Kamis, Desember 18, 2025

Mempersiapkan Ruang Udara Rendah sebagai Infrastruktur Baru

Dr. Afen Sena, M.Si. IAP, FRAeS
Dr. Afen Sena, M.Si. IAP, FRAeS
Profesional dan akademis dengan sejarah kerja, pendidikan dan pelatihan di bidang penerbangan dan bisnis kedirgantaraan. Alumni PLP/ STPI/ PPI Curug, Doktor Manajemen Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, International Airport Professional (IAP) dari ICAO-ACI AMPAP dan Fellow Royal Aeronautical Society (FRAeS).
- Advertisement -

Artikel ini mengusulkan pembangunan Unmanned Aircraft System Integrated Laboratory sebagai arsitektur pengelolaan ruang udara rendah nasional. Laboratorium ini diposisikan bukan sekadar sebagai fasilitas teknologi, melainkan sebagai digital twin konseptual yang menyatukan aspek operasional, teknikal, regulasi, keamanan, dan kedaulatan data dalam satu ekosistem pembelajaran nasional. Melalui simulasi UTM, integrasi AAM–vertiport, operasi BVLOS, command and control, serta sistem Counter-UAS, laboratorium ini menjadi basis pendidikan dan pelatihan SDM, riset dan inovasi, serta sandbox kebijakan sebelum implementasi nasional.

Dalam konteks geopolitik dan persaingan teknologi global, laboratorium ini juga berfungsi sebagai instrumen kedaulatan ruang udara rendah dan data strategis negara. Dengan pendekatan sistemik dan bertahap, Unmanned Aircraft System Integrated Laboratory diproyeksikan menjadi fondasi keselamatan.

 

Pendahuluan

Perubahan paling mendasar dalam dunia penerbangan global hari ini tidak terjadi di ketinggian jelajah pesawat komersial, melainkan jauh lebih dekat ke permukaan bumi—di ruang udara rendah yang selama puluhan tahun nyaris luput dari perhatian kebijakan publik. Di ruang inilah pesawat tanpa awak, drone logistik, wahana misi kemanusiaan, hingga eVTOL untuk mobilitas perkotaan mulai beroperasi secara masif.

Unmanned Aircraft System dan Advanced Air Mobility tidak lagi diposisikan sebagai teknologi masa depan yang jauh. Di banyak negara, teknologi ini telah menjadi bagian dari sistem transportasi, sistem keamanan, dan sistem ekonomi nasional. Ruang udara rendah berubah menjadi ruang strategis baru, tempat kepentingan keselamatan, ekonomi, teknologi, dan keamanan nasional saling bertemu.

Indonesia tidak berada di luar arus ini. Dengan karakter negara kepulauan, kepadatan urban yang tinggi, serta kebutuhan logistik dan pelayanan publik yang luas, pemanfaatan UAV dan AAM justru memiliki relevansi strategis yang sangat besar. Namun pertanyaan kuncinya bukan lagi apakah teknologi ini akan hadir, melainkan apakah negara siap mengelola ruang udara rendahnya secara aman, terintegrasi, dan berdaulat.

Ketika Ruang Udara Menjadi Infrastruktur Negara

Dalam paradigma lama, ruang udara dipahami sebagai wilayah fisik yang dijaga melalui aturan ketinggian dan batas geografis. Dalam paradigma baru, ruang udara—khususnya ruang udara rendah—dipahami sebagai infrastruktur sistemik berbasis data, teknologi, dan tata kelola. Setiap penerbangan adalah aliran data. Setiap izin terbang adalah keputusan sistem. Setiap konflik adalah persoalan manajemen lalu lintas.

Negara-negara yang lebih dahulu melangkah menyadari satu hal penting: ruang udara rendah tidak bisa dikelola secara reaktif. Ia harus dirancang, disimulasikan, dan diuji sebelum digunakan secara luas oleh publik dan industri. Dari sinilah muncul UTM sandbox nasional, integrated laboratory, dan policy testbed sebagai fondasi regulasi dan SDM.

- Advertisement -

Di Indonesia, kebutuhan ini semakin mendesak. Peningkatan jumlah UAV, rencana pengoperasian eVTOL, dan potensi pemanfaatan ruang udara rendah untuk logistik, keamanan, serta layanan publik menuntut sistem pengelolaan yang tidak lagi bertumpu pada pendekatan sektoral.

Kesenjangan Kesiapan yang Bersifat Sistemik

Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki laboratorium nasional yang mampu memodelkan pengelolaan ruang udara rendah secara utuh. Tidak tersedia fasilitas yang mampu mensimulasikan Unmanned Traffic Management modern, menguji integrasi UAV–AAM–vertiport, memodelkan operasi BVLOS lintas wilayah, serta melatih regulator dan operator melalui skenario operasional nyata.

