Di akhir tahun 2018 lalu ada berita yang menggeltik perasaan saya. Bukan berita nasional, hanya berita kampus yang diangkat oleh lembaga pers mahasiswa kampus, namun beritanya cukup dekat dengan saya.
Pemberitaan di lembaga pers mahasiswa universitas nomor satu di jalan colombo, Ekspresionline.com ihwal 80 mahasiswa baru Pendidikan Geografi yang keberatan membayar dana seminar internasional mendapat banyak respons dari sivitas akademik Pendidikan Geografi.
Muncul anggapan, berita itu merebak karena kesalahan besar yang dilakukan oknum pengurus Himpunan Mahasiswa (Hima) Pendidikan Geografi. Oknum pengurus himpunan, disinyalir, “telah membuka pintu” bagi kawan-kawan EKSPRESI untuk mengangkat berita seputar jurusan.
Tak hanya itu, pihak dosen di satu kesempatan mengajar mata kuliah juga sempat menganggap pengurus Hima, terlebih angkatan 2016, memengaruhi adik tingkatnya, angkatan 2018, untuk berpandangan sedemikian rupa.
Sehingga memiliki inisiatif untuk mengumpulkan data mahasiswa angkatan 2018 yang merasa keberatan atas dana keikutsertaan dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh jurusan di akhir bulan september 2018, yang mana instruksi untuk mengikuti seminar internasional dan membayar sejumlah uang diberitahukan lewat pesan berantai Whatsapp.
Nama baik jurusan, beberapa sivitas akademik rasa, dijatuhkan lewat adanya berita yang diangkat oleh EKSPRESI. Tak hanya soal seminar internasional, tetapi juga soal dana mata kuliah Praktik Lapangan Geografi (PLG) dengan bobot 1 (satu) SKS yang tempo hari juga sempat menjadi bahasan ramai. Karena ada indikasi pungli.
Selain itu, pihak jurusan juga menyalahkan oknum mahasiswa pendidikan geografi yang disinyalir menjadi “corong masuk” bagi EKSPRESI. Ya mungkin ini cuma satu kasus yang ada di geografi, tapi mudah-mudahan dari satu kasus ini analisisnya masih relevan dipakai dan bisa memberikan penjelasan serta menguraikan kasus serupa di tempat dan waktu yang lain. Karena memang begitulah seharusnya teori bekerja.
Rekonstruksi pola pikir
Terangkatnya berita tentang jurusan Pendidikan Geografi dalam media EKSPRESI merupakan reaksi wajar dari adanya aksi yang melatarbelakangi munculnya hal tersebut. Secara garis besar, kawan-kawan Pendidikan Geografi cenderung mengomentari macam-macam reaksi mahasiswa (mengeluh karena keberatan, kurang sosialisasi, dll.) ketika jurusan membuat suatu keputusan yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap mahasiswa.
Dalam hal ini, yang ingin saya soroti adalah konstruksi pemikiran kawan-kawan ketika merespons suatu berita atau peristiwa. Sebenarnya jika kita rekonstruksi pandangan kita tentang suatu peristiwa, maka kita bisa lihat setiap peristiwa atau kejadian sebagai suatu rangkaian aksi-reaksi yang berjalan saling melengkapi.
Mari kita tengok peristiwa ini memakai bingkai aksi-reaksi. Reaksi tak akan terjadi jika tak ada aksi yang melatar-belakanginya. Reaksi pun dapat kita bentuk sedemikian rupa jika aksi yang dilakukan sesuai takaran untuk menimbulkan reaksi yang diinginkan.
Untuk kasus ini kita menempatkan inisiatif pengurus Hima menghimpun data dan mengadvokasi; serta munculnya berita di media EKSPRESI sebagai bentuk reaksi. Instruksi dari jurusan kepada mahasiswa Pendidikan Geografi 2018 untuk mengikuti seminar internasional dan membayar biaya pendaftaran adalah aksi yang melatarbelakangi munculnya reaksi tersebut.
Apabila reaksi yang muncul dianggap tidak sesuai seperti yang diinginkan, maka yang perlu dikoreksi ialah takaran aktor dalam menakar reaksi (dampak). Reaksi tersebut sangat wajar terjadi, lebih-lebih dalam iklim kebebasan mimbar akademik di institusi pendidikan tinggi. Bisa jadi jurusan sebagai aktor salah menakar aksi yang akan bekerja pada ‘ruang’ institusi sebagai lembaga formal.
Ketika aksi yang dilancarkan akan bekerja pada lembaga formal sudah semestinya turut diperhitungkan. Instruksi-pun harus menyesuaikan ruang kerja lembaga formal, sederhananya instruksi formal. Namun bukannya membuat surat edaran sebagai formalisasi instruksi, jurusan justru membuat instruksi lewat pesan berantai Whatsapp.
Reaksi yang tak diinginkan tak akan terjadi seandainya jurusan dapat memetakan hal tersebut. Hal yang seharusnya perlu dijadikan fokus pembicaraan dalam kasus ini adalah aktor yang menjalankan aksi sehingga menimbulkan reaksi yang mungkin tidak diharapkan oleh teman-teman dan aktor sendiri. Kalau teman-teman sebatas membicarakan serta mencari personal yang mengangkat berita ini ke media, itu tidak akan berdampak apapun terhadap aktor sebagai akar masalahnya.
Publik dan Domestik
Penulis akui memang kekeluargaan di jurusan pendidikan geografi sangat kental terasa. Karena sudah tahun ketiga menjadi mahasiswa pendidikan geografi. Mungkin hal tersebut yang melatarbelakangi jurusan memberikan instruksi lewat pesan berantai whatsapp kepada mahasiswa.
Karena mungkin jurusan telah menganggap mahasiswa sebagai anak sendiri serta sebagian mahasiswa terlanjur menganggap jurusan sebagai orangtua sendiri. Namun jelas “we cannot generalize society”, kita tak bisa menggeneralisasi masyarakat. Jika ada beberapa masyarakat yang beranggapan ‘a’ tentang suatu hal atau peristiwa, maka belum tentu semua masyarakat beranggapan demikian.
Ketika beberapa mahasiswa dan dosen sudah saling beranggapan seperti keluarga sendiri interaksi yang dibangun cenderung akan menyesuaikan anggapan tersebut. Sehingga perihal instruksi sedikit banyak juga disampaikan dengan cara interaksi domestik : antara orangtua dengan anak dalam keluarga. Padahal, tidak semua mahasiswa beranggapan seperti mayoritas mahasiswa lainnya.
Alangkah lebih baik untuk meminimalisasi terulangnya hal yang tidak diharapkan terjadi, jurusan berinteraksi selayaknya di lembaga formal dalam ranah publik. Mengingat UNY pun masih berstatus sebagai perguruan tinggi negeri badan layanan umum (PTN BLU).
Terakhir
Menempatkan hal-hal yang bersifat domestik dan publik sangat diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi. Untuk membiasakan bekerja secara profesional dan tidak mencampur-adukkan keduanya sehingga mengaburkan batas. Tidak menutup kemungkinan kebiasaan mencampur adukkan urusan domestik dan publik akan membentuk pola kerja yang jauh dari kata ideal untuk memasuki pasar kerja.
Juga kebiasaan men-domestik-kan (melakukan dengan cara domestik) urusan publik sebaiknya dikurangi agar tak terjadi urusan domestik yang dipublikasikan. Alangkah lebih indah kalau habitat laut tidak dibawa ke darat dan habitat darat tidak dicemplungkan kelaut. Sebaiknya kita ingat dan pahami konsep geografi : ‘Diferensiasi area’, itu konsep ya bukan jargon.