Tahun ini menjadi tahun pertama bagi generasi milenial atau mereka yang sekitar lahir pada akhir tahun 1990 dan pada awal tahun 2000 untuk menggunakan hak suaranya dalam Pemilu. Generasi mileneal ini disebutkan menurut para pakar adalah dimana banyaknya kemudahan teknologi sudah berkembang cukup pesat mulai dari kemudahan berbelanja, interaksi di social media.
Informasi yang cepat tersalurkan dan juga kemudahan-kemudahan yang lainnya yang disebabkan perkembangan teknologi tersebut. Dengan banyak kemudahan dalam berbagai hal akan menyebabkan banyak perubahan dari segi psikis dari orang tersebut. Banyak sekali para generasi milenial ini sudah tidak terlalu mengenal prinsip kebangsaan Indonesia. Kebanyakan dari mereka berfikir semua itu sudah kuno atau ketinggalan jaman.
Dalam menentukan pilihan untuk pemimpin Indonesia sendiri pun mereka tidak memiliki pendirian, mereka kebanyakan termakan omong kosong atau hoax yang ada di sosial media begitupun saya awalnya. Saya juga termasuk salah satu generasi milenial, sebulan sebelum Pemilu diselenggarakan saya bimbang harus memilih siapa untuk menjadi pemimpin bangsa ini.
Terlalu banyak doktrin-doktrin di sosial media yang membicarakan kekurangan dan keburukan kedua pasangan calon presiden tersebut. Dan saya pun pada saat itu memilih untuk tidak mencoblos keduanya atau menjadi golput.Semakin dekat menuju pilpres semakin banyak mula kebencian-kebencian yang disebarkan untuk saling merendahkan.
Dan pada saat itu saya mulai tidak memperdulikan lagi masalah pilpres tersebut dan masa bodoh lah akan hal itu. Beberapa hari kemudian ada acara kunjungan ke salah satu museum yang ada di Surabaya tepatnya di Museum 10 November yang diselenggarakan oleh dosen dari mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan (PKN).
Disana banyak sekali peristiwa-peristiwa sejarah yang begitu menyentuh hati nurani saya sendiri, bagaimana perjuangan para pemuda-pemuda Surabaya untuk mempertahankan Negara Indonesia. Bagaimana jejak-jejak peperangan selama berhari-hari untuk mempertahankan kedaulatan negara dari sekutu.
Di sana saya dan rombongan juga mendengarkan pidato dari pahlawan besar Surabaya yakni Bung Tomo yang memberikan semangat kepada para pemuda-pemuda yang ada di Surabaya untuk mepertahankan daerah tersebut.
Dengan tekat yang kuat Bung Tomo berkata dalam pidatonya “Saudara-saudara. Di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya.
Pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku, Pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi, Pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali, Pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan, Pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera, Pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini.
Di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing. Dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung. Telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol. Telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana.”
Bung Tomo membakar semangat para pemuda yang ada di Surabaya pada pertempuran itu meskipun akhirnya Surabaya kalah dan dari pihak Indonesia menelan banyak korban. Banyak sekali para pemuda menyerahkan semua yang dia punya demi kedaulatan NKRI. Disana juga ada satu monument yang berisi tokoh-tokoh perjuanagn Indonesia dan terdapat kata-kata dari bapak pendiri bangsa Indonesia.
Bung Karno, beliau berkata “ Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”. Saya rasa Bapak Proklamasi Indonesia begitu optimis dengan para pemuda Indonesia untuk menjaga NKRI dan memajukan Bangsa Indonesia dengan melihat semangat para pemuda kala itu.
Setelah kunjungan itu berakhir saya pun sedikit merenungkan sikap yang saya ambil sebelumnya bahwa saya akan menjadi golput pada Pemilu 2019. Banyak sekali tokoh-tokoh Indonesia, para pemuda Indonesia rela berkorban nyawa untuk menjaga kedaulatan NKRI. Banyak sekali nyawa pemuda yang sudah direlakan demi Indonesia.
Tapi saya sudah menyerah untuk menetapkan pilihan saya pada pemilu pertama saya karena banyaknya hoax di sosial media. Bapak Soekarno pun 74 tahun yang lalu sudah optimis dengan para pemuda Indonesia dapat menjadi penggerak bangsa ini, dapat menjadi tulang punggung negara ini.
Beliau tidak ragu sedikitpun dengan para pemuda-pemuda Indonesia. Dari situ saya mulai berfikir kenapa saya menyerah dengan keadaan karena hal sederhana, saya tidak sedang berperang, saya sedang tidak baku tembak saya hanya perlu mengenal para calon pemimpin bangsa ini dan mempercayainya untuk memimpin bangsa ini selama 5 tahun kedepan.
Dengan kemudahan teknologi yang ada, dengan cepatnya informasi yang berkembang dapat dimanfaatkan untuk menggali apa yang akan dibawah, apa yang akan dilakukan kedua pasangan calon presiden tersebut untuk kedepannya demi Indonesia yang lebih baik dan akhirnya saya memilih pemimpin yang kiranya cocok untuk Indonesia.
Jadi yang harus kita lakukan sebagai generasi milenial seharusnya dapat memilah-milah informasi yang tersebar, dapat memilah mana yang baik dan mana yang buruk untuk Indonesia, dan kita seharusnya peduli dengan bangsa ini meskipun kontribusi kita tidak besar untuk negara. Satu suara kalian sangatlah penting untuk Indonesia.
Lupakan sikap malas, ego dan acuh tak acuh kalian. 30 tahun lagi Indonesia yang memegang adalah kita generasi milenial. Mari satukan tekat dan semangat kita untuk memajukan Indonesia tercinta ini.
Menumbuhkan jiwa nasionalisme dalam diri kita tidaklah sulit dengan cara-cara sederhana pun dapat dilakukan seperti berkunjung ke museum dan melihat-melihat sejarah, membaca jejak-jejak sejarah, berkunjung ke monument-monumen perjuangan.
Pasti dengan sikap kedewasaan kita, kita dapat tersentuh dan bisa menumbuhkan sikap cinta tanah air mesikipun banyaknya budaya asing yang dibawah globalisasi. Dengan melihat sejarah, melihat perjuangan para tokoh-tokoh kemerdekaan bangsa Indonesia dapat menumbuhkan cinta tanah air bagi generasi milenial.
Seperti Bapak Soekarno bilang “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya”. Meskipun hanya melihat monument-monumen sejarah, mebaca jejak-jejak perjuangan dan apabila kita dapat menghargai setiap pengorbanan jasa para pahlawan kita niscaya jiwa nasionalisme akan tumbuh dan melekat dalam diri kita.