Jumat, April 19, 2024

Metafisika Muhammad Iqbal

Rohmatul Izad
Rohmatul Izad
Alumni Pascasarjana Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada.

Dalam bukunya Prolegomena, Kant mengajukan pertanyaan: Apakah metafisika itu mungkin? Jawaban Kant atas pertanyaan ini negatif tidak mungkin. Alasan-alasannya didasarkan pada ciri yang agak ganjil bagi pengetahuan manusia. Pengetahuan itu ditentukan oleh ruang dan waktu. Karena dunia ini terdiri dari dua faktor, yakni, benda-benda dan perubahannya.

Bagi manusia, benda-benda tanpa ruang adalah tak dapat dipahami. Kita melihat, semua benda berada dalam ruang. Apakah mereka berada dalam dirinya sendiri kita tidak dapat mengatakan, karena jawaban atas pertanyaan tersebut kita harus naik ke level pengetahuan yang lebih tinggi dan melepaskan benda-benda dari selubung ruang.

Sampai pada batas ini, Kant berkesimpulan bahwa terhadap hal-hal yang diluar batas pengetahuan indrawi, adalah tidak mungkin, di sini Kant menempatkannya pada wilayah noumena. Dalam hal ini, Iqbal berbeda dengan Kant. Iqbal mempertahakan, ada suatu level pengalaman selain level normal, dan level pengalaman itu adalah pengalaman intuisi.

Pengalaman ini adalah pengalaman yang unik, sebuah pengalaman yang mempunyai jenis tersendiri, dan secara esensial berbeda dengan jenis pengalaman lainnya. Pengalaman ini berbeda dengan persepsi dan pikiran. Dengan intuisi manusia dapat melampui keduanya.

Tehadap ruang lingkup wilayah metafisika, Iqbal membaginya melalui tiga hal atau wilayah. Yakni Intuisi, Diri, dan Tuhan. Sementara itu Intuisi dalam konteks itu lebih merupakan suatu metode atau sampai pada wilayah metafisika Diri dan Tuhan. Sehingga intuisi sebagai mediasi bagi kemungkinan metafisika adalah sesuatu yang sama sekali tidak bisa diabaikan. Poin-poin spesifik dari detail penjelasannya, dapat diuranikan sebagai berikut:

Pertama, Intuisi: Menurut Iqbal, Intuisi adalah suatu pengalaman singkat tentang Yang Nyata. Realitas yang sebenarnya masuk melalui diri dalam pengalaman ini. Pengalaman singkat ini bentuknya menyerupai persepsi. Realitas Mutlak, denga pengalaman melalui intuisi, dapat dipahami secara langsung.

Tuhan dipahami sebagaimana kita mengetahui objek-objek lainnya. Di sini pengetahuan adalah langsung. Jadi, Intuisi berbeda dengan pikiran. Pengetahuan yang diperoleh melalui pikiran selalu berjangka dan tidak langsunng.

Iqbal menambahkan bahwa intuisi adalah milik khas hati. Ia bukan milik akal atau intelek. Akal atau intelek hanya bisa menjangkau dunia fenomena, yakni aspek realitas yang tampak dalam persepsi indrawi. Dengan itu, intuisi adalah keseluruhan yang tak teranalisa.

Di dalam intuisi itu adalah keseluruhan realitas yang berada dalam satu kesatuan yang tak terbagi. Selanjutnya, melalui intuisi, kesatuan yang tak terurai, menyatakan diri sebagai sebuah Diri yang unik.

Intuisi menerima realitas sebagai keseluruhan. Memunculkan arti bahwa “waktu serial” adalah tidak nyata. Tidak seperti Bergson yang membela intuisi tetapi sekedar mengatakan bahwa intuisi adalah simpati intelektual.

Kedua, Diri: Filsafat Iqbal, titik tekannya adalah filsafat Diri. Diri merupakan awal sekaligus masalah dasar pemikiran Iqbal. Dirilah yang memberi Iqbal jalan menuju metafisika, karena menurut Iqbal intuisi diri yang membuat metafisika mungkin. Iqbal menegaskan bahwa dirinya telah mempunyai intuisi ini.

