Sabtu, Oktober 5, 2024

Memahami Perkembangan Ilmu Ekonomi-Politik

Muhammad Dudi Hari Saputra
Muhammad Dudi Hari Saputra
Lecturer at Kutai Kartanegara University and Former Industrial Ministry Special Analyze

Memahami Perkembangan Ilmu Ekonomi-Politik

Oleh Muhammad Dudi Hari Saputra, MA. (Tenaga Ahli Staf Khusus Kementerian Perindustrian Republik Indonesia)

Konsep ekonomi-politik sebagai ilmu hubungan internasional mulai berkembang pada dekade 1970-1980an, konsep ini mulai berkembang di beberapa perguruan tinggi di AS dan Eropa sebagai respon dari perstiwa embargo minyak yang dilakukan oleh negara-negara Liga Arab yang mayoritas anggota OPEC terhadap negara-negara yang mendukung Israel dan pendudukannya atas wilayah Palestina. Persitiwa inilah yang kemudian menjadi dasar pijakan penggabungan dalam pendekatan ilmu politik dan ekonomi, konsep ini kemudian diterima sangat luas terutama setelah mulai kuatnya arus kerja sama internasional dan globalisasi, berikut beberapa definisi ekonomi-politik internasional.

  •  Analysis of the relationship between international economics and politics[1]
  • International political economy studies are the political battle between the winner and losers from global economic exchange[2].
  • International political economy is about the international of economics and politics in world affair[3]
  • International political economy is the study of the inequality in power and wealth between peoples and nations and the patterns of collective power and learning that change this inequality[4]
  • Gilpin juga menyatakan: the purpose of economic activity is a fundamental issue for IPE: ‘Is the purpose of economic activity to benefit individual consumers, to promote certain social welfare goals, or to maximize national power.[5]

Ekonomi-politik pada masa sekarang sudah menjadi topik mendasar di dalam hubungan internasional, era di mana liberalisasi ekonomi terjadi hampir di tiap negara dan interdenpendensi (kondisi negara menjadi sejajar dan saling berketergantungan satu sama lain) yang semakin menguat, orientasi kebijakan luar negeri tidak lagi pada permasalahan Power (kekuasaan) yang melekat kepada politik saja, tetapi juga kepada orientasi Welfare (kesejahteraan), sebagai contoh sederhana; bentuknya bisa berupa bagaimana politik (negara/pemerintahan) mempengaruhi aktivitas pasar (ekonomi) dan juga sebaliknya bagaimana mekanisme negara (politik) dipengaruhi oleh unsur-unsur ekonomi (pasar), dalam sudut pandang realisme (struggle for power) bagaimana sumber-sumber ekonomi memberi kekuatan pada negara dan sebaliknya bagaimana faktor negara/politik digunakan untuk meraih kekuatan/sumber-sumber ekonomi[6].

Dalam perkembangannya, perdebatan ekonomi-politik pun telah bergeser dari yang sebelumnya masih berkisar pada ideologi (merkantilisme, liberalisme dan marxisme)[7], sekarang lebih kepada metodologi dan rasionalitas, Robert Gilpin berpendapat bahwa mengapa ideologi di dalam ekonomi-politik harus ditolak, karena area pembuktian ketiga aliran tadi tidak bisa dibuktikan dengan argumen yang logis dan uji coba empiris[8].

Bertolak belakang dengan pendekatan realisme yang menganggap ekonomi-politik hanya sebatas untuk memperluas hegemoni[9], tetapi dalam pandangan Grieco permasalahan disparitas kapabilitas dalam kekuatan yang selama ini menjadi penyebab timbulnya konflik atau perang bisa dihindari dengan kerjasama dan menciptakan institusi yang menengahi, dalam pandangannya hubungan kerjasama sangat dibutuhkan dalam distribusi kekuasaan dan memperkuat basis institusi untuk mencegah kondisi yang rentan persaingan/perlombaan dan konflik[10], dalam analisis proses pengambilan kebijakan ekonomi-politik, penulis akan membagi menjadi tiga berdasarkan landasan teori dan konsep sebagai berikut:

a) Institutionalist

Pendekatan yang mengutamakan peran aktor dengan menggunakan institusi untuk mencapai kepentingannya, pendekatan ekonomi-politik ini selalu berusaha menjaga bentuk institusi baik secara kawasan maupun global agar selalu tercipta kerja sama antar aktor dan Institusi yang terlibat.