Akibatnya, kesiapan nasional berkembang secara terfragmentasi. Regulasi disusun tanpa wahana uji operasional yang memadai. Pelatihan SDM berlangsung tanpa simulasi kepadatan lalu lintas yang realistis. Riset teknologi berkembang lebih cepat daripada kemampuan sistem negara untuk mengelolanya.

Inilah yang menciptakan ecosystem readiness gap—kesenjangan kesiapan ekosistem yang bukan sekadar persoalan teknologi, tetapi persoalan arsitektur sistem nasional.

geotimes - Mempersiapkan Ruang Udara Rendah sebagai Infrastruktur Baru - Arsitektur pengelolaan ruang udara rendah nasional

Laboratorium sebagai Ruang Merancang Ruang Udara

Dalam konteks inilah Unmanned Aircraft System Integrated Laboratory memperoleh makna strategisnya. Laboratorium ini tidak dirancang sebagai ruang uji teknologi semata, melainkan sebagai representasi miniatur sistem pengelolaan ruang udara rendah Indonesia.

Laboratorium ini berfungsi sebagai digital twin konseptual, tempat ruang udara rendah direncanakan, dioperasikan, diamankan, dan dievaluasi sebelum diterapkan di dunia nyata. Ia menjadi ruang bersama bagi regulator, ANSP, operator, industri, dan akademisi untuk membangun pemahaman kolektif tentang bagaimana ruang udara seharusnya bekerja.

Pendekatan ini menandai pergeseran penting: dari pengelolaan berbasis respons menuju perancangan sistemik berbasis pembelajaran.

Ruang Udara sebagai Sistem Sosio-Teknis Nasional

Desain Unmanned Aircraft System Integrated Laboratory berangkat dari pemahaman bahwa ruang udara rendah adalah sistem sosio-teknis. Ia mempertemukan manusia, teknologi, aturan, dan kepentingan negara dalam satu ekosistem.

Prinsip utamanya adalah bahwa operasi mendefinisikan teknologi. Seluruh arsitektur teknis diturunkan dari kebutuhan operasional Indonesia sebagai negara kepulauan, dengan kepadatan urban tinggi dan sensitivitas keamanan nasional. Ruang udara tidak dipahami sebagai ruang kosong, melainkan sebagai sistem lalu lintas dengan kapasitas, prioritas, dan risiko.

Keamanan dan kedaulatan data dibangun sejak tahap desain, bukan ditambahkan di akhir. Dan yang tak kalah penting, laboratorium harus mampu menjalankan fungsi ganda: pendidikan dan pelatihan, riset dan inovasi, simulasi kebijakan, serta uji teknologi dan prosedur.

Lapisan Operasional: Cara Ruang Udara Bekerja

Pada lapisan operasional, laboratorium memodelkan cara ruang udara rendah dikelola dalam praktik nyata. Ruang udara dipetakan sebagai kumpulan zona dengan karakteristik berbeda: kawasan urban padat, kawasan industri, wilayah bandara, koridor logistik drone, wilayah terbatas, hingga area sensitif nasional.

Setiap zona memiliki aturan operasional, kapasitas lalu lintas, dan tingkat risiko yang berbeda. Operasi UAV dan eVTOL tidak dipahami sebagai penerbangan individual, melainkan sebagai arus lalu lintas udara rendah. Setiap permintaan terbang diperlakukan sebagai permintaan akses terhadap ruang udara yang harus dievaluasi berdasarkan keselamatan, kepadatan, dan prioritas misi.

Laboratorium memungkinkan pengujian berbagai skenario kompleks. Lonjakan permintaan logistik saat puncak aktivitas ekonomi, operasi bantuan bencana ketika infrastruktur darat terganggu, gangguan cuaca lokal di kawasan urban, hingga pelanggaran ruang udara dapat disimulasikan secara aman. Dari sinilah pemahaman operasional yang realistis dibangun.

UTM sebagai Otak Pengelolaan Ruang Udara Rendah

Di atas lapisan operasional bekerja lapisan manajemen lalu lintas yang direpresentasikan oleh Unmanned Traffic Management. Dalam laboratorium, UTM dipahami sebagai mesin pengambilan keputusan negara untuk ruang udara rendah.

UTM menerima permintaan operasi, mengevaluasi risiko, mengalokasikan ruang dan waktu, serta memantau pelaksanaan secara real-time. Yang membedakan adalah cara UTM dirancang sebagai sistem terbuka yang berinteraksi dengan ATC konvensional, sistem keamanan ruang udara, dan command center.

Dengan pendekatan ini, laboratorium memungkinkan pengujian batas kewenangan antara UTM dan ATC, serta skema koordinasi yang aman dan efisien. Pengelolaan ruang udara tidak lagi bergantung pada intuisi, tetapi pada sistem yang teruji.

AAM dan Vertiport

Advanced Air Mobility membawa dimensi baru dalam pengelolaan ruang udara rendah, yakni keterkaitan langsung antara udara dan darat. Dalam desain laboratorium, vertiport tidak dipahami sekadar sebagai titik lepas landas, melainkan sebagai simpul sistem transportasi.

