Kamis, November 27, 2025

Membaca Asta Cita dalam Transformasi Tekno-Strategis Budiarto Airport Menuju Silicon Valley General Aviation Indonesia

Dr. Afen Sena, M.Si. IAP, FRAeS
Dr. Afen Sena, M.Si. IAP, FRAeS
Profesional dan akademis dengan sejarah kerja, pendidikan dan pelatihan di bidang penerbangan dan bisnis kedirgantaraan. Alumni PLP/ STPI/ PPI Curug, Doktor Manajemen Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, International Airport Professional (IAP) dari ICAO-ACI AMPAP dan Fellow Royal Aeronautical Society (FRAeS).
- Advertisement -

PENDAHULUAN

Indonesia menghadapi kebutuhan mendesak untuk memperluas kapasitas infrastruktur udara di tengah pertumbuhan ekonomi, mobilitas masyarakat, dan perkembangan teknologi penerbangan yang berlangsung cepat. Sementara bandara-bandara komersial besar menghadapi tekanan kapasitas, pusat-pusat General Aviation (GA) Indonesia justru belum terstruktur dengan optimal. Bandara Budiarto di Tangerang merupakan satu-satunya kawasan aviasi yang menyatukan sekolah penerbangan terbesar di Indonesia, pusat pelatihan teknis, operasi pesawat kecil, helikopter, dan fasilitas pendidikan pendukung lainnya. Namun perannya masih bersifat terbatas: sebuah bandara latihan, bukan pusat ekonomi, teknologi, dan inovasi.

Transformasi Budiarto memerlukan kerangka makro. Asta Cita, delapan agenda utama pemerintahan Prabowo–Gibran, menyediakan bahasa politik dan administrasi yang relevan untuk mendukung rencana monumental tersebut. Ketika dibaca secara teknokratik, Asta Cita memberikan legitimasi kebijakan untuk menata tata ruang, mengembangkan industri, memperkuat SDM, membangun ekosistem inovasi, dan mendorong pemerataan ekonomi daerah. Artikel ini memulai dengan memaparkan narasi dasar tiap pilar Asta Cita secara ringkas, kemudian mengembangkan uraian teknokratiknya, lalu memadukan tafsir penerbangannya—sehingga terlihat kesinambungan antara agenda nasional dan visi menjadikan Budiarto sebagai Silicon Valley-nya General Aviation Indonesia.

Dengan memadukan kebijakan publik, tata ruang, industri aviasi, ekonomi daerah, teknologi penerbangan, dan teori inovasi, tulisan ini bertujuan menyusun landasan argumentatif bahwa Budiarto bukan sekadar bandara, tetapi ekosistem masa depan. Seperti San Jose bagi sistem chip Amerika Serikat, seperti Shenzhen bagi teknologi hardware Tiongkok, seperti Toulouse bagi pesawat-pesawat Eropa, dan seperti Vancouver–Victoria bagi water aerodrome, Budiarto dapat menjadi episentrum GA Indonesia.

Pilar 1: Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih, Efektif, dan Berwibawa

Mewujudkan pemerintahan yang bersih, efektif, modern, dan berwibawa melalui reformasi tata kelola, kepastian hukum, pemberantasan korupsi, peningkatan integritas aparatur, serta penguatan koordinasi lintas sektor.

Pilar ini bertumpu pada penyempurnaan regulasi, penyederhanaan birokrasi, kepastian hukum investasi, harmonisasi perizinan, serta integrasi data dan layanan melalui sistem digital. Reformasi tata kelola tidak sekadar menciptakan efisiensi administratif, tetapi membentuk lingkungan yang kredibel bagi investor dunia usaha, termasuk sektor aviasi.

Transformasi Budiarto tidak akan terjadi tanpa fondasi tata kelola yang kuat. Harmonisasi RTRW Kabupaten Tangerang, RTRW Provinsi Banten, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi langkah pertama. Pengembangan bandara memerlukan ruang operasi yang jelas, zona keselamatan penerbangan yang pasti, intensitas bangunan yang kompatibel dengan kegiatan industri penerbangan, serta tata ruang transportasi yang mendukung aksesibilitas.

Reformasi tata kelola juga memerlukan One-Stop Aviation Service, yaitu layanan terpadu perizinan untuk GA, flight training, MRO, FBO, medical evacuation, sertifikasi pesawat ringan, registrasi drone komersial, hingga izin operator helikopter. Ketika birokrasi dipangkas, biaya transaksi menurun, dan kepastian investasi meningkat. Dengan demikian, pilar pertama menjadi legitimasi kebijakan untuk membangun Budiarto sebagai bandara yang modern, kompetitif, dan terintegrasi.

