Kamis, September 12, 2024

Membalut Simbol Samin di Era Modern

Sugie Rusyono
Sugie Rusyono
Koordinator Akademi Pemilu dan Demokrasi Kabupaten Blora dan Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PDM Blora.

Budaya Samin begitu penulis menyebutnya, kini menjadi sesuatu yang terus di tumbuhkan dan dihidupkan dalam denyut nadi masyarakat di Kabupaten Blora. Ditengah kehidupan yang semakin individualistis, modernitas serta tsunami informasi. Budaya samin menyeruak dan memunculkan simbol-simbol baru untuk kembali pada tradisi yang penuh dengan kesederhanaan, kepedulian dan rasa gotong royong yang cukup tinggi diantara kehidupan masyarakat.

Simbol dan budaya samin, nampaknya mulai dibalutkan untuk kemudian membalut jiwa dan raga masyarakat Blora yang sebenarnya sangat dekat dengan nilai-nilai kebersamaan, kesetaraan, kemanusiaan, kesetiaan dan juga kegotong royongan. Nilai-nilai itu masih bisa dijumpai pada beberapa denyut nadi masyarakat Blora.

Apakah Samin memang hanya di Blora, jawabnya tentu tidak, lantaran sedulur sikep samin berkembang hingga sekarang di beberapa Kabupaten sekitar Blora, seperti Pati, Kudus (Jateng), Ngawi dan Bojonegoro (Jatim). Tapi kalau ada yang tanya Samin berasal dari mana? Tentu akan banyak yang jawab Blora. Tak heran jika ditanya anda berasal dari mana Blora, pasti juga terlontar Samin. Tak heran jika Blora menjadi identik dengan Samin

Dalam laman Wikipedia, kelompok Samin terkonsentrasi tidak hanya di Blora, tetapi ada yang di Pati, Kudus, Grobogan (Jateng) dan Bojonegoro Jawa Timur. Dengan kata lain bermukim di perbatasan kedua wilayah yang masuk dalam kawasan pegunungan kendeng. Sejarah dan siapa Samin Surosentika tidaklah perlu diulas dalam tulisan ini. Sudah banyak literatur yang mengupas tuntas soal itu.

Untuk membungkus ajaran Samin, di Kabupaten Bojonegoro yang berbatasan langsung dengan Blora ini bahkan membuat prasati berupa tugu samin. Pendirian itu merupakan ide yang sangat brilian sekaligus kreatif. Perdebatan soal Kabupaten mana yang berhak memiliki tugu, prasasti atau sebutan lainnya rasanya hanya akan membuang energi saja. Seperti halnya patung Panglima Besar Jendral Sudirman yang bisa dilihat ada di kota-kota besar di Indonesia, tidak mutlak milik satu Kabupaten, begitu juga dengan tokoh lainnya. Toh tidak ada yang mempermasalahkannya.

Justru dengan banyak dijumpai dan didirikan di banyak kota menandakan kalau tokoh tersebut menjadi panutan dan menjadi milik bersama. Yang tidak kalah penting tentu ada maksud tertentu dibangunnya tugu/prasasti Samin.

Pakaian Samin 

Lalu bagaimana dengan Blora yang secara biologis dan ideologis menjadi “tuan rumah” Samin?. Ada Desa Sambongrejo yang  merupakan salah satu kampung yang dihuni oleh sedulur sikep, dan menjadi jujugan untuk edukasi. Kini menjadi Desa Wisata yang mengemas budaya Samin sebagai andalan. Ada juga di kampung Samin Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Blora. Belum lagi kampong samin lainnya yang ada di Kemantren Kedungtuban dan Sumber Kradenan.

Jika sebelumnya di pegawai Kantor telah diterapkan penggunaan pakaian samin. Kini siswa sekolah juga sudah diwajibkan memakai pakaian samin pada tanggal 15 setiap bulannya. Tak heran jika saat tanggal 15, sepanjang perjalanan kesekolah atau saat disekolah seluruh siswa SD, SMP, memakai pakaian samin yang memiliki warna hitam ini. Sebelumnya dalam event Sedekah Bumi Blora dengan sego berkat godhong jati, seluruh peserta yang membawa sego berkat juga mengenakan pakaian samin.

Penggunaan pakaian samin bagi siswa sekolah ini, berdampak pada meningkatnya penjualan atau permintaan akan baju samin. Sehingga di sejumlah toko pakaian kini menyediakan pakaian samin baik untuk laki-laki atau perempuan. Tidak terkecuali di penjahit-penjahit dan juga toko yang khususnya menyediakan marchendasi khas blora (samin dan Pram).