Simulasi AAM mencakup alokasi slot vertiport, manajemen turnaround eVTOL, sinkronisasi dengan kapasitas ruang udara, serta dampak operasional terhadap kawasan perkotaan. Dengan pendekatan ini, kebijakan AAM tidak lahir sebagai visi abstrak, tetapi sebagai desain operasional yang konkret dan teruji.

Command Center

Seluruh operasi UAV, UTM, AAM, dan keamanan ruang udara dikonsolidasikan dalam command and control environment. Inilah ruang tempat manusia tetap memegang peran kunci.

Command center dirancang sebagai ruang pengambilan keputusan berbasis data. Regulator dan operator dapat melihat gambaran situasi ruang udara secara menyeluruh, memahami implikasi keputusan, serta menguji alternatif kebijakan melalui simulasi. Laboratorium tidak hanya menguji sistem, tetapi juga melatih intuisi dan penilaian profesional SDM.

Counter-UAS

Keamanan ruang udara rendah tidak ditempatkan sebagai sistem terpisah. Dalam desain laboratorium, Counter-UAS menjadi bagian inheren dari tata kelola ruang udara.

Deteksi, klasifikasi, dan penanganan wahana non-kooperatif dimodelkan dalam konteks operasional. Sistem keamanan berkoordinasi dengan UTM dan command center untuk memahami situasi secara utuh sebelum tindakan diambil. Pendekatan ini mencerminkan paradigma keamanan modern yang preventif, proporsional, dan sistemik.

Data sebagai Aset Strategis Negara

Setiap operasi dan simulasi menghasilkan data. Data ini diperlakukan sebagai memori ruang udara nasional. Pola lalu lintas, titik risiko, dan efektivitas kebijakan dianalisis secara berkelanjutan untuk menyempurnakan regulasi dan SOP.

Prinsip kedaulatan data diterapkan sejak desain awal. Negara memahami alur data, kontrol akses, dan implikasi geopolitik dari setiap arsitektur sistem yang digunakan. Dalam era persaingan teknologi global, kedaulatan ruang udara tidak bisa dipisahkan dari kedaulatan data.

Geopolitik Ruang Udara Rendah

UTM dan AAM bukan hanya isu teknis, tetapi arena geopolitik baru. Negara yang hanya menjadi pengguna teknologi asing berisiko kehilangan posisi tawar dalam penentuan standar dan norma global.

Dengan memiliki laboratorium nasional, Indonesia tidak hanya mengikuti perkembangan, tetapi memiliki kapasitas untuk menguji, mengadaptasi, dan berkontribusi dalam pembentukan standar internasional. Ini adalah bentuk geopolitik sistem—sunyi, namun menentukan.

Mesin Pembelajaran Nasional

Keunggulan utama Unmanned Aircraft System Integrated Laboratory terletak pada siklus pembelajarannya. Kebijakan diuji melalui simulasi. Simulasi menghasilkan data. Data dianalisis untuk menyempurnakan sistem. Hasilnya diuji kembali dalam skenario baru.

Siklus ini menjadikan laboratorium sebagai mesin pembelajaran nasional untuk ruang udara rendah—sebuah investasi strategis yang memungkinkan Indonesia belajar tanpa harus membayar mahal melalui insiden nyata.

Penutup

Pembangunan Unmanned Aircraft System Integrated Laboratory bukan sekadar proyek pengadaan teknologi. Ia adalah investasi strategis untuk keselamatan penerbangan, kesiapan SDM, kedaulatan ruang udara rendah, dan posisi Indonesia dalam ekosistem global.

Ruang udara yang tidak dirancang dengan baik bukan hanya tidak efisien, tetapi rentan secara strategis. Dengan laboratorium ini, Indonesia memilih untuk tidak sekadar mengikuti arus, tetapi merancang masa depannya sendiri.

Pustaka

European Union Aviation Safety Agency. (2019). U-space concept of operations. EASA.

International Civil Aviation Organization. (2015). Manual on remotely piloted aircraft systems (RPAS) (ICAO Doc 10019). ICAO.

International Civil Aviation Organization. (2020). Unmanned aircraft systems traffic management (UTM): Concept of operations. ICAO.

NASA Ames Research Centre. (2020). UAS traffic management (UTM) research transition team: Concept and technology development. National Aeronautics and Space Administration.

Organisation for Economic Co-operation and Development. (2020). Urban air mobility and the future of cities. OECD Publishing.

Dr. Afen Sena, M.Si. IAP, FRAeS
Dr. Afen Sena, M.Si. IAP, FRAeS
Profesional dan akademis dengan sejarah kerja, pendidikan dan pelatihan di bidang penerbangan dan bisnis kedirgantaraan. Alumni PLP/ STPI/ PPI Curug, Doktor Manajemen Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, International Airport Professional (IAP) dari ICAO-ACI AMPAP dan Fellow Royal Aeronautical Society (FRAeS).
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.