Setelah 78 tahun merdeka, tentu kemerdekaan bukan hanya dirasakan bahwa kita sebagai warga Indonesia telah bebas dari penjajah, namun hal tersebut banyak “memerdekakan” hal-hal lain yang dulu tidak mungkin dan sekarang mungkin dilakukan atas aspek kehidupan lainnya, termasuk untuk perempuan.
Lahir dan besar di era yang sudah memberi banyak ruang untuk bertumbuh bagi perempuan merupakan sebuah privilege yang tiada duanya. Tapi, tanpa disadari masih ada pandangan dari masyarakat yang sering menilai perempuan atas pilihan dan peran yang dijalaninya.
Disaat sudah menginjak umur tertentu perempuan seakan-akan harus mengikuti pola yang ada di masyarakat untuk dinilai sebagai perempuan yang ‘ideal’. Menikah merupakan suatu indikator yang fundamental bagi setiap perempuan di usia 20-an. Hal ini membuat perempuan menjadi insecure dengan status ‘sendiri’ sehingga lebih baik berkeluarga walaupun ada faktor ketidakmatangan secara emosi maupun finansial, demi alih-alih memperoleh pengakuan dari masyarakat atau bahkan keluarganya.
Hal itu sangat disayangkan karena di umur produktif tentu wanita mempunyai banyak pilihan bukan hanya untuk menikah saja melainkan mengejar Pendidikan lebih tinggi lagi maupun menggeluti tangga karir.
Di sisi lain, perempuan yang menggeluti karir di bidang-bidangnya dan belum menikah dianggap menjadi ‘wanita alpha’ yang dianggap dominan dan tidak mau diatur oleh laki-laki. Tidak pernah ada yang salah dengan wanita yang berkarir, disaat ia ingin mengaplikasikan apa yang telah dipelajarinya dan duduk diantara laki-laki menjadi pemimpin.
Disaat perempuan menikmati pekerjaannya disitu ia bisa menjadi 2 pribadi yang berbeda. Menjadi sosok yang kuat dan independent di luar rumah dan menjadi perempuan yang lemah lembut di rumah. Pada dasarnya tidak ada perempuan yang 100% kuat dan independen, sesuai kodratnya perempuan yang merupakan makhluk sosial pasti selalu membutuhkan orang lain maupun pasangan hidup tempat bercerita dan berbagi.
Kerap kali masyarakat juga akan berkomentar “jangan keasyikan bekerja, nanti lupa nikah…” atau “…nanti kalau udah diusia tertentu udah ketuaan…”. Dalam tahap ini perempuan seperti dianggap sebagai komoditas dimana terdapat label tanggal kadaluarsa.
Kemudian, di perspektif lainnya tentang perempuan yang sudah berkeluarga tapi tetap bekerja dan mengejar passion-nya untuk berkarir juga kerap mendapat cap sebagai ‘perempuan egois’, karena meninggalkan ‘keluarga’ untuk keluar rumah, sehingga seakan-akan tidak memperhatikan keluarganya.
Dalam hal ini selalu ada 2 kemungkinan, yang pertama memang bekerja karena jika suami saja yang bekerja maka kebutuhan tidak tercukupi dan perempuan disini merasa harus mendukung kondisi ekonomi suami dengan mencari tambahan pundi-pundi. Hal lain, bisa jadi perempuan ini memang mempunyai ambisi untuk terus berkarir.
Hal tersebut sangatlah wajar adanya, dimanaa pernikahan bagi perempuan seharusnya bukan menjadi hambatan melainkan menjadi titik awal untuk saling mendukung antara suami dan istri untuk terus berkembang dan sukses untuk apapun yang telah dirintis dan diusahakan.
Tidak ada yang salah dengan wanita yang belum menikah walaupun sudah cukup umur atau bahkan jika sudah melampaui usia yang dianggal ideal oleh norma masyarakat, karena menikah merupakan salah satu bentuk rezeki Tuhan seperti umur, maupun kematian. Sehingga rezeki ini tidak dapat dipercepat ataupun diperlambat, semua akan tiba pada waktu yang terbaik.
Sebagai perempuan prioritaskanlah untuk memilih pasangan yang tepat karena pasangan yang tepat menentukan kebahagiaan hingga akhir hayat, sehingga redamlah omongan dan penilaian dari masyakarat. Just keep going! Menjadi wanita karir yang hebat, memimpin tim setiap hari dan menjadi pembuat keputusan? Jangan pernah takut dengan penilaian orang, kamu hebat! Teruslah, wahai perempuan menjadi versi terbaik dirimu sendiri dan jalani setiap hari dengan penuh percaya diri dan bahagia.
Kemudian, tidak menjadi full time mom, karena harus tetap bekerja demi membantu memenuhi kebutuhan keluarga? ataupun memang semata-mata terus ingin bertumbuh dan berkembang untuk menjadi ahli dibidangnya? Apapun alasannya, kamu luar biasa! Jangan pernah berhenti karena kita harus memilih 1 peran dihidup kita, selama hal tersebut memberikan dampak positif dalam hidup kita sebagai individu maupun sebagai bagian dalam keluarga.
Sebagai perempuan Indonesia yang merdeka, perempuan pun juga merdeka untuk menjalani perannya sesuai dengan pilihannya selama kita bertanggung jawab dengan keputusan yang diambil. Jadilah versi terbaik diri kita. Tidak dapat dipungkiri, peran perempuan yang berdaya sangat essensial dalam kemajuan suatu negara. Maka, yakinlah Indonesia akan menjadi negara yang semakin besar dan sukses di saat peran dan pilihan perempuan tidak dibatasi.