b) Political Economist

Para pelaku pendekatan ini biasa disebut dengan Political Economist, orientasinya cenderung tidak terlalu terpusat dengan teori, ideologi atau paradigma. Melainkan sangat terkait dengan grup-grup kepentingan di dalam negeri, orientasi kepentingan domestik merupakan prioritas utama di dalam interaksi ekonomi-politiknya dengan aktor lain, alat utama bagi pendekatan ini adalah Rational Choice yang berdasarkan para pengambil kebijakan di dalam negeri.

c) Neo-Gramscian

Pendekatan ini sangat bercorak Realisme, menurut paradigma ini ekonomi-politik adalah struktur yang digunakan untuk mencapai kepentingan tiap-tiap aktor dalam menjaga dominasi dan hegemoninya di struktur kekuasaan.

Kompetisi untuk meraih kekuasaan (Stuggle for Power) merupakan orientasi utama bagi pendekatan ini, para aktor berlaku bebas (Anarchonistic) dan mementingkan kepentingan dalam kebijakannya sehingga menciptakan kompetisi dalam menanamkan dominasi dan hegemoninya antara aktor-aktor.

Menurut neo-gramscian, ekonomi adalah sebuah struktur yang melingkupi pengetahuan, ide-ide dan institusi-institusi yang merefleksikan kepentingan utama aktor-aktor yang berkompetisi didalamnya. Ini terkait dengan struktur sistem itu sendiri sebagai bentuk vital dalam memahami identitas-identitas dan preferensi-preferensi setiap aktor, kunci utamanya adalah kompetisi, yang mana dibatasi oleh kebutuhan-kebutuhan aktor kuat untuk memperoleh pengakuan dari aktor lemah, agar selalu aktor-aktor lemah tadi selalu bergantung (Dependent[11]baik secara ekonomi maupun politik.

Referensi:

1] John Baylis and Steve Smith, op cit, P. 788.

[2] Thomas Oatley, international political economy, Interests, and institutions in the global economy, Second Edition, Pearson Longman, New York. P. 2.

[3] Richard W. Mansbach and Kirsten L. Rafferty. Op cit. P. 244.

[4] Charles W. Kegley, Jr. and Eugene R. Wittkopf, world politics, trend, and transformation, Worth Publishers, Inc. 1999. P. 207.

[5] Martin Griffiths, International Relations Theory for the Twenty-First Century, Routledge, London and New York. P. 137, 2007.

[6] Umar Suryadi Bakry, Pengantar Hubungan Internasional, Jaya Baya University Press, 2004, Hal 133.

[7] Pendekatan lama ini sudah dianggap usang bagi beberapa kalangan peneliti hubungan internasional karena pendekatannya yang tidak ilmiah dan cenderung kepada Ideologi semata atau aktornya saja, Liberal: Individu, Merkantilis: Negara dan Marxis: Kelas sosial. Thomas Oatley, op cit, P. 12.

[8] Robert Gilpin, Three Ideologies of Political Economy, Perspectives on World Politics: Third Edition, Routledge, London and New York, 2006, P.376

[9] Stephen D. Krasner, State Power and The Structure of International Trade, World Politics, 1976, P 317-347.

[10] Joseph M. Grieco, Cooperation Among Nations: Europe, America, and Non-Tariff Barriers to Trade, Cornell University Press. P. 10.

[11] Dependent atau kebergantungan suatu aktor terhadap aktor yang lain dimulai pada masa feodalisme dimana para pekerja sangat bergantung dengan tuan tanah, dan dalam tatanan global menjadi pola negara-negara yang lemah yang bergantung kepada negara-negara yang kuat melalui kekuatannya untuk mempengaruhi kebijakan domestik suatu negara karena terikat baik dari sisi ekonomi maupun politik. Richard Ned Lebow, Texts, paradigms, and political change, Oxford University Press, 2007. P. 262.

Muhammad Dudi Hari Saputra
Muhammad Dudi Hari Saputra
Lecturer at Kutai Kartanegara University and Former Industrial Ministry Special Analyze
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.