Bagaimana Sebuah Negara Mampu Menundukkan Banyak Wilayah?
Inggris adalah negara yang memiliki daerah jajahan terbanyak pada masanya. Bahkan sebanyak 90 persen dari total wilayah di seluruh dunia pernah ditundukkannya. Semua itu terjadi oleh beberapa musabab yang menjadikannya mungkin untuk melakukan “petualangan” menguasai dunia itu. Beberapa di antaranya adalah persoalan letak Kepulauan Britania yang tidak strategis juga bisa dibilang terisolasi. Lainnya, Inggris sudah lebih dulu memiliki Royal Navy, yaitu tentara profesional dengan segala kemajuan teknologinya yang berkembang pesat. Maka tak ayal banyak negara tunduk padanya.
Dari situlah slogan terkenal dari Ratu Victoria bergelora: “The sun never sets on British Empire!”. Sebanyak 53 negara anggota persemakmuran (commonwealth) Inggris ini tersebar di wilayah Eropa, Asia, Afrika, Amerika, Pasifik, dan Karibia. Negara-negara itu memang berdiri sendiri, namun kedaulatan tertinggi tetaplah berada pada tapak kaki sang pimpinan saat ini, yaitu Ratu Elizabeth II.
Berbagai macam bantuan dari “Sang Ibu”—Inggris selalu mengucur pada “anaknya”—negara-negara persemakmuran. Namun, apa jadinya jika suatu saat Inggris mendapat tekanan dari berbagai pihak, sehingga ia tak mampu berdiri hanya pada negaranya? Contohnya saat perang dunia ketiga suatu waktu, apakah Inggris masih melindungi negara persemakmurannya, atau malah meminta balas budi?
Opini Saya tentang Nasib Negara Persemakmuran Kala Perang Dunia Terjadi
Agak aneh memang kalau kita berpikir perang dunia ketiga akan terjadi. Tapi pada kenyataannya, sebuah tragedi tak akan pernah bisa diduga bahkan dihindari. Syukur jika dunia damai-damai saja, tapi bagaimana jika era perang dan segala kekacauannya kembali terjadi pada Inggris?
Inggris bukanlah negara ecek-ecek soal berperang. Mereka sudah menjadi kelas kakap jika membahas soal hunusan pedang dan dentuman senapan. Saya yakin, jika perang dunia kembali terjadi dan Inggris berkontribusi di dalamnya, maka ia akan menjadi momok menakutkan bagi banyak negara.
Misalkan Inggris mampu mendominasi peperangan, kemungkinan besar de javu akan kembali terjadi seperti perang sebelum-sebelumnya. Kapitalis borjuis: bangsa mereka yang sudah makmur menjadi semakin jaya. Negara-negara jajahan baru akan semakin banyak yang menjadi bagian persemakmurannya.
Jangankan tunggu dijajah, di era modern ini saja, banyak negara miskin yang rela menggadaikan wilayahnya menjadi “anak” dari Inggris, walau saya tahu kalau negara persemakmuran masihlah memiliki kedaulatan mandiri. Bisa saja kan, kalau khilaf, semuanya akan terjadi. Yang awalnya berniat membantu memajukan kesejahteraan persemakmuran, kini berbalik meminta tuntutan.
Apa jadinya seumpama Inggris terseok-seok pada perang dunia ketiga oleh beberapa penyebab? Kini negara-negara dunia semakin maju. Kemungkinan perang di era sekarang lebih mengandalkan teknologi canggih; bukan pedang dan tameng lagi. Saya berspekulasi bahwa, jika Inggris suatu waktu tersudut di perang sekarang, maka ia akan membutuhkan rekan sekutu agar mampu bangkit dari keterpurukkan dalam perang, mendapat alutsista tambahan, serta berbagai macam kebutuhan lainnya. Itu kemungkinan terbaiknya.
Bagaimana jika pada saat itu Inggris tidak mempunyai rekan sejalan? Sudah dapat dipastikan senjata terakhir akan digunakannya, yakni anak-anak asuhnya sebagai tumbal atau boneka yang menjadi korban. Tak ada kata ikhlas di situasi yang genting. Walaupun Inggris sudah berjanji akan memberikan kedaulatan mandiri pada negara persemakmurannya, membantu urusan sumber daya, memberikan dana bantuan kemanusiaan, tapi bisa saja mereka akan meminta feedback kapan pun mereka mau.
Jika menuntut bukti soal pandangan saya, mari kita putar balik 1 setengah abad silam. Pada tahun 1570, Ottoman menaklukan Siprus. Ottoman kemudian mendatangkan orang-orang Turki untuk menetap di Siprus sehingga akhirnya Siprus Utara didominasi oleh orang-orang Turki. Pada tahun 1878, Ottoman melemah dan dalam Kongres Berlin, Ottoman terancam dihancurkan negara-negara Eropa lain.
Inggris kemudian berjanji pada Ottoman bahwa mereka akan membela Ottoman di Berlin asal mau menyerahkan Siprus. Ternyata Inggris ingkar janji, Kongres Berlin mendukung kemerdekaan Serbia dan Rumania dari Ottoman, tetapi Inggris tetap mencaplok Siprus. Inggris memerdekakan Siprus pada tahun 1960. Walaupun konsepnya berbeda, namun subjeknya sama, Siprus akhirnya menjadi negara persemakmuran Inggris hingga saat ini.
Beberapa kemungkinan-kemungkinan yang terjadi jika Inggris tersandung kala perang di antaranya:
- Inggris akan meminta bantuan pada negara persemakmuran yang memiliki fasilitas militer yang memadai
- Mengeruk sebagian hasil sumber daya alam sebagai bahan pangan kala perang
- Menyedot keuangan negara sesukanya dan menjadikan negara itu sebagai tumbal atau sasaran balas budi Inggris
- Mengambil alih wilayah commonwealth serta menempatinya sebagai pangkalan perang maupun lokasi berlindung
- Melanggar perjanjian pada wilayah persemakmurannya
Intinya bahwa menjadi negara persemakmuran Inggris memiliki berbagai keuntungan juga konsekuensi negatifnya. Berikut ini adalah kelebihan menjadi negara commonwealth:
- Akan dilindungi oleh negara utama
- Mendapat jaminan keamanan lebih
- Perundang-undangan negara persekutuan akan ikut Inggris
- Mendapatkan bantuan ekonomi untuk memajukan negara tersebut dan;
- Mengembangkan berbagai macam sumber daya lokalnya
Kesimpulan
Menjadi negara persemakmuran memang cara terbaik dalam mengatasi segala macam urusan dalam negeri dibantu oleh si pemimpin Inggris. Namun, konsekuensi dan risiko tetap menjadi bayang-bayang bagaimana suatu negara mendapat nasib jika Inggris meminta timbal balik yang merugikan.
Dapat disimpulkan bahwa, saya tidak ingin negara Indonesia ini menjadi wilayah persemakmuran Inggris atau siapa pun. Demokrasi adalah pilihan terbaik menjadi wilayah bebas di atas keteraturan dan hukum yang berlaku, agar tatanan negara menjadi lebih lebih dan fleksibel.