Bukan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) namanya kalau tidak pandai baper dan melakukan ‘dagelan’ politik untuk memperkokoh dinasti Cikeas. Setelah bercengkrama dengan Prabowo (Gerindra), dilanjutkan dengan ngobrol santai dengan Zulkifli Hasan (PAN), SBY langsung memburu Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri. Pesan-pesan politik yang dibawa SBY masih sangat jelas yaitu dia tetap ingin AHY masuk dalam ring satu atau ring 2 di kubu oposisi dalam pilpres 2019 mendatang.
Dalam pandangan saya, tiga pertemuan politik yang dilakoni SBY, merupakan salah satu trik SBY untuk memancing kubu Jokowi agar segera mengumumkan siapa cawapresnya. Selain itu, di hadapan publik SBY juga mencoba meyakinkan rakyat bahwa dia tidak ngotot dan memaksakan diri untuk menjadikan AHY sebagai cawapres Prabowo. Secara tak langsung SBY ingin menegaskan bahwa dia tidak ingin melanggengkan dinasti Cikeas. Benarkah demikian?
Di manapun di dunia ini, bahasa politik pasti penuh dengan intrik, kamuflase, lobi-lobi dan konsolidasi tingkat tinggi. Kalau memang SBY menegaskan bahwa usulan cawapres bagi AHY bukan harga mati, untuk apa SBY repot-repot kongkow dengan Prabowo, Zulkifli Hasan atau Salim Segaf Al Jufri. Bukankah lebih baik SBY tetap membawa gerbong Demokrat sebagai parpol penyeimbang yang selama ini diklaim menjadi icon parpolnya.
Posisi Tawar PKS
Bagi Gerindra, kehadiran SBY memang membawa angin segar karena Prabowo melihat Demokrat masih berpotensi memiliki pendukung yang signifikan. Namun, Prabowo sadar betul bahwa Demokrat hadir setelah koalisi PKS dan Gerindra (walaupun belum secara resmi) sudah melaju setengah jalan. Boleh percaya, boleh juga tidak, tentu saja sebagai peserta koalisi yang datang paling buncit harus menghargai aspirasi politik yang sudah digagas oleh Gerindra dan PKS. Dalam hal ini Prabowo sebagai capres dan sembilan nama kader PKS yang akan diplih salah satunya oleh Prabowo sebagai cawapres.
PKS yang memiliki mesin politik cukup kuat, tentu saja tidak akan menyerah begitu saja dengan tekanan yang mungkin saja dilakukan SBY kepada Prabowo dan PKS. Toh, kalau pun SBY tidak bergabung, PKS dan Gerindra sudah menjalin hubungan akrab cukup lama.Mereka tinggal menunggu sinyal dari PAN. Di sini, posisi tawar politik PKS sangat tinggi dibandingkan dengan Demokrat.
Ijtima GNPF Tolak AHY
Kekuatan PKS dalam kubu parpol oposisi semakin lengkap ketika forum Ijtima GNPF merekomendasikan Prabowo Subianto sebagai calon Presiden dan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri atau Ustaz Abdul Somad sebagai calon wakil presiden. Ini artinya, tanpa kehadiran Demokrat pun PKS sudah mampu menjaga posisi politiknya sendiri. Bahkan, rekomendasi yang telah dikeluarkan Ijtima GNPF rencananya akan segera disampaikan ke Rizieq Sihab sebagai Dewan Pembina Persaudaraan Alumni (PA) 212. Dengan kata lain, jaringan dan basis massa yang dimiliki PKS memang lebih baik dibandingkan dengan Demokrat
Saya sangat yakin, sampai di sini, manuver ‘dagelan’ politik SBY akan mentok. Kecuali, PKS legowo menerima AHY mendampingi Prabowo.
Sinyal Politik PAN
Di sisi lain, pertemuan SBY dengan Zulkifli Hasan juga menemui jalan buntu, karena PAN memang tidak seambisi SBY yang tetap memaksakan AHY untuk masuk dalam bursa capres dan cawapres di kubu oposisi. Kemungkinan besar, Zulkifli meminta SBY agar persoalan cawapres Prabowo diserahkan sepenuhnya kepada Prabowo untuk memilihnya, entah dari kader PAN, PKS atau mungkin saja AHY.
Saya melihat PAN masih galau dalam menilai pertemuan antara SBY dengan PKS. Tampaknya, Zulkifli melihat SBY melakukan manuver politik sendiri dan tetap bernafsu untuk memasukkan AHY. Padahal, dalam Ijtima GNPF, PKS sudah jelas-jelas memutuskan ustadz Salim Segaf sebagai cawapres Prabowo. Di sisi lain, PAN juga merasa ditinggalkan oleh PKS dan Gerindra. Mau tidak mau, pada saatnya nanti PAN harus segera bersikap, apakah tetap bergabung dengan PKS, Gerindra dan Demokrat atau menyeberang ke kubu koalisi Jokowi.
Amien Rais sebagai salah satu pentolan PAN juga memberi sinyal menolak SBY, bila tetap menyodorkan AHY. Kegalauan PAN akan selesai, bila Zulkifli Hasan segera menentukan sikap politiknya secara resmi. Dalam pandangan saya, hasil keputusan forum GNPF soal capres dan cawapres, sama sekali tidak membawa pengaruh politik apapun terhadap PAN. Ada kesan PAN, sedang memainkan peran politik oportunistik dalam peta politik yang sedang memanas ini.
Terakhir, bila manuver ‘dagelan’ politik SBY ditolak oleh PKS dan Gerindra, maka langkah terakhir yang akan dilakukan Demokrat ialah SBY akan mengajak PAN untuk masuk dalam kubu koalisi Jokowi. Ini artinya SBY akan menerima nasib apapun yang akan jatuh ke pelukan AHY. Kita tunggu saja.