Diri adalah suatu realitas yang benar-benar nyata. Diri ada dan keberadaannya terletak dalam kahekatnya sendiri. Dengan intuisi itu kita mengetahui bahwa diri benar-benar nyata. Kita dapat mengetahui hakikatnya secara langsung.

Jadi, Intuisi Diri juga memberikan keyakinan kokoh dan langsung atas kebenaradan pengalaman. Dan lebih lanjut, intuisi tidak hanya menguatkan keberadaan diri tetapi juga memperlihatkan sifat dan hakikatnya. Diri seperti yang diketahui lewat intuisi, pada dasarnya adalah bersifat memerintah, bebas dan abadi.

Lebih lanjut, Iqbal menurutkan bahwa diri merupakan entitas metafisik dan ia diasumsikan untuk menjelaskan pengalaman-pengalaman. Lalu, kesatuan pengalaman yang didasarkan pada substansi jiwa secara sederhana tidak membuktikan ketidak-terbagiannya maupun keabadiannya, seperti yang ditunjukkan oleh Kant.

Iqbal mengatakan bahwa teori tidak dapat menjelaskan fenomena psikologis dari kepribadian ganda. Jadi, pemikiran metafisik tidak menunjukkan apapun, juga tidak menunjukkan hakikat diri.

Ketiga, Tuhan: Alam semesta, adalah bagian dari sifat sebuah kehendak kreatif yang bebas. Kehendak merupakan dasar dari semua realitas. Ia pecah dan menggelembung dalam fenomena. Ia mewujudkan dirinya dalam segala realitas. Tak ada kekuatan atau dorongan dari belakang kehendak. Ia tidak tunduk pada hukum kekuatan apapun, karena kalau demikian ia menjadi tidak kreatif sama sekali.

Oleh sebab itu, kehendak bebas dan kreatif bisa digambarkan dalam dua cara. Pertama, ia sebagai kekuatan buta, yang tidak mempunyai tujuan sebelumnya. Kedua, ia mempunyai tujuan, yang menentukan ciptaannya untuk mencapai sebuah tujuan.

Iqbal memahami Tuhan sebagai pribadi atau Ego. Iqbal menuturkan bahwa kita telah menyaksikan pertimbangan yang didasarkan pada pengalaman religius sepenuhnya memuaskan pembuktian secara intelek.

Bagian-bagian yang lebih penting dari pengalaman, apabila ditinjau dalam suatu pandangan sintesis, menunjukkan bahwa satu Iradah kreatif yang terarah secara rasional, yang telah digambarkan sebagai suatu ego, adalah dasar sebenarnya dari pengalaman. Untuk menekankan individualitas dari Ego yang Mutlak, al-Qur’an menyebutkan-Nya dengan nama “Allah”.

Tuhan sebagai Ego, adalah realitas tertinggi satu-satunya dan ego-ego terbatas seperti makhluk terserap ke dalamnya. Ia tak mempunyai eksitensi yang terpisah dari Ego tertinggi di mana ia sendiri yang nyata. Ego tertinggi menarik ego-ego terbatas ke dalam dirinya tanpa menghilangkan keberadaannya. Namun, bisa jadi Ego tertinggi mungkin bisa dianggap terpisah dan mengatasi ego-ego terbatas.

Bibliografi

Enver, Ishrat Hasan, 2004, Metafisika Iqbal; Pengantar untuk Memahami The Recontruction of Religious Thought in Islam, terj. Fauzi Arifin, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Iqbal, Muhammad, 2008, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam, terj. Ali Audah dkk, Yogkayarta: Jalasutra.

Bergson, Henry, Introduction To Metaphysics. Pdf.        

Kant, Immanuel, 1996, Critic of Pure Reason, terj. Werner S. Pluhar, USA: Hackett Publishing Company.

Rohmatul Izad
Rohmatul Izad
Alumni Pascasarjana Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.