Jumat, April 19, 2024

Mencari Makna dari Lukisan Purba Tertua di Indonesia

  • Oleh: Rafael Pandu Amartya
  • SMA Santa Ursula BSD

Pemenang Lomba Menulis Esai “Mengenal Indonesia, Mengenal Diri Kita”. Sahabat Khatulistiwa. Desember 2020

Selama ini, sebagian dari kita mengetahui bahwa lukisan gua purba tertua di dunia terdapat di Paris, Perancis, yang dikenal dengan nama gua Chauvet-Pont-d’Arc. Meskipun lukisan gua tersebut memiliki usia yang cukup tua, lukisan gua ini bukanlah yang tertua di dunia. Kita sebagai Bangsa Indonesia patut bangga karena lukisan purbakala tertua terdapat salah satunya di Indonesia, tepatnya di Sulawesi Selatan yang disebut gua Leang Bulu’ Sipong 4.

Gua ini ditemukan sekitar tahun 2016 silam oleh satu tim arkeolog dari Balai Penelitian Cagar Budaya Sulawesi Selatan, bersama dengan arkeolog dari Australia. Dengan menggunakan alat pendeteksi usia barang purba, lukisan pada dinding gua Leang Bulu’ Sipong 4 diperkirakan berusia sekitar 35.000-44.000 tahun, atau lebih tepatnya pada zaman es.

Sedangkan gua Chauvet-Pont-d’Arc dibuat sekitar 20.000 tahun yang lalu berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Ini berarti lukisan dinding gua di Perancis dua kali lebih muda dibanding lukisan dinding gua di Sulawesi Selatan.

Penemuan lukisan dinding yang lebarnya kurang lebih 4,5 meter ini menjadi salah satu penemuan zaman purba terbesar bagi para peneliti. Maxime Aubert, Arkeolog dari Griffith University, Australia, mengatakan bahwa lukisan dinding gua ini menjadi pengetahuan baru tentang awal mula pemikiran manusia modern.

Pada cadas atau lukisan dinding dalam gua Leang Bulu’ Sipong 4 ini diilustrasikan sekelompok makhluk setengah manusia dan setengah hewan, atau disebut dengan Therianthrope yang sedang memburu seekor hewan yang besar. Tim peneliti meyakini bahwa hewan besar tersebut merupakan hewan buruan mereka, seperti babi hutan dan anoa.

Apa yang menjadi perhatian para peneliti adalah lukisan Therianthropes pada dinding gua, karena hal ini membuktikan bahwa manusia pada saat itu sudah memiliki kemampuan untuk berimajinasi dalam menggambarkan keberadaan kekuatan supernatural. Makhluk supernatural tersebut juga menjadi titik awal mula manusia memiliki interaksi terhadap kepercayaan rohani. Penemuan lukisan di dinding gua itu menegaskan bahwa kemajuan manusia pada zaman itu dalam kesenian cadas yang maju berasal dari Sulawesi Selatan.

Lukisan gua tertua ini dibuat menggunakan salah satunya dengan metode cat semprot. Hal ini tentu membuat takjub para peneliti. Karena usianya yang sangat tua, lukisan purba di gua tersebut dapat rusak dengan mudah apabila disentuh atau terpapar media yang dapat merusak narasi visual yang telah diciptakan oleh nenek moyang kita, seperti menggunakan flash pada kamera untuk mengabadikan lukisan purba tersebut.

Para ahli dan peneliti setempat sampai-sampai membuat larangan bagi siapapun yang datang untuk memasuki area lokasi Gua Leang Bulu Sipong 4 agar lukisan gua tersebut tidak rusak. Namun sayangnya, cadas Leang Bulu Sipong 4 ini sudah terlanjur rusak akibat bakteri berasal dari debu, asap, atau bahkan para pengunjung yang sebelumnya mendatangi gua tersebut.

Pada zaman sekarang, seni rupa sepertinya sudah menjadi hal yang biasa bagi banyak orang. Sekarang sudah ada berbagai jenis variasi dari seni rupa di zaman industri 4.0 ini. Ada pula seni rupa yang sekarang tidak lagi menggunakan media seperti cat, kuas, dan kanvas, namun menggunakan komputer dan tablet khusus menggambar secara digital.