Pilar 2: Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja

- Advertisement -

Mendorong pertumbuhan ekonomi berkualitas, menciptakan lapangan kerja produktif, memperkuat sektor usaha mikro-kecil-menengah, serta meningkatkan pemerataan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pilar ini berbasis pada penciptaan peluang ekonomi baru melalui penciptaan kawasan industri, peningkatan investasi, pemberdayaan UMKM, transformasi ekonomi lokal, serta diversifikasi sumber pertumbuhan. Peningkatan daya saing pasar tenaga kerja dilakukan melalui pelatihan vokasi dan integrasi pendidikan–industri.

Budiarto dapat menjadi mesin pertumbuhan ekonomi Banten. Penetapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Aviasi Budiarto akan membuka fasilitas fiskal dan nonfiskal untuk dunia usaha. Di dalam KEK, industri penerbangan dapat tumbuh cepat: sekolah pilot, sekolah teknisi, pabrik komponen avionik, simulator training center, perusahaan rintisan drone, perusahaan produksi baterai penerbangan, desain aerostruktur, hingga FBO kelas dunia. Semua ini menciptakan lapangan kerja berkualitas: pilot, teknisi avionik, flight dispatcher, ground handler, aerotropolis planner, AI engineer untuk autonomous aircraft, analis keselamatan, hingga tenaga hospitality untuk bisnis penerbangan.

Ekonomi General Aviation bersifat high value–high skill, sehingga memberikan multiplier effect yang besar. Dengan demikian, pilar kedua secara organik mendorong Budiarto menjadi simpul pertumbuhan tenaga kerja berbasis teknologi.

Pilar 3: Hilirisasi, Industrialisasi, dan Kemandirian Teknologi

Memperkuat hilirisasi sumber daya alam, mempercepat industrialisasi, membangun kemandirian teknologi nasional, meningkatkan kapasitas riset, dan mendorong inovasi untuk memperkuat struktur ekonomi.

Hilirisasi bukan hanya mineral atau energi. Dalam konteks aviasi, hilirisasi berarti membawa produksi komponen, MRO, avionik, teknologi navigasi, AI berbasis penerbangan, dan sistem pesawat tanpa awak agar diproduksi di dalam negeri.

Budiarto dapat menjadi pusat industrialisasi aviasi skala nasional. Tiga jalur utama hilirisasi dapat dikembangkan secara simultan, yakni industri perawatan dan perakitan pesawat kecil dan helikopter, manufaktur komponen, avionik modular, teknologi navigasi digital, dan sistem autopilot kelas light aircraft, serta pusat riset, pengujian, komersialisasi drone dan autonomous aircraft. Semua jalur ini memerlukan ekosistem: landasan uji, ruang udara terkendali, laboratorium avionik, fasilitas sertifikasi, serta akses pendidikan–industri. Budiarto memiliki semua prasyarat tersebut.

Pilar ketiga memberikan legitimasi politik bahwa industri aviasi bukan sektor pinggiran, tetapi bagian dari strategi hilirisasi nasional. Di sinilah Silicon Valley-nya General Aviation Indonesia dibangun: sebuah ekosistem teknologi, inovasi, talenta, dan industri yang saling terhubung secara erat.

Pilar 4: Reformasi Birokrasi, Efisiensi, dan Digitalisasi Pelayanan Publik

Meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas birokrasi melalui penyederhanaan struktur, digitalisasi layanan publik, integrasi data nasional, dan peningkatan profesionalisme aparatur.

Birokrasi harus menjadi mesin pelayanan, bukan hambatan. Digitalisasi memungkinkan proses perizinan yang transparan dan cepat, integrasi lintas lembaga, serta pengurangan biaya transaksi.

Dalam ekosistem GA, efisiensi adalah nyawa. Operator flight school, helikopter, drone, FBO, dan MRO tidak dapat menunggu proses perizinan yang panjang. Budiarto dapat menjadi pilot project nasional melalui implementasi One-Stop Aviation Smart Service. Semua layanan dijejer dalam satu platform terpadu: izin terbang, perpanjangan sertifikat lembaran teknis, persetujuan desain modifikasi avionik, registrasi pesawat, izin FBO, izin medical evacuation, validasi lisensi teknisi, dan pendaftaran operator drone.

