Minggu, November 24, 2024

Memilih Peran Berpolitik Atau Tidak Berpolitik

Sasa Ramadhanty
Sasa Ramadhanty
State Jakarta Uni’16. Author at Geotimes.id. Chinese Language Tutor/Teacher. Freelance MC/Presenter. Fashion Model. 📩 Reach me at sasaramadhanty@gmail.com
- Advertisement -

Selalu ada saja orang yang memilih untuk tidak memilih pada pemilihan umum (pemilu), baik sengaja maupun tak sengaja. Bisa juga disebut sebagai Golongan Putih (golput), yakni mereka yang sengaja tidak memilih dengan sebab tak mengakui sistem politik yang sah. Namun, ada pula mereka yang tak sahih disebut golput namun tak mencoblos disebabkan karena tak memiliki kesadaran politik.

Pada situasi itu, “berpolitik dengan cara tak berpolitik” dapat dikatakan oleh seorang Golput, sedangkan yang tidak mencoblos karena malas cukup dikatakan sebagai “tidak berpolitik”. Wiratmo Soekito (1929-2001) seorang akademisi, sastrawan, aktif di penyiaran radio, dan budayawan Indonesia mengajukan tiga kategori, yakni (1) berpolitik, (2) terlibat dalam politik, dan (3) tidak berpolitik.

Latar belakang anggapan dasar itu adalah pernyataan sejumlah penanda tangan Manifes Kebudayaan (Mei 1964) pada tahun 1966 bahwa Manifes telah gagal, antara lain karena kapitulasi Partai Komunis Indonesia (PKI) bukanlah berkat perjuangan mereka. Wiratmo menyatakan pada Mei 1965 telah meramalkan kapitulasi PKI, mengakui kegagalan Manifes, tetapi oleh sebab lain, yakni partisipasi para penandatangannya dalam Konferensi Karyawan Pengarang se-Indonesia (KKPI).

Konferensi yang merupakan reaksi terhadap Konferensi Seni dar Sastra Revolusioner (KKSR) pada Agustus 1964 itu, berakhir dengan pembentukan organisasi Persatuan Karyawan Pengarang Indonesia (PKPI), dan bagi Wiratmo artinya telah berpolitik. Padahal, menurut Wiratmo, menandatangani Manifes bukanlah berpolitik, melainkan: “…menerima fait accompli, bahwa mereka terlibat dalam politik. (Soekito, 8/5/1972: 6). Jadi, terlibat dalam politik itu bukan berpolitik dan bukan pula tidak berpolitik. Mari kita simak penjelasannya.

Wiratmo menjelaskan dengan menjadikan teater sebagai perumpamaan. Dalam apa yang disebutnya peristiwa teater, terdapat pentas tempat para pemain drama memainkan peran dalam lakon yang mereka bawakan. Menghadap pentas adalah publik. Pertunjukan akan berlangsung bukan hanya karena pemeran yang bermain, tetapi juga kalau publiknya terlibat.

Jika pemain drama sama dengan orang yang berpolitik, maka keduanya bersandiwara. Dalam artian, pemeran orang dungu tidaklah dungu, orang politik yang berkhianat tidaklah berkhianat, seperti Soekarno-Hatta yang kala itu bekerja sama dengan Jepang dan itu bukanlah pengkhianatan, namun menjalankan suatu peran. Posisi publik di depan pentas tidak seperti itu, tetapi mereka tetap terlibat, jadi publik dalam politik bukan tidak berpolitik, melainkan terlibat dalam politik.

Seorang pemain drama dan orang yang berpolitik harus bersedia dikecam dan dicela sebagai konsekuensi peran apa pun yang dimainkannya. Sedangkan orang yang hanya terlibat dalam politik menurut Wiratmo, “… mempunyai hak-hak yang lebih besar, namun mempunyai kesediaan untuk mengambil resiko, seolah-olah setiap saat ia sudah bersedia untuk dibawa ke hadapan suatu regu penembak untuk dihukum mati.”

Maka, orang yang sadar maupun tak sadar terlibat dalam politik, pertama, jika menolak posisi tidak berpolitik, sama dengan publik yang naik ke atas panggung untuk merusak tontonan; dan kedua, jika menolak posisi terlibat dalam politik, sama dengan publik yang tertidur saat peristiwa teater terjadi. Penanda tangan Manifes, dalam penandatanganannya itu, menurut definisi Wiratmo: terlibat dalam politik, tetapi tidak berpolitik.

Mengacu kepada klasifikasi awal, muncul anggapan bahwa para penanda tangan yang disebut Wiratmo sebagai Manifestan dapat digolongkan sebagai “berpolitik dengan cara tidak berpolitik”. Jadi, “tidak berpolitik”-nya Wiratmo adalah peran politik juga, tetapi bukan di panggung, melainkan bagian dari publik, yang tidak tertidur- dan tentu tidak pula naik ke atas panggung. Artinya tidak bermain dan tidak pula mengganggu permainan.

Sasa Ramadhanty
Sasa Ramadhanty
State Jakarta Uni’16. Author at Geotimes.id. Chinese Language Tutor/Teacher. Freelance MC/Presenter. Fashion Model. 📩 Reach me at sasaramadhanty@gmail.com
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.