Pandemi Covid-19 yang menghujam umat manusia di kuartal pertama tahun 2020 telah mengubah segala sendi kehidupan bermasyarakat. Badai pandemi ini sontak membuat kita untuk terus dapat beradaptasi terhadap situasi dan kondisi yang baru. Masyarakat dihimbau untuk terus menerapkan protokol kesehatan, mengurangi bepergian dan kerumunan. Dengan begitu keadaan ini tentu berdampak bagi seluruh sektor masyarakat kita.
Salah satu dampak signifikan yang diterpa yaitu pekerja seni pertunjukan tradisi. Bagaimana tidak, pekerja seni tradisi yang dari mula berjibaku mempertahankan eksistensinya di tengah arus globalisasi dan informasi yang deras. Kini juga harus bertahan di tengah pandemi yang menjadikan sulitnya perizinan bagi acara yang mengundang kerumunan. Beberapa seni pertunjukan tradisi yang terkena imbas nyata ialah seni jaranan/kuda lumping, ludruk, ketoprak, jathilan, wayang kulit dan lain sebagainya.
Ketika begitu sulitnya akses perizinan, undangan untuk mengisi beberapa acara pertunjukan pun terpaksa tiada. Kita dapat melihat misalnya pada seni pertunjukan tradisi jaranan atau kerap dipanggil kuda lumping. Seni pertunjukan tradisi ini mula-mula masih banyak diminati oleh masyarakat di sekitar eks-karesidenan kediri dan sekitarnya.
Masih begitu banyak masyarakat yang mengundang grup seni jaranan yang tersebar di banyak desa di sana untuk mengisi berbagai acara. Seperti acara bersih desa, hajatan, tasyakuran, khitanan dan lain sebagainya. Terlebih saat momentum bersih desa atau nyadran, yang merupakan “musim pentas” bagi para seniman jaranan untuk menjajakan hiburan seni pertunjukan mereka.
Kini ketika undangan pentas sudah tiada, seni tradisi seperti jaranan ini bak mati suri. Dimana sebagian seniman yang menggantungkan hidupnya dari undangan pentas, harus kuat menahan kesabaran dan pasrah menunggu kondisi kian membaik. Selain itu guna mencukupi kebutuhan mereka banyak seniman yang memilih ganti profesi, untuk mengerjakan apa saja yang bisa untuk memperoleh pundi pemasukan keuangan. Misalnya menjadi pengamen, sopir truk, pengrajin seni dan lain sebagainya.
Situasi Tak Tentu
Keadaan seperti ini apabila berlangsung pada jangka waktu yang lama, akan berdampak pada tergerusnya seni tradisi dalam wacana kebudayaan kita. Entah bagaimanapun sebuah seni tradisi untuk dapat bertahan, dalam berbagai bentuknya harus ada regenerasi. Dimana regenerasi ini muwujud pada terjadinya pergantiaan faset kepemimpinan kepada generasi yang lebih muda. Tentunya proses regenerasi seni tradisi ini tak bisa terjadi secara instan. Dibutuhkan kesepahaman dan ketertarikan dari generasi muda untuk menjadi penerus seniman pertunjukan tradisi. Hal inilah yang menjadi tantangan kita saat ini, bagaimana bisa mendekatkan seni pertunjukan tradisi kepada anak muda di kondisi pandemi.
Sejauh ini upaya yang dilakukan seniman, pemerintah dan pegiat budaya untuk tetap menjadikan seni pertunjukan tradisi tetap relevan ialah melalui pertunjukan daring. Kita harus bersyukur paling tidak pandemi ini terjadi ketika kita telah berada pada saat perkembangan teknologi yang sedemikian rupa. Sehingga menjadikan banyak ruang-ruang digital sebagai alternatif pementasan pertunjukan bagi seni tradisi. Alternatif pertunjukan daring ini tentunya secara praktikal tetap menemui kendalanya sendiri. Tatkala berbagai pilihan produk kebudayaan dan tontonan yang semakin beragam saat ini. Seni pertunjukan tradisi kita pada masa kritis, dimana terjadi semacam “krisis identitas” yang diprediksi akan berkepanjangan.
Pada masa ini seni pertunjukan tradisi yang memampatkan diri pada ruang pentas virtual kehilangan “marwah magis”-nya yang khas. Misalnya seni pertunjukan tradisi sejak dari dulu memang dipertontonkan kepada publik secara langsung. Sebagai kegiatan upacara dan ritual kebudayaan tertentu. Ketika seni tradisi ini beradaptasi di ruang virtual tentu banyak ongkos yang harus dibayar. Yakni unsur otentisitas dari sebuah pertunjukan karya seni yang luhur dan sakral tersebut.
Peran Pemerintah dan Masyarakat
Melalui berbagai sumber daya dan kewenangannya pemerintah sudah selayaknya terlibat aktif dalam menyelesaikan permasalahan ini. Terlebih sejak 2017 silam, kita telah memiliki perangkat perundang-undangan yang mengatur, yakni UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Melalui seperangkat naskah legal-formal tersebut pemerintah diamanatkan untuk mengelola dan memajukan kebudayaan nasional. Hal ini seturut dengan berbagai program antara lain pelindungan, pemeliharaan, penyelamatan, publikasi, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan Obyek Pemajuan Kebudayaan.
Selain peran aktif pemerintah yang diamanatkan Undang-Undang untuk memajukan kebudayaan, masyarakat juga harus terus didorong untuk terlibat aktif. Dalam hal ini masyarakat berperan sebagai subyek dan konsumen budaya, memiliki peran strategis untuk mensukseskan pelestarian seni pertunjukan tradisi kita. Beberapa jalan yang dapat ditempuh antara lain :
- Berperan aktif dalam memperkenalkan seni pertunjukan tradisi kepada generasi muda sebagai penerus
- Menciptakan rasa kebanggaan terhadap seni pertunjukan tradisi kita sebagai kekayaan budaya yang penting untuk dilestarikan
- Mendorong aktivitas dalam memperkenalkan seni pertunjukan tradisi melalui pengembangan komunitas berbasis digital
- Mendukung berbagai kreasi seni pertunjukan tradisi untuk tetap bertahan dalam berbagai gempuran nilai globalisasi
Hingga akhirnya dibutuhkan kesadaran berbagai pihak akan pentingnya pelestarian seni pertunjukan tradisi kita saat ini. Sebagai ciri khas dan identitas bangsa yang menghormati kemajemukan dan nilai luhur. Sebab pada kondisi apapun sebagai bangsa kita bernilai karena memiliki keunikan kebudayaan untuk dihargai bangsa lain.
Hal itu tercermin dari bagaimana masyarakatnya melestarikan kesenian tradisi sebagai Objek Pemajuan Kebudayaannya. Serta harapan terdalam bagi kita semua agar pandemi ini cepat berlalu sehingga dapat terwujud lagi pementasan pertunjukan secara langsung. Sehingga kita tetap dapat bertahan dan mengemban tugas luhur melestarikan kebudayaan bangsa semaksimal mungkin.