Sabtu, Oktober 5, 2024

Menyoal Optimis dalam Krisis Kapitalisme

Deda Rainditya
Deda Rainditya
Deda R. Rainditya merupakan asisten peneliti dan asisten dosen di Departemen Politik, Universitas Airlangga, dan sering melakukan beberapa penelitian di Jawa Timur. Ruang lingkup dan fokus kajian di bidang Ekonomi Politik Indonesia dan studi neoliberal.

Artikel tulisan ini adalah respon serius dari tulisan Airlangga Pribadi Kusman di Geotimes berjudul Dialektika Pembebasan Dan Penundukan Sains Dalam Kapitalisme. Genealogi tawaran dalam tulisan ini kurang lebih seperti ini, bagi Kusman Ilmu Pengetahuan manusia dalam tata organisasi sosial kapitalisme telah menjadi penggerak utama melalui inovasi riset (yang didalamnya juga menyoal problem institusi pendidikan).

Kusman memberikan realitas seputar krisis ekologis yang merupakan kontradiksi antara keseimbangan ekologis dengan sistem sosial mainstream, kapitalisme. Hal ini lah yang bagi Kusman telah menciptakan inkorporasi ilmu pengetahuan, dimana ilmuwan bertindak dan terisoalasi kepentingan bisnis kapitalisme.

Sehingga sikap Kusman, perkembangan aktual momen krisis tersebut merupakan momen terbaik  untuk manusia berfikir waras merehabilitasi kemanusiaan beserta segenap ekosistemnya. Disinilah tulisan tersebut kehilangan konteks dan utopis.

Absennya Penjelasan Negara

Saya memulai penjelasan antropologis yang juga menjadi bagian pemeriksaan hubungan materialis antara kapitalisme dengan ilmu pengetahuan dalam tulisan tersebut. Karl Marx dan Eangles menaruh penjelasan ilmu pengetahuan dalam dialektika materialis historis-nya. Ilmu pengetahuan telah berkembang sejak pra-sejarah, manusia –  kelompok masyarakat- telah melakukan pengembangan teknologi seperti alat berburu dan alat makan untuk bertahan hidup.

Perkembangan manusia degan alat produksinya -alam- mulai mengalami ketercabutan seiring terbentuk dan berkembangnya kelembagaan yang semakin advance dari kelompok hingga institusi modern – termasuk negara. Disinilah juga proses hubungan sosial antarmanusia dengan manusia serta kelompok dengan kelompok berubah menjadi ber-kelas.

Dari penelusuran itulah, kita sejenak patut mempertimbangkan analisa Karl Polanyi mengenai Homo Economic untuk menelusuri embeded nya masyarakat dan pasar yang nantinya kita akan terbantu melihat posisi negara. Polanyi mengkritik self-regulating market system setelah

Menjadi penting mengenai analisa Karl Polanyi mengenai ketercabutan pasar dari realsi sosial masyarakat menjadi pasar yang menatur dirinya sendiri – self regulating system – atau dari masyarakat ekonomi dimana nature-nya manusia merupakan homo economic sehingga pasar ekonomi diatur dibawah aturan yang diciptakan oleh masyarakat (negara) menjadi ekonomi self regulating system atau sistem ekonomi pasar dengan demikiran proses ketercabutan tersebut lahirlah apa yang disebut masyarakat pasar.

Kusman mengabaikan perkembangan institusional dalam melihat perkembangan hubungan kapitalisme dan ilmu pengetahuan. Perkembangan institusi modern dalam diskusi kapitalisme seharusnya diselesaikan sejak awal sebelum menyoal hubungan ilmu pengetahuan dan kapitalisme aktual.

Mengabaikan Kontekstualisasi sebagai Analisa

Analisa utama tentang hegemoni relasi oligarki tidak ditempatkan Kusman sebagai variabel penting dalam analisa Kusman mengenai krisis kapitalisme karena pandemi COVID-19. Sehingga terdapat dua pendapat yang saya ajukan. Pertama, di domain universal, problem utama dari krisis kapitalisme – setidaknya hingga hari ini – adalah berhentinya semua aktivitas ekonomi, penurunan konsumsi harian sektor non pemerintah lumpuh.

