Sebelum 2015, Siti Jariah dan suaminya di Bekasi mengalami masa-masa sulit. Jangankan untuk membiayai sekolah anaknya, pemenuhan kebutuhan harian saja sering tersendat. Setelah menjadi peserta Program Keluarga Harapan (PKH) pada 2015, wanita paruh baya yang akrab dipanggil Siti ini mulai membuka usaha. Berjualan lontong sayur dan gado-gado.
Tiga tahun berselang, bisnis Ibu Siti tetap eksis. Kini, langganannya tidak hanya perorangan. Ia juga melayani pesanan katering untuk acara kantor dan resepsi perkawinan.
Pengalaman serupa juga dialami pasangan Khizbiyah dan Ramadhon di Blitar. Keduanya mendapat banyak motivasi dan dukungan untuk menjalani usaha las listrik. Setelah bergabung selama lebih dari 4 tahun, keduanya kini mengundurkan diri dari PKH. Kediaman mereka yang dulu hanya berdinding bambu, kini berubah menjadi rumah berlantai dua dengan model masa kini.
Keluarga Ibu Jariah dan Khizbiyah adalah dua di antara banyak contoh peserta program PKH yang berhasil. Selain mereka berdua, ada banyak contoh Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH yang sukses membangun usaha keluarga, sukses, dan kemudian mengundurkan diri dari kepesertaan.
PKH hanya salah satu program perlindungan sosial yang diikhtiarkan pemerintah sejak 2007 untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Presiden Jokowi memberi instruksi untuk menambah jumlah penerima manfaat program. Terbukti, jumlah penerima manfaat PKH bertambah lebih dari tiga kali lipat, dari 2,6 juta KPM pada 2014 menjadi 10 juta KPM pada 2018. Tahun ini, besaran manfaat untuk KPM PKH ditingkatkan sebesar 100% dari besaran awal.
Ternyata tidak hanya PKH, masih ada “jurus” perlindungan sosial lainnya yang diperagakan pemerintah dalam empat tahun terakhir ini. Sebut saja Program Indonesia Pintar, Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Program Indonesia Pintar yang bertujuan untuk menaikkan partisipasi murni siswa di pendidikan dasar dan menengah telah mencakup lebih dari 18 juta siswa pada tahun 2018. Tahun ini, penerima manfaat akan ditambah menjadi 20,1 juta siswa.
Program Jaminan Kesehatan Nasional merupakan mandat UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diketuk palu pada akhir periode kepemimpinan Presiden Megawati. Tujuannya jelas, untuk menjamin peserta program JKN menerima manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Jumlah Penerima Bantuan Iuran (PBI) program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berhasil ditingkatkan dari 86,4 juta jiwa dengan premi bulanan sebesar Rp19.225 di 2014 menjadi 92,4 juta jiwa di 2018 dengan premi yang lebih tinggi, yaitu Rp23.000. Di 2019, jumlah PBI ditambahkan kembali menjadi 96,8 juta jiwa.
Tidak sampai disitu, rupanya pemerintah juga melakukan intervensi terhadap pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat melalui program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). BPNT merupakan reinkarnasi program Beras Sejahtera (Rastra), atau yang lima tahun lalu dikenal dengan nama Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin). Jumlah penerima BPNT telah mencapai lebih dari 15 juta KPM.
Serangkaian “jurus” perlindungan sosial yang telah diperagakan pemerintah sejauh ini nampaknya berbuah manis. Data terbaru BPS menunjukan kemiskinan turun hingga single digit dari 10,96% (2014) menjadi 9,66% (2018). Indonesia mencetak sejarah tingkat kemiskinan terendah sepanjang sejarah. Pengangguran turun dari 5,94% (2014) menjadi 5,34% (2018). Ketimpangan pendapatan turun dari 0,414 (2014) menjadi 0,384 (2018).
Tentu perlu diakui juga, bahwa capaian indikator-indikator kesejahteraan tersebut ditopang keberhasilan pemerintah menjaga inflasi di kisaran 3%. Inflasi tahun 2018 tercatat hanya sebesar 3,13%, jauh lebih kecil dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 11,06%. Secara rerata dalam empat tahun terakhir (2015-2018), inflasi hanya mencapai 3,32% per tahun. Angka tersebut lebih kecil dari rerata inflasi 2011-2014, sebesar 6,21%. Inflasi yang rendah membuat daya beli masyarakat terhadap kebutuhan tetap terjaga.
Selain inflasi yang terkendali, harga-harga kebutuhan bahan pokok juga terjaga. Dalam empat tahun terakhir, rata-rata kenaikan tahunan beberapa harga pangan strategis lebih rendah dibanding empat tahun sebelumnya. Harga beras, misalnya, selama periode 2011-2014 mengalami kenaikan hingga mencapai 10%. Lebih tinggi dibandingkan dengan periode 2014-2018 yang mengalami kenaikan di bawah 6%. Demikian halnya dengan harga telur, daging sapi, minyak goreng, dan gula pasir. Masyarakat yang sering berbelanja kebutuhan pokok tentu dapat menghitung dan membandingkan sendiri kenyataan harga-harga tersebut.
Mengingat perlindungan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah cita tertinggi negeri dan yang merupakan mandat konstitusi, maka pemerintah berkewajiban untuk meneruskan dan meningkatkan kualitas dampak program-program perlindungan sosial. Pemerintah harus mampu melahirkan kembali sosok seperti Ibu Siti dan Khizbiyah untuk mengakselerasi kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Ikhtiar perlindungan sosial fardu untuk diteruskan!
Pemerhati Kebijakan Publik, Alumni Flinders University-Australia.