Jumat, Maret 29, 2024

Menghayati Ulang Kemerdekaan Kita

Moh. Rofqil Bazikh
Moh. Rofqil Bazikh
Moh. Rofqil Bazikh tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. Menulis di berbagai media cetak dan daring. Sekarang berdomisili di Sleman, Yogyakarta.

Sudah menginjak angkat 77 Indonesia merdeka, sejak dikumandangkannya teks proklamasi oleh Ir. Soekarno di Jakarta. Sepanjang itu pula telah melalui berbagai aral merintang dan problematika bangsa yang datang silih berganti. Setiap era memang kerap mempunyai problematikanya sendiri-sendiri. Tatkala kita sudah sah bebas dari jeratan penajajah, sejatinya masalah belum selesai. Ada masalah-masalah lain yang masih (akan) menghantui. Macam-macam problematika itulah yang membuat setiap bangsa menemukan jati dirinya. Umpama manusia yang diajari dewasa oleh masalah, demikianlah juga negara.

Belakangan, kita memang sedang dihinggapi banyak masalah. Mulai dari yang remeh-temeh hingga yang besar dan agam sekaligus. Dari silang sengkarut dukun-pesulap, hingga pembantaian seorang brigadir. Sungguh problem yang dihadapi bangsa ini memang kompleks dan pihak berwenang dipaksa menyelesaikan itu.

Di sisi lain, momentum kemerdekaan biasa dijadikan ajang untuk kembali meneguhkan identitas kebangsaan. Yaitu, penerimaan terhadap asas tunggal pancasila dan bentuk negara kesatuan negara Indonesia. Sekaligus sebagai antitesis bagi kalangan(baik secara individu maupun kolektif) yang kerap menggaungkan perubahan bentuk negara.

Memang, hanya pada momen hari kemeredekaan ini dirasa tepat jika mencoba meneguhkan kembali identitas. Apalagi, selama beberapa tahun terakhir, salah satu problem besar adalah kekerasan—baik wacana ataupun fisik—berbalut agama. Termasuk juga di dalamnya adalah suara sumbang dari orang yang menginginkan negara dengan landasan fondasional agama.

Wacana penggantian dasar negara yang pada titik kulminasi dapat menimbulkan kekerasan beragama. Hal inilah yang disinyalir dapat menggoyangkan identitas kebangsaan. Indonesia memang termasuk salah satu negara yang cukup serius soal ini. Kekerasan dan gesekan berbasis apapun memang tidak bisa ditolerir di negara yang majemuk. Itulah mengapa pemerintah dengan kaki tangannya mencoba untuk mengatasi hal tersebut.

Juga tidak boleh menutup mata dan telinga, bahwa terjadi banyak problematika lain yang tidak kalah urgennya dibanding hal itu. Dalam bagian ini tidak sedang dan hendak mencoba untuk membandingkan antara satu masalah dengan masalah lainnya. Selain tidak koheren juga tak etis membandingan satu problem dan problem lain.

Satu hal yang dibutuhkan bahwa problem hadir untuk dipecahkan, bukan dibandingkan. Selain yang berskala nasional, juga masalah di tataran akar rumput. Kesejahteraan desa dan tiap pelosok di penjuru negeri, umpamanya. Pemerintah masih sangat terbatas dalam menjangkau problematika dan persoalan di kalangan rakyat bawah. Berbeda dengan problem yang berskala nasional.

Selain itu salah satu hal yang juga cukup urgen dibahas problem dampak perubahan iklim. Saya teringat pada tulisan Nirwono Jono di Tempo pada 16 Agustus 2022. Ia mengangkat tema ihwal kemerdekaan dari perspektif ekologis. Menurutnya, momentum kemerdekaan ini juga relevan jika dimaknai sebagai kebabasan untuk membangun bangsa yang bebas dari intaian bencana.

Dalam hal ini, bagi Nirwono, pemerintah harus mempunyai formulasi yang ampuh dalam mewujudkan kemrdekaan ekologis. Formulasi tersebut juga semestinya lebih dari sekadar schedule yang hanya dirancang untuk memenuhi tuntutan selama 5 tahun. Intinya, dampak dari perubahan iklim bukan sesuatu yang enteng.

Untuk itu, menghadapi kompleksnya problem ini, pemerintah tidak bisa hanya fokus terhadap satu masalah saja. Kompleksitas masalah memang menuntut pemerintah untuk menyelesaikannya dengan segera. Seminimnya, membentuk semacam acuan umum yang nantinya dapat diteruskan tatkala estafet kepemerintahan sudah berpindah tangan.

Jika setiap lima tahun dan setiap pergantian elemen pemerintahan formulasi yang dibentuk juga berubah, bukan tidak mungkin jika hal tersebut hanya mirip eksperimen yang tak kujung membuahkan hasil. Problematika ini serius dan tidak layak rasanya jika setiap pergantian masa jabatan pemerintah hanya ‘mencoba’ menyelesaikan.

Penting kiranya, pemaknaan kemerdekaan tidak hanya sebatas peneguhan identitas kebangsaan. Sebagaimana juga penting bahwa identitas kebangsaan adalah hal yang patut untuk terus dikukuhkan. Artinya, ada banyak hal lain yang perlu untuk diperhatikan tatkala sedang dalam momentum merdeka ini.

Pada momen ini, yang harus diamini oleh banyak orang bukan soal mempertahankan negara dari gempuran perubahan bentuk. Melainkan, tercapainya kesejahteraan masyarakat, penyelesaian terkait problem yang dihadapi. Hal terakhir ini yang sering dilupakan oleh banyak kalangan. Padahal bagian tersebut adalah unsur penting dari pemaknaan dan penghayatan (ulang) terhadap kemerdekaan.

Moh. Rofqil Bazikh
Moh. Rofqil Bazikh
Moh. Rofqil Bazikh tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. Menulis di berbagai media cetak dan daring. Sekarang berdomisili di Sleman, Yogyakarta.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.