Memahami dan mempelajari teknik dalam melukis digital merupakan hal yang berguna untuk dilakukan, bahkan penting untuk dipelajari guna memahami perkembangan seni pada revolusi industri 4.0 ini. Namun, kita juga harus mempertahankan keberadaan seni rupa tradisional dan kebudayaan karya seni lokal atau yang menjadi khas dari wilayah keberadaan lukisan itu diciptakan. Seni rupa tradisional harus terjaga kelestariannya dan terhindar dari ancaman kepunahan, karena peninggalan leluhur dan nenek moyang kita adalah ilustrasi suatu zaman mengenai bagaimana perkembangan kehidupan dari kebudayaan pada saat itu.

Perkembangan seni rupa tradisional masih terus berlanjut hingga sekarang. Jika revolusi industri 4.0 ini jumlah seniman tradisional berkurang, perkembangan dari seni rupa akan terhenti pada era revolusi ini dan tidak akan pernah muncul kembali. Oleh karena itu, kita sebagai penyumbang dari seniman dan nenek moyang pelukis harus dapat melestarikan seni rupa tradisional dengan mendalaminya dan menyebarluaskan seni yang tradisional itu supaya orang tertarik untuk ikut mendalaminya.

Lukisan dalam gua Leang Bulu’ Sipong 4 memuat pesan dan pengetahuan tersirat yang bisa kita dapat lalu dipelajari. Selain manusia pada saat itu sudah memiliki kemajuan dalam hal nawa citra dan penggambaran imajinasi secara visual, teknologi yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari juga maju pada jaman itu0.. Hal ini tampak pada salah satu Therianthrope pada cadas ada yang menggunakan tombak dan tali panjang yang diduga merupakan strategi berburu untuk mendapatkan hasil buruannya.

Belajar dari pengalaman nenek-moyang kita menyelesaikan masalah, maka sudah sewajarnya jika kita di era-modern ini juga berorientasi untuk memecahkan masalah dengan menggunakan teknik dan pendekatan yang sudah berkembang saat ini. Misalnya saja dalam mengatasi Covid-19 kita bisa menggunakan kemajuan ilmu kedokteran untuk menciptakan vaksin. Itu adalah cara kita bertahan dari ancaman yang kita hadapi masa kini.

Seperti pada nenek moyang kita pada zaman dahulu, mereka menggunakan instrumen-instrumen yang berukuran besar dan tajam untuk menangkap atau memburu seekor babi atau kerbau. Hal ini menegaskan bahwa manusia yang sesungguhnya harus memiliki pandangan yang kritis terhadap suatu hal.

Untuk menciptakan suatu seni, pasti diperlukan imajinasi agar terkesan diluar nalar, seperti pada manusia yang menciptakan cadas Leang Bulu’ Sipong 4. Pada zaman sekarang ini, banyak orang yang menciptakan karya seni, namun bisa dengan mudah diklaim oleh orang lain bahwa dialah yang menciptakan karya seni itu.

Plagiarisme merupakan tindakan ilegal yang biasa dilakukan oleh seseorang dalam mengklaim orisinalitas hasil kerja seseorang adalah milik orang yang tidak memiliki hak. Hal seperti ini harus dihindari terutama dalam membuat suatu karya seni. Oleh karena itu Di era revolusi industri ini, perlindungan mengenai hak kekayaan intelektual harus diperkuat, agar tidak mudah ditiru oleh orang lain, sehingga tidak lagi bisa diketahui siapa pencipta pertamanya

Di era digital ini, ada banyak cara untuk membuat yang rumit menjadi lebih mudah. Dengan kemudahan tersebut, manusia bisa lebih fokus untuk mengembangkan imajinasinya. Belajar dari masyarakat purba di mana mereka telah memiliki imajinasi yang baik, masyarakat modern harus lebih banyak mengembangkan imajinasinya, sehingga lahir penemuan baru yang berguna bagi masyarakat.

Kita juga harus ingat bahwa sekarang teori sudah tidak berguna lagi dalam menyelesaikan masalah. Pada era digital ini kita diberikan, atau bahkan dibebani oleh berbagai permasalahan yang berbentuk penalaran. Maka dari itu, konsep dan teori dalam suatu bentuk, bisa itu pelajaran atau permasalahan harus dipahami dengan seksama supaya penyelesaian masalah masa kini dapat diselesaikan sepenuhnya.

 

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.