Foto : bandara.id
Bandara baru New Yogyakarta International Airport(NYIA) yang akan menggantikan bandara Adi Sutjipto Yogyakarta saat ini dalam proses pembangunan. Bandara yang diperkirakan akan beroperasional pada 2020 ini, terletak di ujung Barat Kota Yogyakarta, tepatnya di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo.
Secara umum, penulis sepakat dengan rencana pembangunan bandara bertaraf internasional tersebut, selain karena bandara Adisucipto sudah cukup padat, namun juga diharapkan bakal memberi dampak ganda terhadap perekonomian DIY, khususnya warga sekitar bandara.
Kering Makna dan Spirit
Namun demikian, ada yang mengganjal dalam benak penulis, yaitu soal pilihan nama yang kurang relevan dan terkesan hanya untuk gagah-gagahan. Hal tersebut karena nama NYIA tidak mencerminkan identitas dan spirit kearifan lokal provinsi DIY. Pendek kata, nama tersebut tak ada kesan “istimewa” sebagaimana Yogyakarta yang dikenal istimewa.
Pilihan nama dengan bahasa internasional, tepatnya bahasa inggris, hanya mengesankan bahwa bandara baru ini bertaraf internasional yang terletak di Yogyakarta. Namun secara makna dan spirit terasa kering makna dan tak memiliki nilai spirit.
Jika kita menoleh nama bandara di berbagai kota di Indonesia, pilihan nama sebagian besar merupakan nama pahlawan yang berjasa terhadap republik ini atau mencerminkan kekayaan local wisdom. Misal saja, bandara Soekarno-Hatta di Tangerang, bandara Juanda di Surabaya, bandara Minangkabau International Airport di Padang, dll.
Asmo Kinaryo Jopo
Dalam budaya Jawa, ada ungkapan populer yang saya kira relevan terkait bagaimana membuat sebuah nama. Sebab dalam tradisi Jawa ada ungkapan “asmo kinaryo jopo” atau nama adalah sebuah doa; kiranya bisa menjadi pengingat para pemangku kepentingan dalam memilih nama bandara yang rencananya berada di hamparan seluas 587 hektar tersebut.
Artinya, membuat sebuah nama tak boleh sembarangan atau sembrono, melainkan mesti dipikir secara masak-masak, sehingga memiliki makna, spirit atau harapan terkait pilihan nama. Tak terkecuali dalam membuat nama bandara yang terletak di pesisir selatan Pulau Jawa ini.
Karena belum diresmikan, hemat saya persoalan pilihan nama ini perlu dipikirkan ulang. Ada banyak alternatif yang bisa ditawarkan, baik dilihat dari sisi kekayaan budaya atau para pejuang yang berasal dari Yogyakarta. Dengan demikian, nama bandara baru tersebut memiliki makna dan spirit yang sebangun dengan konteks masyarakat Yogyakarta.
Setidaknya, ada dua hal yang mesti menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan nama bandara baru tersebut. Pertama, konteks kearifan lokal, kedua konteks spirit atau makna dibalik nama yang dipilih.
Konteks kearifan lokal diperlukan karena Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang kerap dijuluki istimewa lantaran kekayaan budaya. Sedang terkait konteks spirit atau makna diperlukan agar nama tersebut memiliki ghirrah sebagai sumber motivasi dan inspirasi.
Karena itu, paling tidak ada dua pilihan yang bisa dilakukan. Pertama dengan menggunakan nama yang berakar dari kearifan lokal, bisa bahasanya, atau unsur khas lainnya. Kedua, dengan menggunakan nama-nama pejuang yang berasal dari Yogyakarta sehingga dapat menjadi mata air keteladanan serta sumber inspirasi.
Sekedar contoh, untuk pilihan nama yang berakar dari kearifan lokal, bisa saja dengan menggunakan sesuatu yang khas Yogyakarta. Seperti misalnya, Bandara Internasional Ngayojokarto atau nama lainnya yang senafas dengan budaya lokal.
Untuk pilihan nama pejuang, tidak kurang sosok tokoh yang bisa di gunakan. Misal saja, Pangeran Diponegoro, Nyi Ageng Serang, Ki Hajar Dewantoro, Ki Bagoes Hadikusumo, Wahidin Sudirohusodo, Sultan Agung dll. Menggunakan nama pahlawan tentu memiliki makna dan spirit sebagai bentuk penghormatan di satu sisi, serta di sisi lain memberi pembelajaran bagi generasi muda untuk meneladani spirit perjuangannya.
Ini hemat penulis, lebih relevan dan mengandung makna serta spirit yang boleh jadi menjadi “penanda” provinsi DIY yang dikenal “istimewa”. Selain itu, juga akan kian menguatkan kearifan lokal sebagai kekayaan yang selama ini menjadi modal sosial yang berharga. Jika masih menggunakan nama NYIA artinya, tak menambah penanda sebagai daerah yang istimewa.
Tentu ini tidak mudah, sebab proyek bandara ini merupakan megaproyek dibawah Kementerian Perhubungan. Meski demikian, usulan perubahan nama belum bisa dikatakan telat, sebelum diresmikan sehingga masih memungkinkan berubah sesuai spirit dan karakter Yogyakarta. Wallohualam.