Jumat, April 26, 2024

Merawat Lapak Offline di Tengah Kemudahan Belanja Online

Johara Masruroh
Johara Masruroh
Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

“Habis mborong, Mbak?” tanya Mbah Jumi saat saya menerima sebuah paketan besar dari seorang kurir.

“Hehe, bukan mborong, ini hanya perlengkapan anak saya kok, Mbah,” jawab saya jujur. Paketan tersebut memang benar berisi barang-barang keperluan anak batita saya. Hanya saja, ukurannya  tampak besar karena di dalamnya berisi pampers sekitar 70-an pcs. Selebihnya hanyalah peralatan mandi dan kosmetik anak.

“Lho beli begituan kok ya pakai online-online to. Beli saja di toko tetangga, kan tetangga jadi senang kalau tokonya dilarisi. Pasar juga dekat, banyak itu yang jual di sana,” kata Mbah Jumi.

Percakapan bersama Mbah Jumi itu terjadi sekitar setahun yang lalu tetapi entah mengapa saya melupakannya begitu saja. Namun, beberapa hari ini kalimat Mbah Jumi kembali terngiang gara-gara saya bertemu teman lama yang saat ini berjualan pakaian di pasar. Iseng saya tanya tentang perkembangan bisnis pakaiannya itu. Dia mengeluh betapa ia sangat kehilangan para pelanggan, lebih-lebih di saat pandemi seperti ini. “Sekarang orang-orang lebih suka belanja online daripada belanja di pasar,” katanya.

Tidak bisa dipungkiri masyarakat saat ini memang banyak yang beralih berbelanja online. Berbagai kemudahan dan kelebihan bisa didapatkan para pembeli. Pembeli tak perlu keluar rumah, tinggal klik pesan sekarang dan barang akan segera dikirim. Kelebihan lainnya, pembeli bisa mengecek barang pesanan telah diproses sampai sejauh mana. Dan yang paling menyenangkan adalah banyaknya marketplace yang memberikan voucher gratis ongkir, potongan harga, dan cashback. Itulah alasannya belanja online kian diminati.

Bagi pelaku bisnis online, mereka bisa mendapatkan pelanggan dalam jumlah besar yang tak terbatas oleh ruang dan waktu. Bahkan pelaku bisnis bisa berjualan dari rumah tanpa memiliki toko, sehingga modal sewa toko bisa digunakan untuk memperbanyak jumlah produk. Makanya, saat ini banyak sekali orang terjun ke bisnis online dan sebagai imbasnya lapak offlline mengalami penurunan pendapatan.

Dikutip dari laman Suara.com, seorang pedagang bernama Asep di kawasan pasar baru, Jakarta, mengaku sangat merasakan penurunan pendapatan sejak menjamurnya bisnis online. Bahkan penurunannya sekitar 60%. Ia juga mengatakan penurunan tersebut tidak dirasakan oleh dirinya sendiri, melainkan seluruh toko yang ada di pasar baru.

Karena pendapatan lapak offline semakin menurun, para pedagang pun banyak yang mencoba ikut terjun berjualan online. Namun, ternyata bisnis online tidak semudah yang dibayangkan. Banyak pedagang yang tidak bisa bertahan berdagang online dan kembali menekuni lapak offlinenya.

Teman saya, yang berjualan di pasar pernah mencoba berjualan melalui Facebook untuk menjangkau lebih banyak pembeli. Ternyata, yang jadi pembeli di Facebook pun merupakan pelanggan setianya di pasar. Orang itu dan orang itu lagi. Orang yang tempat tinggalnya jauh memang pernah menanyakan harga barang. Namun tak sampai membeli karena si penanya harga merasa keberatan dengan ongkir. Akhirnya teman saya memilih tak lagi menggunakan akun Facebooknya untuk berjualan.

Pedagang lain di pasar tempat teman saya berjualan itu juga pernah bergabung dengan salah satu marketplace. Namun tak lama ini dia tutup akun karena sepi pembeli. Ia mengaku kalah dengan para pemilik modal besar  yang mampu memberikan diskon atau menjual barang dagangannya dengan harga lebih murah. Kalau berbelanja online di marketplace, pembeli memang diberi kemudahan melihat harga barang dari berbagai toko dan sudah pasti toko yang menjual harga paling murahlah yang dipilih pembeli. Itulah sebabnya pemilik modal kecil yang menjual barang dengan harga pasar menjadi tersisih.

Cerita teman saya tadi menunjukkan bahwa sebenarnya para pedagang offline itu bukannya tidak mau belajar dan mengikuti tren sekarang. Namun mereka memiliki keterbatasan-keterbatasan yang membuat mereka tidak bisa eksis di dunia bisnis online. Selain itu, ada banyak sekali pedagang yang memang sama sekali tidak memiliki keterampilan online. Alasannya bisa jadi karena pendidikan yang rendah atau karena usia yang tidak lagi memungkinkan untuk mempelajari itu.

“Kapan-kapan mampirlah ke tokoku. Lihat-lihat dulu nggak apa-apa, siapa tahu ada pakaian yang kamu suka,” pinta teman saya di akhir pertemuan kami.

Jujur, saya cukup kaget mendengar permintaan teman saya tersebut. Saya jadi berpikir jangan-jangan selama ini saya terlalu egois karena terus-menerus dimanjakan dengan berbagai kemudahan belanja online.

Saya juga bertanya-tanya, “Benarkah saya berbelanja online sekadar  mencari kepraktisan, atau jangan-jangan saya memang mengabaikan orang-orang yang tidak beruntung untuk menceburkan diri dalam bisnis online, padahal mereka ada di dekat saya?”

Harbolnas beberapa hari yang lalu menawarkan banyak sekali diskon yang menggiurkan. Namun, akhirnya saya memilih merayakan dengan menengok lapak offline teman di pasar dan ke toko tetangga untuk membeli sejumlah kebutuhan sehari-hari.  Tentu saja dengan tetap mematuhi protokol kesehatan karena saat ini masih musim pandemi.

Johara Masruroh
Johara Masruroh
Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.