Diera milenial budaya Samin yang membumikan tentang nilai-nilai kejujuran, spiritual dan kepedulian sosial, alam, serta menjauhkan sifat mengambil hak-hak orang lain. Berbanding lurus dengan kondisi saat ini, penanaman nilai-nilai tersebut cukup pantas, agar generasi kekinian bisa sepenuhnya diejawantahkan menjadi laku sehari-hari.

Kalau tidak salah, pitutur yang cukup keren dari Samin seperti laku jujur sabar trokal lan nrimo, ojo dengki srei dahwen kemeren pekpinek barange liyan, ojo mbedo mbedakne sapodo padaning urip kabeh iku sedulure dewe, ojo waton omong omong sing nganggo waton, biso roso rumongso.

Setidaknyaa spirit yang ingin disampaikan agar, dari prilaku keseharian dapat menjadikan sebuah identitas. Tanpa kita sadari, masyarakat yang hidup dalam komunitas masyarakat suku “tradisional” jarang kita jumpai adanya keributan, pencurian, pembunuhan dan keresahan sosial lainnya.

Jika kita baca secara jernih merupakan upaya dari Pemkab untuk mengenalkan dan menumbuhkan jiwa-jiwa kebersamaan dan etos kerja nilai-nilai  yang selama ini selalu diajarkan oleh sedulur sikep samin.

Beragam kegiatan yang dilaksanakan di lokasi sedulur sikep Samin, pelibatan dalam upacara kemerdekaan serta kunjungan ke kampung samin. Dibangunnyaa pendopo Samin di dua kampung Samin, seakan menjadi penanda kalau Blora menjadi sentral edukasi masyarakat Samin. Sekaligus menjadi jujugan jika ada masyarakat yang berliterasi akan Samin. Yang hampir saja lupa ada usaha kreatif masyarakat dengan membuat kaos bergambar Samin Surosentiko, membuat brand Samin dari Bloa makin kentara.

Pakaian atau tugu prasasti atau lainnya sejatinya adalah simbol atau perlambang. Simbol masih menjadi ciri khas masyarakat Indonesia, khsusunya jawa. Banyak pesan yang ingin disampaikan melalui simbol-simbol utamanya pesan kebajikan, moral dan kegamaan. Seperti halnya saat akan menghadapi Pemilu, Pilkades, Pilkada, pasti ada deklarasi damai, lengkap dengan hiburan-hiburan. Sekaligus penanda kalau masyarakat punya gawe dan harus disengkuyung bersama agar sukses dan selamat.

Simbol yang ada membawa pesan agar tidak hilang begitu saja dari ruh dan raga masyarakat. Akan selalu diingat-ingat kapanpun dan dimanapun. Itulah esensi dari adanya simbol yang di wujudkan dalam bentuk penggunaan pakaian samin.

Sekali lagi, penggunaan pakaian Samin Blora, menjadi simbol untuk terus mengelorakan semangat ajaran Samin, yang hidup di beberapa Kabupaten di Jateng dan Jatim, tidak hanya Blora. Maka edukasi bagi generasi muda tidak hanya memanfaatkan simbol saja. Selama ini masih hanya sebatas bungkusnyaa saja, tetapi isinya masih jauh dari harapan. Laku keseharian para pejabat, pengambil kebijakan dan masyarakat belum meresapi ajaran Samin.

Maka penggunaan pakaian Samin bagi siswa SD, SMP dan perkantoran di Blora. Hendaknya menjadi penyengat untuk terus melakukan edukasi dan literasi nyata. Anak-anak sejak usia dini sudah diajarkan dan dikenalkan dengan nilai-nilai luhur agama dan budaya samin. Jika sejak dini telah dikenalkan maka akan mudah untuk diterapkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Maka penggunaan pakaian samin. Bukan hanya pada tataran simbolik semata, tetapi pada prilaku sehari-hari. Sejatinya jika simbol-simbol Samin ada dimana-mana menunjukkan eksistensi masyarakat yang tidak pernah lupa akan perjuangan dan humanisme masyarakat Samin. Semoga.

Sugie Rusyono
Sugie Rusyono
Koordinator Akademi Pemilu dan Demokrasi Kabupaten Blora dan Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PDM Blora.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.