Penggunaan dana haji untuk pembiayaan infrastruktur menimbulkan pro dan kontra. Maklum saja, pemerintahan Jokowi-JK memasukkan pembangunan infrastruktur sebagai program prioritas pemerintah. Namun, terdapat kendala pembiayaan untuk pembangunan tersebut. Dari sebab itu, pemerintah terus mencari sumber pembiayaan infrastruktur dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan skema Public Private Partnership (PPP).
Data menunjukkan bahwa pemerintah menganggarkan Rp 388 triliun untuk belanja infrastruktur pada tahun 2017. Anggaran ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan, proporsi belanja infrastruktur terhadap APBN pada tahun 2014 sebesr 8,7 persen, sedangkan pada tahun 2017 naik menjadi 18,6 persen.
Namun, terdapat masalah utama. Dilangsir dari Kompas, pemerintah dan BUMN hanya mampu membiayai sekitar 58 persen kebutuhan infrastruktur, sisanya sebesar 42 persen kebutuhan infrastruktur dibiayai oleh skema alternatif seperti PPP. Proporsi yang besar tersebut membutuhkan kontribusi pihak swasta yang besar. Masalah lain adalah mangkraknya proyek karena diberikan kepada investor yang kurang tepat.
Dari permasalahan tersebut, pemerintah dapat mencari sumber pendanaan dari China, karena hampir 60 persen dari total kebutuhan investasi infrastruktur pada tahun 2016 berasal dari China (Saragih, 2017), namun tidak menutup pendanaan dari negara lain. Syarat utama agar investor menanamkan dananya adalah sistem pendanaan yang baik. Inilah yang menjadi celah persoalan bagi Indonesia.
Kadangkala, permasalahan infrastruktur dilapangan adalah minimnya kepercayaan pihak swasta ketika terjadi konflik. Pihak swasta mengharapkan pemerintah sebagai mediatordalam konflik pembebasan lahan. Selain itu, diperlukan juga transparansi dalam tender infrastruktur. Tanpa kedua hal itu, pihak swasta enggan melakukan investasi untuk pembiayaan infrastruktur.
Melibatkan Pihak Swasta
Ketika berbicara tentang pembiayaan dari swasta, motivasi yang mendasari investasi berbeda dengan pembiayaan publik. Perusahaan akan mencari kesempatan untuk memperoleh profit, dengan mempertimbangkan dua hal yaitu risiko dan imbal balik (Kharas, 2014). Dalam jangka panjang, perusahaan harus fleksibel dalam penentuan investasi karena menyangkut profit perusahaan.
Selain itu, infrastruktur masih menjadi area investasi yang menjanjikan bagi kebanyakan investor. Di Asia sendiri, kurang lebih dibutuhkan 1,7 triliun dollar AS untuk pembiayaan infrastruktur (Saragih, 2017). Bahkan, negara maju masih harus berkutat dengan pembangunan infrastruktur di bidang energi, untuk mempromosikan energi ramah lingkungan.
Terdapat lima hal yang bisa dilakukan pemerintah agar pihak swasta dapat berinvestasi di bidang infrastruktur (Carter, 2016). Pertama yaitu dengan standardisasi investasi di bidang infrastruktur dengan skema PPP. Hal ini dibutuhkan karena infrastruktur membutuhkan persiapan, pengadaan barang, kontrak, dan tender. Selain itu, proses dari persiapan sampai dengan tender memakan waktu yang panjang. Ketika tidak ada standar atau prosedur yang jelas, maka pihak swasta akan berpikir dua kali untuk melakukan investasi.
Kedua, terkait bantuan mitra untuk analisis pada bagian apa infrastruktur diperlukan. Indonesia sangat masif dalam pembangunan infrastruktur terutama cakupan geografis dan kuantitas proyek. Walaupun demikian, diperlukan skala prioritas proyek infrastruktur mana yang harus diselesaikan dan memiliki implikasi besar untuk masyarakat.
Ketiga, yaitu detail proyek infrastruktur yang dapat dikerjakan. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang menjadi prioritas pemerintah akhir-akhir ini harus disosialisasikan kepada pihak swasta agar investor tertarik untuk menanamkan dananya. Perlu dijelaskan juga fasilitas yang akan didapatkan oleh pihak swasta, apabila berinvestasi di kawasan itu.
Keempat, terkait bantuan untuk persiapan proyek. Pemerintah Indonesia dapat menggunakan Global Infrastructure Facility (GIF), dimana terdapat 100 juta US dollar yang tersedia untuk mempersiapkan protek infrastruktur. GIF adalah platform yang mempertemukan pihak swasta, investor, dengan pihak pemerintah. Selain itu, GIF dapat membantu persiapan proyek infrastruktur.
Kelima, sertifikasi pengadaan proyek PPP. Pegawai negeri perlu mengetahui detail pengadaan proyek PPP. Hal ini perlu disikapi pemerintah dengan memberikan kursus atau pelatihan ke daerah-daerah . Selain itu, pemerintah dapat memberikan fasilitas kursus online tentang manajemen proyek PPP kepada pegawai negeri. Kursus online tersebut semakin masif di internet dan sarana yang cocok untuk meningkatkan kapabilitas pemerintah dalam menangani proyek PPP.
Implementasi tahapan diatas, ada yang sudah dilakukan pemerintah dan juga ada yang belum. Sekilas dilihat bahwa pembangunan infrastruktur masih dilakukan oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat menyusun skala prioritas proyek apa yang harus dilakukan. Ditengah era desentralisasi, pemerintah daerah perlu dilibatkan dalam penyusunan skala prioritas untuk proyek infrastruktur. Alasannya, yang merawat (maintenance) infrastruktur tersebut adalah daerah itu sendiri.
Sebagai penutup, pembangunan infrastruktur yang holistik melibatkan berbagai “aktor” pembangunan mulai dari pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta. Tanpa ketiga aktor tersebut, pemerintah sendiri akan kesusahan untuk pembangunan infrastruktur. Walaupun demikian, pihak swasta dapat berperan aktif dalam pembangunan infrastruktur dengan skema PPP. Pembangunan dengan skema ini dapat mengikis secara perlahan paradigma top-down approach dan menggantinya dengan paradigma down-top approach.
Sumber:
Carter, Laurence. 10 April 2016. Five actions governments can take now to encourage private investment in infrastructure. World Bank
Kharas, Homi. 16 Juli 2014. Mobilizing Private Investment for Post-2015 Sustainable Development. Brookings
Kompas. 17 Maret 2017. Kemitraan Alternatif Pembiayaan.
Saragih, Simon. 19 Juli 2017. Kiat Merangsang Investor Internasional. Kompas