Jumat, April 26, 2024

Menimbang Sertifikat Elektronik

Teguh Indriawan
Teguh Indriawan
Berbagi pengalaman

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) segera memberlakukan aturan baru terkait kepemilikan tanah. Sertifikat fisik sebagai bukti kepemilikan tanah akan diganti dengan sertifikat elektronik. Perubahan ini berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Sertifikat Elektronik.

Peraturan Menteri tersebut menyatakan bahwa sertifikat elektronik untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan administrasi dan kegiatan pelayanan di bidang agraria/tata ruang dan pertanahan, secara bertahap dokumen perlu disimpan dan disajikan secara elektronik dengan menyesuaikan perkembangan hukum, teknologi informasi dan kebutuhan masyarakat.

Munculnya Peraturan Menteri itu untuk menanggulangi semrawut permasalahan kepemilikan tanah di Indonesia. Mulai dari sertifikat palsu, sertifikat ganda, lamanya pelayanan, menghapus mafia tanah, dan meminimalisasi konflik agraria. Sertifikat elektronik juga dinilai lebih aman dari pencurian, kebakaran, atau kebanjiran.

Selain itu, dilansir detikcom, pada Sabtu, 6 Februari 2021, sertifikat elektronik merupakan upaya pemerintah mewujudkan modernisasi pelayanan pertanahan guna meningkatkan indikator kemudahan berusaha dan pelayanan publik kepada masyarakat sehingga perlu mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dengan menerapkan pelayanan pertanahan berbasis elektronik.

Sepertinya, tujuan utama pemerintah menerapkan sertifikat elektronik adalah untuk meningkatkan indikator kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business Index di Indonesia. Hal ini menjadi angin segar bagi pebisnis dan investor baik dari dalam maupun luar negeri untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia.

Namun, masyarakat justru merasa khawatir dengan program sertifikat elektronik. Hal ini menyebabkan masyarakat ragu dan enggan mengikuti digitalisasi sertifikat tanah. Padahal, pemerintah sudah mensosialisasikan bahwa sertifikat elektronik itu aman. Menurut saya, setidaknya ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dalam menerapkan sertifikat elektronik.

Pertama, bagi orang tua atau bahkan mbah-mbah yang sudah sepuh, digitalisasi sertifikat elektronik sungguh merepotkan. Golongan sepuh ini rata-rata gagap teknologi. Jangankan mengurusi sertifikat elektronik, menggunakan smartphone dan WA saja terkadang mereka masih perlu dipandu. Belum lagi penglihatan dan ingatan yang sudah menurun, sehingga sekedar masuk ke aplikasi Sentuh Tanahku menjadi perkara yang tidak mudah.

Sementara itu, paradigma golongan sepuh menganggap bahwa kepemilikan tanah dibuktikan dengan sertifikat fisik. Budaya sertifikat fisik sudah berjalan lama hingga mendarah daging. Tentunya, tidak mudah untuk memberikan pemahaman kepada orang yang sudah sepuh. Jangan sampai, mereka merasa kehilangan kepemilikan tanah karena tidak memegang sertifikat fisik dan juga tidak bisa mengakses sertifikat elektronik.

Kedua, jaringan internet dan perangkatnya. Bagi orang yang tinggal di perkotaan, jaringan internet bukanlah kendala. Namun, bagi orang yang tinggal di daerah, jaringan internet menjadi PR besar. Dengan internet yang timbul tenggelam itu, masyarakat pedesaan akan sulit untuk sekedar mengunduh sertifikat elektronik yang dimilikinya. Belum lagi ada golongan masyarakat yang tidak bisa mengakses teknologi. Masyarakat kecil banyak yang tidak memiliki komputer, laptop, atau smartphone untuk bisa mengakses sertifikat elektronik.

Pertimbangan terakhir adalah keamanan sertifikat elektronik. Banyak pihak meragukan keamanan sertifikat elektronik. Apalagi sistem ini masih baru dan belum teruji keamanannya. Kekhawatiran muncul apabila data base pertanahan nasional dapat dibobol oleh hacker. Jangan sampai data pemilik tanah terhapus dari sistem sertifikat elektronik. Kalau ini sampai terjadi, masyarakat yang memiliki tanah akan menjadi korban. Mereka bisa terancam menjadi gelandangan dan terusir dari tanah leluhurnya.

Kecemasan masyarakat semakin menjadi-jadi apabila mereka tidak memegang sertifikat fisik. Jangankan sertifikat elektronik, sertifikat fisik saja dapat dipalsukan oleh mafia tanah. Baru-baru ini, kita dikejutkan oleh adanya properti yang berpindah tangan tanpa adanya akad jual beli. Tidak tanggung-tanggung, yang menjadi korban adalah Dino Patti Djalal, mantan Wakil Menteri Luar Negeri. Wajar saja masyarakat semakin khawatir, seorang pejabat saja bisa menjadi korban mafia tanah, apalagi kita sebagai rakyat biasa.

Ke depan, sepertinya pemerintah tidak perlu terburu-buru dalam menerapkan sertifikat elektronik. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat tidak bisa instan hanya beberapa hari saja. Perlu sosialisasi 1-2 tahun yang melibatkan seluruh perangkat pemerintahan agar perubahan budaya dokumen kepemilikan tanah dapat diterima oleh masyarakat. Sosialisasi perlu dilakukan sampai tingkat RT, bukan hanya sosialisasi di media massa saja. Yang malah menyebabkan kebingungan dan kepanikan masyarakat.

Jangan sampai masyarakat dijadikan kelinci percobaan penerapan sertifikat elektronik. Saya membayangkan sertifikat elektronik ini diterapkan dulu kepada pejabat negara. Mirip vaksinasi Covid-19 yang diberikan terlebih dahulu kepada Pak Jokowi dan para menterinya. Sehingga masyarakat akan merasa bahwa memang penerapan sertifikat elektronik itu aman. Tidak hanya itu, masyarakat pun jadi tahu, siapa sebenarnya yang menguasai tanah di negeri ini?

Dan yang paling penting, masyarakat jangan sampai menjadi korban peraturan sertifikat elektronik. Perlindungan terhadap sertifikat elektronik harus dijaga dan disimpan dengan benar. Saya berharap sertifikat elektronik mengadopsi konsep KTP elektronik. Perekaman data dilakukan secara elektronik, tapi masyarakat masih memegang KTP fisik. Upaya ini perlu dilakukan agar sertifikat elektronik yang mengandung nilai ekonomi tidak diretas dan disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Teguh Indriawan
Teguh Indriawan
Berbagi pengalaman
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.