Pendapat teranyar dari David Harvey bahwa penyelamatan krisis kapitalisme – untuk sementara- adalah perubahan pola konsumsi dari sektor yang sebelumnya didukung sektor non pemerintah menjadi konsumsi pemerintah.

Kedua, inkorporasi sains yang didalamnya koalisi intelektual yang menjadi problem yang mengganggu seorang Kusman dalam tulisannya adalah mekanisme yang nature dari format ekonomi neoliberal yang saat ini beroperasi.

Hal ini dapat dilihat dari thesis Kusman dalam buku The vortex of Power (2019)  bahwa kaum intelektual tidak bersalah berkontribusi dalam perebutan kekuasaan yang membentuk lanskap politik Indonesia kontemporer (Kusman 2019: 237). Penegasan berkali-kali bahwa kaum intelektual menurutnya, selalu terlibat dalam perebutan kekuasaan utamanya di negara-negara dengan lanskap relasi oligarki yang mapan.

Laporan IMF dalam Outlook Update Juni 2020 juga perlu diperhatikan seperti peningkatan daya dukung keuangan oleh negara bagi kapasitas perawatan kesehatan hingga penyaluran dana untuk produksi vaksin. IMF juga memberikan rekomendasi negara-negara emerging market and developing economies untuk melalukan proteksi konsumsi rumah tangga. Jika hal ini dilakukan dimana negara mengambil kontrol atas situasi krisis tersebut proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 di negara emerging and developing Asia positif diangka 7,4 % dimana hingga akhir 2020 proyeksi pertumbuhan ekonomi negara emerging and developing Asia di angka negatif  0,8 %  (lihat Tabel 1).

Tabel 1. Real GDP Growth Projections (Sumber: IMF 2020)

Di level konteks, karena mengabaikan diskusi negara Kusman terjebak pada analisa aktual yang utopis. Sebelumnya, Kusman memperkenalkan tesisnya dengan gambaran indahnya tentang intelektual sebagai pembawa obor ide-ide demokrasi pro-pasar dan liberal, analisis neo-Foucauldian tentang keterikatan intelektual dalam permainan dan hubungan kekuasaan diskursif, dan kritik neo-Gramscian terhadap intelektual sebagai agen kelas kapitalis transnasional.

Namun dalam tulisan artikel nya di Geotimes, secara gagap melihat situasi inkorporasi sains terkait dengan pengembangan vaksin sangat bergantung pada logika bisnis adalah problem dan harus segera dibebaskan. Disinilah logika materialis yang hilang. Pertautan relasi oligarki dengan kelas intelektual sebagai sebuah realitas digugurkan untuk membentuk optimisme dari krisis kapitalisme.

Kesimpulan

Jika diterima Kusman maupun pembaca secara umum saya memberikan dua catatan, pertama pentingnya degree of state dalam diskusi neoliberalisme aktual seharusnya menjadi bagian penting ketika melihat krisis kapitalisme dalam hal ini karena pandemi COVID-19. Meningkatnya peran negara justru menjadi bagian dari temporary fix krisis internal kapitalisme itu sendiri, dan ini harus diperhatikan.

Kedua, kontektualisasi menjadi penting yang tidak bisa diabaikan, saya dalam tulisan ini me-challengeargumen Kusman sendiri dalam Vortex mengenai pertautan kaum intelektual dengan relasi oligarki. Jika pengembangan sains dalam hal ini pengembangan vaksin harus terbebas dari logika bisnis sedangkan proses crisis fix adalah bagian dari internal krisis kapitalisme itu sendiri maka thesis vortex justru relevan dalam situasi hari ini.

Walaupun saya tidak sepakat atas sikap Kusman mengenai pembajakan oligarki atas agenda neoliberalisme. Secara bersama-sama kelas intelektual, relasi oligarki dan agenda neoliberalisme bertautan pada satu titik dalam situasi pandemi COVID-19.

Deda Rainditya
Deda Rainditya
Deda R. Rainditya merupakan asisten peneliti dan asisten dosen di Departemen Politik, Universitas Airlangga, dan sering melakukan beberapa penelitian di Jawa Timur. Ruang lingkup dan fokus kajian di bidang Ekonomi Politik Indonesia dan studi neoliberal.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.