk menarik dukungannya kepada Sheikh Hasina, skap militer ini dapat dianggap sebagai penolakan dukungan. Hal ini dapat dilihat dari keputusan militer Bangladesh yang tidak mematuhi perintah Sheikh Hasina terkait penegakkan jam malam.

Sikap militer yang menolak dukungan kepada Sheikh Hasina seolah-olah menunjukkan bahwa militer berada di pihak rakyat. Mereka menjadi ‘pahlawan’ yang berjuang bersama rakyat untuk membentuk pemerintahan baru yang lebih baik. Kesempatan ini digunakan oleh militer untuk mengambil alih pemerintahan.

Faktanya, memang militer menuruti permintaan demonstran untuk menunjuk Muhammad Yunus, yang berasal dari kalangan sipil, untuk menjadi pemimpin pemerintahan sementara. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa Muhammad Yunus hanya menjadi alat bagi militer untuk melanggengkan kekuasaan mereka.

Mengingat usia Muhammad Yunus yang sudah mencapai 84 tahun, dan disertai kondisi kesehatannya yang menurun, sangat mungkin bagi militer untuk memanfaatkan Muhammad Yunus sebagai boneka. Layaknya yang terjadi pada kudeta tahun 2007, Presiden Bangladesh saat itu Iajuddin Ahmed harus menjalankan kursi kepresidenan dengan todongan senjata.

Situasi ini benar-benar jackpot bagi militer. Mereka tidak perlu mengerahkan pasukan untuk melakukan kudeta seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Mereka cukup memanfaatkan kerusuhan yang diciptakan oleh para mahasiswa yang berdemonstrasi untuk mengambil alih pemerintahan.

Hal ini yang harus diwaspadai oleh publik. Militer yang terlihat pro rakyat bisa saja menjadi ancaman baru bagi negara tersebut. Entah itu dengan mengendalikan pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Muhammad Yunus, maupun dengan melakukan kudeta terhadap pemerintahan sementara tersebut dan membentuk pemerintahan sementara baru yang sepenuhnya dikontrol oleh militer.

Berdasarkan hal tersebut, penting bagi masyarakat Bangladesh untuk mengawasi pemerintahan sementara secara ketat. Mulai dari proses pembentukannya hingga proses pemilihan parlemen yang baru. Jangan biarkan militer mengambil kesempatan untuk mengambil alih kekuasaan di luar konstitusi negara.

Syahrir Akbar
Syahrir Akbar
Penulis Pemula di Bidang Kebijakan Publik dan Geopolitik
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.