Jumat, April 19, 2024

Menilik Proses Pembentukan Hukum Adat

Satrio Alif
Satrio Alif
Peneliti Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dikaruniai Tuhan Yang Maha Kuasa kekayaan yang begitu melimpah di segala bidang. Segala jenis tumbuhan maupun binatang terdapat di bumi khatulistiwa yang begitu luas ini. Selain itu, Indonesia juga memiliki sumber daya manusia yang melimpah. Sumber daya manusia Indonesia tersebar di berbagai pulau yang ada di nusantara menawarkan kekayaan kebudayaan yang hanya dimiliki Indonesia.

Kekayaan-kekayaan tersebut berupa keberagamaan kebudayaan dan coraknya yang berbeda pada tiap pulau yang ada di nusantara. Bahkan, dalam satu pulau terdapat beragam jenis kebudayaan yang ada. Ditambah dengan beragamnya unsur geografis yang ada di suatu daerah turut mempengaruhi terjadinya perbedaan-perbedaan kecil dalam suatu kebudayaan. Sehingga, sebuah kebudayaan tersebut memiliki beragam corak penerapan di dalamnya.

Kebudayaan yang ada di masyarakat ini timbul sebagai residu dari pola-pola hidup yang berkembang dan terpelihara keberadaannya dalam suatu masyarakat serta tercipta dari interaksi individu di dalam masyarakat. Masyarakat sendiri secara harfiah diartikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.  Parsons & Shils mendefinisikan bahwa masyarakat adalah sebuah jenis sistem sosial di mana di dalamnya sendiri berisi seluruh prasyarat esensial untuk menjaga keberlanjutan dari masyarakat itu sendiri.  Berdasarkan pemaparan yang ada di atas, dapat disimpulkan adalah masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu wilayah tertentu dan waktu tertentu di mana mereka terikat oleh nilai-nilai pola-pola hidup yang tumbuh serta terpelihara keberlanjutannya.

Manusia sebagai komponen utama pembentuk suatu masyarakat merupakan makhluk sosial. Di mana manusia memiliki kebutuhan inter personal yaitu kebutuhan untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Menurut Soerjono Soekanto, manusia memiliki 3 jenis kebutuhan inter personal yaitu afeksi, inklusi, dan kontrol.

Yang dimaksud suatu kebutuhan untuk mengadakan serta mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pihak lain. Sedangkan, kebutuhan afeksi adalah kebutuhan untuk mempertahankan hubungan dengan pihak lain dalam rangka memperoleh dan memberikan cinta serta kasih sayang. Sementara, Kebutuhan kontrol adalah kebutuhan untuk mengadakan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pihak lain dalam rangka memperoleh pengawasan atau kekuasaan. Kebutuhan-kebutuhan inter personal tersebut akan membuat pola perilaku tertentu.

Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan interpersonal tersebut, manusia melakukan interaksi satu sama lain. Interaksi-interaksi tersebut akan menghasilkan pengalaman dalam interaksi. Pengalaman dalam interaksi tersebut membuat manusia akan menyesuaikan diri satu sama lain. Penyesuaian diri tersebut akan menghasilkan kesepakatan terkait apa yang baik dan apa yang buruk dalam interaksi tersebut. Konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk ini disebut dengan sistem nilai.

Sistem nilai kemudian akan diinternalisasi individu menjadi cara memandang dan persepsi terhadap suatu hal yang dihadapinya. Hal ini disebut sebagai pola berpikir. Pola berpikir yang tercipta ini akan diimplementasikan oleh individu dalam bentuk sikap yang dilakukan individu.

Sikap sendiri didefinisikan sebagai kecenderungan seorang manusia untuk berbuat atau tidak berbuat terhadap manusia lainnya dalam kondisi tertentu menurut Soerjono Soekanto. Sikap tersebut akan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari melalui sikap tindak atau perilaku ini merupakan manifestasi dari apa yang ada dalam pola pikir manusia dan sikap yang ditunjukkan oleh seseorang.

Perilaku-perilaku yang berulang tersebut akan membentuk sebuah pola dari suatu perilaku. Pola-pola perilaku tersebut akan mewujudkan takaran mengenai apa yang pantas dan apa yang tidak pantas dilakukan. Takaran-takaran tersebut mengatur mengenai interaksi antar manusia atau hubungan inter personal. Takaran-takaran ini sendiri disebut dengan istilah norma.

Norma yang tadinya hanya berlaku untuk seseorang saja lama kelamaan seiring berjalannya interaksi masyarakat akan tumbuh dan terpelihara dalam masyarakat. Selanjutnya akan mengakar keberadaannya sehingga terpelihara keberlanjutannya dalam suatu masyarakat. Setelah mengakar keberadaannya di masyarakat, norma tersebut akan berproses menjadi nilai-nilai yang diyakini keberadaannya di masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat berbentuk sesuatu yang dianggap masyarakat baik ataupun tidak baik.

Nilai-nilai yang berkembang di masyarakat berasal dari nilai-nilai individual yang dianggap baik dan diakui masyarakat eksistensinya. Nilai-nilai individual ini disebut dengan istilah adat.  Adat yang digunakan dan mengakar keberadaannya di masyarakat yang berubah bentuknya menjadi nilai- yang digunakan dan mengakar di suatu masyarakat disebut dengan istilah adat istiadat.

Adat istiadat sebagai nilai-nilai hidup yang dipercaya dan dipelihara keberadaannya oleh masyarakat akan menimbulkan terciptanya ikatan-ikatan untuk mempertahankan eksistensinya. Ikatan-ikatan tersebut membuat masyarakat terikat dengan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. Sehingga, eksistensi nilai-nilai tersebut. Ketika nilai-nilai yang dipercayai masyarakat tersebut telah mengikat disebut dengan istilah hukum adat.

Sehingga, dapat disimpulkanlah bahwasanya hukum adat adalah cerminan dari nilai-nilai, ketentuan-ketentuan, dan cita-cita yang dipegang teguh oleh suatu masyarakat karena keberadaannya berlandaskan proses yang tumbuh dan berkembang berasal dari masyarakat itu sendiri.

Proses perkembangannya pun dilatar belakangi oleh konsensus bersama dalam suatu masyarakat terkait sesuatu yang dinilai dan dianggap baik ataupun buruk yang sebelumnya bersumber dari nilai masing-masing individu yang mengalami pembauran dan kolaborasi setelah adanya pengalaman interaksi antara individu yang satu dengan individu yang lain dalam suatu masyarakat.

Satrio Alif
Satrio Alif
Peneliti Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.