Senin, Oktober 14, 2024

Menilik Kondisi Indonesia Pasca HKN Ke-56

Dhiya Nadhifa
Dhiya Nadhifa
Mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat

Tanggal 12 November 2020 yang lalu, Indonesia memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-56 di tengah pandemi. Awal sejarah panjang dalam proses penetapan Hari Kesehatan Nasional adalah sebagai tanda keberhasilan Indonesia dalam memberantas malaria yang telah merenggut banyak korban jiwa.

Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes), peringatan Hari Kesehatan Nasional yang pertama dilaksankan pada 12 November 1964 sebagai pengingat keberhasilan tersebut. Semenjak saat itu, HKN selalu diperingati setiap tahunnya sebagai bentuk upaya pembangunan kesehatan yang didukung oleh berbagai pihak dalam skala nasional.

Tema yang diusung pada HKN ke-56 tahun ini adalah “Satukan Tekad Menuju Indonesia Sehat” dengan subtema “Jaga Diri, Keluarga dan Masyarakat, Selamatkan Bangsa Dari Pandemi Covid-19”. Tema ini disesuaikan dengan kondisi Indonesia yang belum sepenuhnya terbebas dari Covid-19.

Subtema tersebut bertujuan untuk mengajak masyarakat agar tidak lengah di tengah pandemi dengan tetap melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta konsisten dalam menerapkan protokol kesehatan. Seperti yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat yaitu dr. Kirana Pritasari M.QIH sebagai Ketua Umum HKN ke-56 bahwa peringatan HKN tahun ini dilaksanakan di tengah bencana Covid-19 yang telah merenggut ratusan ribu jiwa masyarakat termasuk tenaga kesehatan merupakan kondisi yang sangat memprihatinkan.

Oleh karena itu, pada peringatan HKN ini diharapkan sebagai momentum untuk mengubah perilaku masyarakat dan mendorong penguatan upaya kesehatan promotif dan preventif.

Menteri Kesehatan Indonesia, Letjen TNI (Pur.) Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K) RI , menyampaikan bahwa selama 56 tahun berbagai pihak telah berjuang bersama dalam melakukan upaya pembangunan kesehatan dan pelaksanaan HKN tahun ini merupakan momentum untuk bersyukur dan sebagai pengingat tentang pentingnya kesehatan.

Beliau juga mengimbau masyarakat agar selalu disiplin menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah keterpaparan Covid-19. Sekuat apapun usaha pemerintah tidak akan berhasil apabila tidak didukung masyarakat dalam ketaatan menerapkan protokol kesehatan.

Pertanyaannya, sudah berhasilkah upaya tersebut untuk menekan kasus Covid-19?

Beberapa waktu sempat dikabarkan bahwa grafik kasus Covid-19 melandai dan optimisme pandemi akan segera berakhir meningkat. Tetapi pada kenyataannya pandemi belum benar-benar dapat berakhir, setelah berbulan-bulan pun masyarakat masih dipaksa untuk melaksanakan aktivitasnya di rumah.

Dikemukakan oleh PDSKJI (Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia) dalam “Masalah Psikologis Di Era Pandemi Covid-19” bahwa dari 2.364 responden, 69% di antaranya mengalami masalah psikologis dengan rincian sebanyak 68% mengalami cemas, 67% mengalami depresi, dan 77% mengalami trauma psikologis. Dari persentase depresi dapat dirinci lagi sebanyak 49% berpikir tentang kematian baik dengan bunuh diri ataupun melukai diri sendiri.

Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang dipaksa untuk melaksanakan aktivitasnya di rumah setelah berbulan-bulan terganggu kesehatan mentalnya. Data per 28 November 2020, Tim Mitigasi IDI mencatat ada 180 dokter yang meninggal akibat Covid-19. Tidak menutup kemungkinan tingginya angka kematian tersebut dapat mempengaruhi kesehatan mental tenaga kesehatan.

Stres terus menerus dengan banyaknya pasien, durasi kerja yang panjang, ditambah lagi belum adanya tanda-tanda pandemi akan berakhir dapat memicu lelah secara fisik maupun psikis. Hal ini memunculkan fenomena baru di kalangan tenaga kesehatan yaitu Burnout Syndrome.

Burnout Syndrome didefinisikan sebagai ketidakmampuan diri untuk mengatasi stres pada saat kerja secara efektif akibat kejadian sehari-hari dibandingkan dengan pada saat tertentu. Kata Burnout Syndrome pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Freudenberger pada tahun 1974.

Dalam penelitiannya, ia mengamati kondisi mengenai perubahan perilaku para sukarelawan setelah bertahun-tahun bekerja. Menurutnya, kondisi ini dianalogikan sebagai gedung yang terbakar habis. Dimana seseorang yang mengalami Burnout Syndrome dari luar terkesan masih tampak utuh tapi, di dalamnya kosong dan penuh masalah sama halnya dengan gedung yang terbakar tadi.

Menurut IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang dikemukakan oleh Moh. Adib Khumadi sebagai Wakil Ketua IDI bahwa 85% tenaga kesehatan mengalami fenomena ini. Tekanan semacam ini kepada tenaga kesehatan dapat menimbulkan turunnya produktivitas yang tidak menutup kemungkinan juga akan membawa resiko tinggi yang dapat membahayakan keselamatan pasien.

Jika kita melihat data harian mengenai kasus baru konfirmasi positif Covid-19, pada  3 Desember 2020 Indonesia menorehkan rekor kasus terbanyak sejak pertama kali kasus ini muncul di Indonesia yaitu sebanyak 8.369 kasus. Tentu hal ini sangat memprihatinkan pasca pelaksanaan HKN yang terus digemakan sebagai titik balik untuk dapat bangkit dari keterpurukan di era pandemi.

Oleh karena itu, pihak terkait dapat berkontribusi dalam situasi seperti ini, seperti pihak rumah sakit dapat melakukan pergantian shift yang lebih sering untuk mencegah kelalaian akibat kelelahan. Tetapi, komponen terpenting yang dapat membantu tenaga kesehatan adalah masyarakat. Masyarakat berperan besar dalam proses penekanan angka persebaran Covid-19. Kesadaran masyarakat dalam menerapkan 3M yaitu Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak menjadi hal yang terpenting untuk mengurangi laju pertambahan kasus Covid-19.

Jika angka penambahan kasus konfirmasi positif dapat ditekan secara signifikan, beban tenaga kesehatan akan berkurang dan kemungkinan aktivitas dari berbagai sektor dapat kembali dilakukan.

Dengan berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan beban berat yang ditanggung oleh tenaga kesehatan akan membuahkan hasil jika upaya tersebut didukung dengan kesadaran masyarakat untuk taat menerapkan protokol kesehatan. Sejalan dengan pesan pendukung HKN ke-56 tahun ini “Sehat dimulai dari saya” memiliki makna yang sangat mendalam untuk menyadarkan setiap masyarakat bahwa kesadaran individu untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan menjadi faktor utama dalam memutus mata rantai Covid-19. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa upaya 3M Covid-19 adalah hal yang sangat perlu dilakukan dari setiap lapisan masyarakat untuk mewujudkan Indonesia sehat.

Penulis : Dhiya Sary Nadhifa, Alycia Affrila Satyananda, M. Riyanton

Dhiya Nadhifa
Dhiya Nadhifa
Mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.