Jumat, April 26, 2024

Menelaah Ilmu dan Kemampuan dalam Penjurusan di SMA

Sasa Ramadhanty
Sasa Ramadhanty
State Jakarta Uni’16. Author at Geotimes.id. Chinese Language Tutor/Teacher. Freelance MC/Presenter. Fashion Model. 📩 Reach me at sasaramadhanty@gmail.com

Ketika memasuki Sekolah Menengah Atas (SMA), kita mengenal adanya penjurusan yang umumnya dilaksanakan pada kelas 11. Namun penjurusan ini dapat dilaksanakan pada kelas 10, atau dapat dikatakan tergantung dari kebijakan yang diterapkan pada sekolah tersebut. Penjurusan merupakan salah satu proses penempatan atau penyaluran dalam pemilihan program pengajaran para siswa di SMA yakni dengan pilihan jurusan: ilmu eksakta (MIPA), ilmu sosial, dan ilmu bahasa.

Dalam penjurusan ini, siswa diberi kesempatan memilih jurusan yang paling cocok dengan karakteristik dirinya. Ketepatan dalam memilih jurusan dapat menentukan keberhasilan belajar siswa.

Sebaliknya, kesempatan yang sangat baik bagi siswa akan hilang karena kekurangtepatan dalam menentukan jurusan. Dalam penjurusan, biasanya bagian bimbingan konseling akan membantu siswa untuk memilih jurusan berupa mengadakan konsultasi, tes tertulis, dan sebagainya. Namun ketiga jurusan tersebut memunculkan pendapat dan stigma yang berbeda dari siswa, yakni bahwa ilmu eksakta lebih bergengsi dari jurusan lainnya, yaitu salah satunya ialah ilmu sosial.

Dari pengalaman pribadi saya ketika saya masih duduk di bangku SMA tahun 2016 lalu, sekolah saya hanya membuka 2 jurusan yakni ilmu eksakta (MIPA) dan ilmu sosial. Alasan mengapa jurusan ilmu bahasa tidak dibuka ialah karena sangat sedikit siswa yang berminat masuk dalam jurusan tersebut.

Pada pemilihan jurusan, fenomena lebih banyak siswa yang memilih jurusan ilmu eksakta (MIPA) dibanding ilmu sosial pun terjadi. Ada anggapan yang sangat familiar di antara para siswa di sekolah yakni jika seorang siswa berhasil masuk jurusan MIPA maka siswa tersebut ialah siswa yang kecerdasannya lebih unggul dibanding mereka yang tidak lolos masuk jurusan MIPA dan berakhir di jurusan ilmu sosial.

Sehingga pada saat itu, ada banyak siswa di SMA tempat saya bersekolah berbondong-bondong memilih jurusan MIPA tanpa melihat terlebih dahulu kemampuannya. Hal ini merupakan suatu kesalahan yang fatal, hanya karena gengsi, seseorang rela ‘ikut-ikutan arus’ yang dapat memengaruhi perkembangan belajar ke depannya.

Ilmu merupakan salah satu pengetahuan yang diperuntukan manusia dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan secara lebih cepat dan lebih mudah, sebagai sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat tergantung pada kemajuan ilmu. Dalam filsafat ilmu, kita mengenal Aksiologi. Aksiologi berasal dari bahasa Yunani. Istilah ini terdiri dari dua gabungan kata yaitu axios dan logos.

Axios berarti nilai, sedangkan logos bermakna ilmu atau teori. Jika diartikan keseluruhan maka artinya adalah “teori tentang nilai”. Aksiologi adalah teori nilai yang berhubungan dengan kegunaan dari pengetahuan yang didapatkan. Setiap ilmu tentunya memiliki manfaat dan nilai ilmu itu sendiri. Tidak ada ilmu yang tak memiliki manfaat dan atau nilai, dan sesuatu yang tak memiliki dua hal tersebut tak mungkin disebut sebagai ilmu.

Ilmu eksakta atau yang lebih dikenal dengan ilmu alam merupakan ilmu yang mempelajari objek-objek empiris di alam semesta ini. Ilmu alam mempelajari berbagai gejala dan peristiwa yang mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia (Yuyun S, 1981: 7). Ilmu eksakta melahirkan para fisikawan, dokter, teknisi, dan lainnya.

Ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari manusia dalam segala aspek hidupnya, ciri khasnya, tingkah lakunya, baik perseorangan maupun bersama, dalam lingkup kecil maupun besar (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 2007: 49). Ilmu ini lebih dikenal ilmu yang merakyat karena objek yang mereka pelajari adalah manusia. Ilmu ini banyak mencetak para politisi, hukum, aktivis, psikologi, dan sejarahwan.

Dari kedua ilmu tersebut banyak perbedaan dari segi objek yang diamati dan bahasan. Apabila kita kupas berdasarkan filsafat, kedua ilmu tersebut tercipta dari filsafat dan pembentukan ilmu tersebut untuk mempermudah menyelesaikan suatu permasalahan. Ilmu alam akan mubazir jika tak didampingi ilmu sosial.

Kita bisa katakana bahwa ilmu eksak bisa menghasilkan produk yang sangat konkrit dari segi kualitas dan manfaatnya. Namun, sungguh produk-produk tersebut tidak akan berguna apa-apa jika tidak didukung dengan ilmu sosial. Contohnya: ketika seorang sarjana teknik menciptakan sebuah produk teknologi. Teknologi tersebut tidak akan pernah sampai ke masyarakat dengan baik tanpa adanya dukungan dana dan pemasaran yang baik.

Orang-orang dari ilmu sosial lah yang dapat menangani itu semua. Dan sebaliknya, ilmu sosial pun akan hampa jika tak didampingi dengan ilmu eksakta. Kedua ilmu tersebut saling memberikan kontribusi yang besar dalam kehidupan. Dua-duanya membutuhkan intelektualitas yang tinggi untuk mempelajari dan menguasainya dengan baik.

Pada dasarnya ilmu diciptakan dengan tujuan untuk mempermudah manusia dalam segala urusan pada kehidupannya. Maka pengeksklusifan ilmu yang terjadi pada kalangan siswa SMA dalam penjurusan merupakan suatu hal yang harus dihilangkan segera. Apakah setiap orang dikatakan sukses apabila ia menjadi seorang dokter? Bagaimana dengan seorang pengacara tersohor?

Apakah pengacara tersebut berasal dari ilmu eksakta? Gengsi hanyalah nafsu belaka dan menuruti gengsi tidak akan pernah ada habisnya. Hidupmu adalah otoritasmu. Hidupmu tidak dibiayai oleh stigma orang lain terhadap apa yang kamu jalani dan kamu pilih.

Sasa Ramadhanty
Sasa Ramadhanty
State Jakarta Uni’16. Author at Geotimes.id. Chinese Language Tutor/Teacher. Freelance MC/Presenter. Fashion Model. 📩 Reach me at sasaramadhanty@gmail.com
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.