Digitalisasi ini bukan sekadar peningkatan layanan, melainkan memperkuat reputasi Budiarto sebagai pusat aviasi modern. Sama seperti FAA membangun DEFCON Aeronautical Data Hub, Indonesia dapat menjadikan Budiarto sebagai pusat integrasi data GA nasional.

Pilar 5: Penguatan Pertahanan, Keamanan, dan Ketahanan Nasional

Memperkuat pertahanan negara, meningkatkan profesionalisme TNI, mengembangkan teknologi pertahanan, dan meningkatkan kesiapsiagaan nasional terhadap ancaman dan bencana.

ertahanan nasional memerlukan dukungan teknologi, infrastruktur, logistik, dan kapasitas mobilisasi sipil. Integrasi antara teknologi sipil dan militer menjadi elemen utama dalam percepatan kemandirian nasional.

General aviation memiliki nilai pertahanan yang signifikan. Pertama, Budiarto dapat menjadi basis pesawat GA untuk operasi kemanusiaan, evakuasi medis, mitigasi bencana, pencarian dan penyelamatan, serta distribusi logistik darurat. Kedua, pusat inovasi drone yang dibangun di Budiarto dapat mendukung komersialisasi teknologi dual-use, yakni untuk sipil dan pertahanan. Ketiga, integrasi data dan sistem navigasi berbasis Budiarto dapat memperkuat pengawasan udara non-komersial di wilayah metropolitan barat Jakarta.

Pengembangan ini memerlukan ruang udara terstruktur, tata ruang terukur, dan fasilitas uji yang aman. Pilar lima memberikan legitimasi bagi penguatan infrastruktur strategis tersebut.

Pilar 6: Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

Meningkatkan kualitas pendidikan, memperkuat riset dan inovasi, memperluas akses pelatihan vokasi, serta menyiapkan tenaga kerja adaptif untuk menghadapi tantangan global.

SDM merupakan fondasi industrialisasi dan inovasi. Pendidikan harus terhubung dengan industri, pelatihan vokasi harus relevan, dan pusat penelitian harus produktif.

Bandara Budiarto adalah pusat pendidikan penerbangan terbesar di Indonesia. Dengan sepuluh lebih sekolah pilot, teknisi, dan flight attendant, Budiarto berpotensi menjadi Aviation Education District: klaster pendidikan yang terhubung langsung dengan industri. Integrasi antara sekolah, industri avionik, MRO, startup, flight lab, ATC training simulators, serta pusat riset membuat Budiarto memiliki densitas talenta yang tinggi.

Ini identik dengan human capital pool yang menjadi syarat lahirnya Silicon Valley. Industri GA unggul karena didukung oleh talenta kuat—pilot, teknisi, software engineer untuk drone, ahli navigasi, ahli keselamatan, desainer aerostruktur. Pilar enam menegaskan bahwa pengembangan ini sejalan dengan agenda nasional penguatan kualitas SDM.

Pilar 7: Pemerataan Pembangunan Daerah dan Penguatan Infrastruktur

Memperkuat pembangunan daerah, meningkatkan konektivitas dan infrastruktur, dan mengurangi kesenjangan antarwilayah.

Pembangunan harus memberikan manfaat langsung kepada masyarakat daerah. Infrastruktur bukan hanya bangunan fisik, tetapi jaringan ekonomi yang mendorong persebaran manfaat pembangunan.

Dalam konteks Tangerang dan Banten, Budiarto dapat menjadi simpul pemerataan ekonomi. Kawasan sekitarnya dapat dikembangkan menjadi koridor aerotropolis pendidikan dan industri. Pembangunan akses jalan, transportasi umum, jaringan logistik, dan konektivitas hukum ruang memudahkan integrasi bandara dengan kota dan kawasan industri. Dampak pemerataan terjadi melalui penciptaan UMKM pendukung: katering penerbangan, bengkel elektroteknik, layanan hospitality untuk trainee internasional, operator simulator, hingga usaha penyedia layanan IT aviasi.

RTRW daerah harus mengintegrasikan jalur akses, kawasan industri aviasi, dan zona penelitian sehingga densitas kegiatan ekonomi meningkat. Budiarto dengan demikian menjadi jangkar pembangunan daerah, bukan sekadar fasilitas pusat.

Pilar 8: Keberlanjutan, Energi Bersih, dan Masa Depan Hijau

Meningkatkan keberlanjutan lingkungan, memperkuat transisi energi, memitigasi perubahan iklim, dan membangun sistem pembangunan yang ramah lingkungan.

Pembangunan hijau tidak berarti mengurangi pertumbuhan, tetapi mengubah modelnya. Teknologi bersih, desain ramah lingkungan, dan sistem manajemen energi menjadi standar baru.

