Senin, Oktober 14, 2024

Melawan Narasi Politik Kebohongan (Bagian 2)

Anwar Saragih
Anwar Saragih
Penulis Buku Berselancar Bersama Jokowi

 

Sebelumnya sila klik di sini untuk membaca tulisan bagian pertama.

Pada pertengahan Maret 2018 yang lalu, dunia dihebohkan oleh pengakuan Christopher Wylie atas pencurian 87 juta data pengguna Facebook yang disalahgunakan lembaga konsultan asal Inggris Cambridge Analytica (CA). Wylie adalah direktur riset di Cambridge Analytica (CA) yang bekerja sama dengan Aleksandr Kogan, seorang dosen dan psikolog dari Universitas Cambridge, Inggris.

Awalnya berdiri tahun 2014, lembaga ini hanya diperuntukkan sebagai pelengkap keperluan penelitian akademik. Saat itu Kogan mendirikan aplikasi bernama Thisisyourdigitallife yang menawarkan tes prediksi kepribadian di Facebook tentang sifat, karakter, konsistensi, orientasi seksual hingga kecenderungan politik seseorang di dunia maya.

Satu tahun beroperasi, pada tahun 2015 aplikasi Thisisyourdigitallife diunduh 270.000 pengguna. Namun, efeknya pengunduhannya membuat aplikasi ini berhasil menghimpun data lebih dari 50 juta orang pengguna Facebook yang otomatis membuka akses informasi pribadi mereka melalui jaringan pertemanan di media sosial. Informasi terkait tanggal lahir, tempat tinggal, konten yang disukai dan konten yang dibenci mudah terdeteksi melalui algoritma facebook.

Pada tahun 2016, Ted Cruz seorang senator AS dari Texas tertarik menyewa Cambridge Analityca (CA) untuk kepentingan maju di Pilpres Amerika Serikat melalui Partai Republik. Namun, Ted Cruz kalah dari Donald Trump yang juga maju dari partai yang sama dan membantu kampanye Trump dengan menggunakan lembaga konsultan yang sama. Singkat cerita Donald Trump akhirnya terpilih menjadi presiden ke-45 Amerika Serikat.

Tidak hanya berperan dalam pemenangan Trump, jika kita membaca ragam pemberitaan terkait Cambridge Analytica (CA), lembaga ini berhasil memainkan peran penting dalam sebuah pertarungan politik di pelbagai belahan dunia. Seperti; peran dalam kemenangan Barisan Nasional di Malaysia dan kemenangan Uhuru Kenyatta pada Pilpres Kenya 2017. Tidak hanya itu, Lembaga itu juga disebut-sebut dalam proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa melalui referendum bertajuk “Brexit” pada tahun 2015 yang lalu.

Dari narasi di atas, jika membaca cara kerja Cambridge Analytica (CA) secara utuh dan runtut, kita akan menyimpulkan bahwa penguasaan data di era digital menjadi sangat fundamental dan mendasar. Penyebabnya digitalisasi yang mengedepankan penggunaan big data yang tidak bisa lagi dipisahkan dari setiap sisi kehidupan manusia yang memerlukan informasi yang cepat. Pada pengertian yang sederhana big data dapat diartikan sebagai sebuah kumpulan data yang berukuran sangat besar, cepat berubah, cepat bertumbuh yang hadir dalam beragam bentuk serta memiliki nilai tertentu yang berasal dari sumber yang akurat.

Hoaks

Manusia modern pengguna internet merupakan responden bagi perusahaan-perusahaan teknologi untuk menjaring data. Sayangnya sering kali tanpa sadar, kita kerap menyerahkan data pribadi ketika kita beraktifitas, baik ketika belanjaberpindah tempat menggunakan transportasi hingga tes kepribadian melalui aplikasi online yang terinstal di gawai milik kita. Artinya rutinitas pribadi sehari-hari warganet terekam secara otomatis dalam server di sebuah pusat data.

Akan sangat berbahaya, bila data tersebut dieksploitasi untuk agenda kepentingan politik. Pada kasus Cambridge Analytica (CA) misalnya, kapitalisasi data diukur melalui kecenderungan pengguna media sosial menggunakan analisis neuroscience (ilmu saraf) serta pengaruhnya terhadap perilaku dan fungsi kognitifnya (nalar dan berpikir).

Asumsinya setiap otak manusia terdapat sisi baik dan buruk. Sisi baik manusia yaitu sifat untuk jujur, humoris dan sabar sementara sisi buruk manusia berkaitan dengan rasa benci, jijik, serakah, pembangkang dan egois dalam berperilaku. Lembaga tersebut justru  mengeksploitasi sisi buruk manusia dengan isu yang sengaja diciptakan dengan informasi palsu (hoaks) potensinya mempropagandakan kebencian karena yang sengaja dirangsang adalah sifat ketakutan dan kebencian yang ada pada manusia.

Bisnis Kebencian

Pada pertarungan politik, kita jamak menyaksikan kekerasan, kebencian dan keserakahan mengalahkan naluri pikiran baik manusia yang sifatnya dialog dan komukatif. Merujuk pada bahasa Aristoteles (322 SM) yang menyebutkan istilah zoon politikon (binatang politik) dalam kehidupan sosial manusia. Artinya setiap manusia memiliki sifat-sifat “binatang” dalam dirinya.

Itu sebabnya kita jamak pula mendengar istilah nama-nama binatang untuk menjelaskan sebuah peristiwa politik di Indonesia seperti; cicak vs buaya, serigala berbulu domba, politikus, belut yang diolesi oli hingga istilah cebong (merujuk pada pendukung Jokowi) dan kampret (merujuk pada pendukung Prabowo).

Bahayanya pada era big data, bila sifat buruk manusia ini dikonversi menjadi sebuah bisnis melalui lembaga konsultan politik dengan motif ekonomi. Kebencian yang sengaja direduksi dari big data menjadi big energy untuk sebuah kepentingan politik sesaat pemilu sekali 5 tahun tanpa memperhatikan dampaknya memicu perpecahan karena konflik horizontal pada masyarakat yang ditinggalkan. Dimana berdasarkan siaran pers Facebook (4/4/2018) dari 87 juta data yang dicuri sebanyak 1, 099 juta (1,3%) data pengguna Facebook di Indonesia telah disalahgunakan oleh Cambrige Analytica (CA).

Inilah sebenarnya yang menjadi tantangan terbesar bangsa Indonesia dalam menghadapi era digitalisasi yaitu penyalahgunaan big data internet untuk memproduksi hoaks dan kebencian. Negara yang meliputi pemerintah, partai politik, civil society, kampus, TNI/Polri, Badan Intelijen Negara (BIN) hingga media harus membuat kurikulum bersama dalam rangka edukasi penggunaan internet demi integrasi bangsa.

Setiap pemangku kepentingan (stakeholders) harus punya visi yang sama tentang masa depan Indonesia terutama dalam menyambut bonus demografi 2035 dan Indonesia emas di tahun 2045, saat bangsa berulang tahun yang ke-100 tahun.

Anwar Saragih
Anwar Saragih
Penulis Buku Berselancar Bersama Jokowi
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.