Detik Jarum Jam semakin berpacu, Indonesia semakin bergejolak. Pejabat Pemerintahan, Aktivist LSM, hingga bocah PAUD kini ikut-ikutan teriak “Hidup 01 dan Hidup 02” menandakan kontestasi kini semakin mendekat.
Pemain lakon kini mulai keluar dari persembunyian dan berlari menuju gelanggang, menaiki podium dan mulai memainkan retorika – retorika dukung mendukungnya. Maka, tensi pertarunganpun berangsur memuncak.
Senjata-senjata dengan berbagai macam peluru mulai dikeluarkan dari ruang penyimpanannya. Beserta bala tentara yang tertebar dari sabang sampai merauke. Dahsyat gemuruh dentuman hingga tidak sedikit pemain mulai terpinggirkan. Indonesia tengah berada dalam sebuah kontestasi penuh hoaks dan lupa jati diri.
Melihat kondisi ini, dimana tidak sedikit keretakan mulai muncul, saya ingin mengajak saudar-saudari pembaca sekalin menatap ke ujung timur barisan kepulauan sunda kecil yang sekian lama terlihat seperti daerah yang terisolir yakni Kabupaten Alor NTT.
Seiring permainan isu Sara yang sekian lama berkembang mulai kasus Ahok hingga kasus yang memainkan Isu Agama, mereka tidak pernah terpengaruh ataupun tergoyahkan kondisi kerukunan antar ummat beragamanya. Bukan karna daerahnya yang tampak terisolir, mereka juga punya gadget dan bergaya hidup seperti masyarakat yang maju dalam sisi teknologi. Mereka juga selalu mengupdate informasi – informasi seputar Indonesia setiap hari.
Tentu ini akan menjadi pertanyaan terbesar bagi kita. Apa hal yang mampu membuat Masyarakat Alor tetap kondusif dan tidak mampu terpengaruh? Apakah mereka Apolitis? Ataukan mereka tidak beragama? Tentu saja tidak. Mereka orang – orang yang masih tinggi partisipasi politiknya serta masih beragama.
Lantas kenapa mereka tidak terprofokasi sama skali dengan Agitasi dan Propaganda manufer isu pooitik Nasional? Ternyata, mereka masih memegang teguh amanah leluhurnya dan masih memegang teguh rasa cinta tanah airnya terutama yang tertera pada cengkraman Garuda yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya Berbeda – beda tapi tetap satu.
Alor Merupakan Kabupaten yang didalamnya terdiri dari berbagai suku dan memiliki 15 rumpun bahasa daerah dari setiap ethnis yang ada disana. Namun semua suku dan bahasa ini distukan dengan bahasa Indonesia. Dengan bersatunya berbagai bahasa dalam kabupaten ini hingga menjadi satu bahasa yakni Bahasa Indonesia, Mereka sangat bersyukur menjadi Warga Negara Indonesia meskipun secara perhatian dari sisi Infrastruktur dan Kesejahteraan Masyarakatnya masih tidak terlalu diperhatikan oleh pemerintah pusat.
Apakah karena letak Alor ini berada di perbatasan Laut Indonesia – Timor Leste sehingga Rasa Cinta Tanah Airnya begitu besar terhadap bangsa ini? Ataukah mereka adalah Indonesia yang Hilang? Wallahu a’lam.