Budiarto dapat menjadi Green General Aviation Airport pertama di Indonesia. Solar panel di hanggar, kendaraan ground handling berbasis listrik, sistem pengelolaan air hujan, noise mitigation berbasis zonasi ruang, desain arsitektur hijau, hingga penggunaan bioavtur untuk flight training dapat diterapkan. Semakin hijau sebuah bandara, semakin kompetitif di mata dunia internasional.

Pilar delapan memberikan legitimasi bahwa bandara masa depan harus ramah lingkungan—dan Budiarto dapat menjadi pionir.

Budiarto Sebagai Silicon Valley General Aviation Indonesia

Untuk menjadi ekosistem inovasi kelas dunia, Budiarto harus memiliki empat elemen inti: densitas talenta, industri teknologi, pasar penerbangan yang berkembang, dan pemerintah yang suportif. Keempatnya terjadi ketika Asta Cita diterapkan secara simultan dalam konteks kebandarudaraan.

  1. Densitas Talenta: Budiarto memiliki potensi lebih dari ribuan siswa penerbangan aktif setiap tahun, tempat ideal untuk lahirnya ekosistem inovasi. Sekolah pilot, AMTO, FOO, dan ATC training menciptakan pool of talent yang besar.
  2. Industri Teknologi: Dengan KEK Aviasi, industri avionik, drone, simulator, hingga AI untuk navigasi dapat ditempatkan di kawasan bandara.
  3. Pasar yang Berkembang: General Aviation Indonesia masih kecil, tetapi permintaan bisnis jet, helikopter, medical evacuation, dan drone terus meningkat. Budiarto bisa menjadi pusat FBO nasional, pangkalan helikopter, hub MEDEVAC, pusat training internasional, serta MRO pesawat kecil.
  4. Dukungan Pemerintah: Asta Cita—mulai dari tata kelola, industrialisasi, SDM, pertahanan, hingga keberlanjutan—memberikan dukungan politik dan administratif yang diperlukan untuk pembangunan jangka panjang.

Dengan demikian, Budiarto bukan hanya bandara, tetapi ekosistem pertumbuhan industri penerbangan masa depan.

Potensi Status Internasional Dan Ekspansi Jangka Panjang

Dengan runway yang dapat diperpanjang dan fasilitas yang dapat diperluas, Budiarto dapat menjadi bandara internasional khusus GA, helikopter, drone testing, bisnis jet, dan flight training. Status ini tidak bersaing dengan Soekarno–Hatta, tetapi melengkapinya. Sebagai bandara internasional khusus GA, Budiarto dapat melayani ferry flight, training abroad, arrival–departure business jet, layanan FBO internasional, medical evacuation lintas batas kepulauan, dan corridor uji coba avionik.

Jika dikembangkan optimal, Budiarto dapat menjadi Seletar-nya Indonesia, bahkan melampauinya karena memiliki KEK Aviasi.

Penutup

Asta Cita memberikan bahasa politik, arah pembangunan, dan legitimasi administratif yang diperlukan untuk mengembangkan Bandara Budiarto sebagai Silicon Valley-nya General Aviation Indonesia. Dengan integrasi tata ruang, industrialisasi aviasi, ekosistem pendidikan, teknologi, pertahanan, keberlanjutan, dan pemerataan ekonomi, Budiarto dapat menjadi salah satu proyek strategis paling penting menuju Indonesia Emas 2045.

Transformasi ini tidak hanya membangun bandara, tetapi membangun masa depan.

Referensi:

International Civil Aviation Organization (ICAO). (2022). Annex 14 — Aerodromes. Montreal:
ICAO. (2020). Manual on Aerodrome Certification — Doc 9774. Montreal:
Pemerintah Republik Indonesia. (2023). Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRW Nasional). Jakarta: Kementerian ATR/BPN
Federal Aviation Administration (FAA). (2022). Advisory Circular 150/5190-7: Minimum Standards for Commercial Aeronautical Activities. Washington, D.C.: U.S. Department of Transportation

Dr. Afen Sena, M.Si. IAP, FRAeS
Dr. Afen Sena, M.Si. IAP, FRAeS
Profesional dan akademis dengan sejarah kerja, pendidikan dan pelatihan di bidang penerbangan dan bisnis kedirgantaraan. Alumni PLP/ STPI/ PPI Curug, Doktor Manajemen Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, International Airport Professional (IAP) dari ICAO-ACI AMPAP dan Fellow Royal Aeronautical Society (FRAeS).
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.