Kamis, Desember 11, 2025

Matinya Kepenulisan

Firdaus Saputra
Firdaus Saputra
Mahasiswa Universitas Negeri Padang Pendidikan Sosiologi Yakusa
- Advertisement -

Tempo doeloe jika ditarik kebelakang penulisan merupakan alat dalam melakukan perlawanan, tidak perlu untuk mengangkat senjata cukup dengan mengangkat pena, atau mesin ketik, maka terciptanya perlawanan. Perlawanan dilakukan untuk mengkritik ketidakadilan yang diciptakan oleh penjajah, sampai dengan ketidakadilan oleh negara ini. hal ini dapat dilihat dari sosok tokoh yang begitu terkenal di dunia sastra yang bernama pramoedya ananta toer. Pramoedya terkenal dengan ciri khasnya menulis dengan gaya sastra, dan di dalam tulisannya penuh dengan kritikan ketidakadilan yang dilakukan di zaman penjajahan, dan di dalam negeri ini.

Teman-teman pembaca ketahui Pramoedya membuat tulisan tidak lekang dari dinamika politik, yang menyebabkan dia harus dipenjara, ketika Pramoedya dipenjara tidak membuat semangatnya turun, malahan terciptanya mahakarya yang begitu fenomenal yaitu lahirnya buku Bumi Manusia, akan tetapi buku itu sempat dilarang beredar di zaman orde baru, hal ini disebabkan karena buku tersebut dianggap berbahaya bagi orang-orang yang takut kekuasaannya jatuh/digulingkan oleh masyarakat yang memiliki kesadaran atas ketertindasan.

Dari sini dapat disadari bahwa melakukan kegiatan penulisan baik berupa menciptakan buku, artikel ilmiah, atau artikel opini merupakan senjata yang baik untuk melakukan perlawanan atas ketidakadilan yang terjadi di tanah surga ini. akan tetapi untuk saat ini sudahkah mahasiswa yang merupakan Gen Z melakukan kegiatan penulisan dengan menggunakan ide dan kedalaman membaca bukunya, tanpa menyalin kalimat yang dikeluarkan oleh AI. Karena matinya sebuah kepenulisan disebabkan dari ketidakpedulian kita terhadap bahan bacaan, dan lebih penting banyaknya menggunakan teknologi berupa AI untuk membuat sebuah tulisan secara instan tanpa proses berpikir secara sistematis, dan tanpa mengetahui kebenaran yang disajikan oleh AI.

Dampak AI terhadap dunia kepenulisan pada era teknologi, yang sudah berkembang dengan sangat pesatnya pada saat ini, membawa perubahan signifikan terhadap dunia pendidikan, terutama terhadap mahasiswa yang diberi label sebagai kaum intelektual, yang kehidupan sehari-harinya sering menggunakan teknologi sebagai solusi yang cepat dan tepat dalam mengatasi persoalan tugas-tugas seperti melakukan kegiatan penulisan artikel ilmiah maupun opini.  Teknologi yang berupa AI bukanlah hal yang salah untuk digunakan, melainkan sangat penting untuk dipelajari, dan diperlukannya sebuah edukasi AI terhadap pendidikan abad 21. Edukasi AI bisa dianalisis bahwa dosen-dosen yang merupakan tenaga pendidikan juga kerap kali memberikan pelatihan cara mengunakan AI terhadap mahasiswa.

Akan tetapi ternyata masih ditemukan bahwa mahasiswa tetap saja melakukan hal yang salah dalam memanfaatkan AI seperti Chatgpt dalam proses membuat kepenulisan maupun tugas-tugas perkuliahan, mahasiswa dalam menggunakan AI untuk membuat sebuah kepenulisan hanya menyalin hasil kalimat yang dikeluarkan oleh AI tanpa melalui proses berpikir mendalam menggunakan tingkat pemahaman yang didapatkan melalui proses membaca buku, melainkan menggunakan secara instan hasil dari AI sendiri, apa yang dicari dengan menggunakan AI maka kalimat tersebut yang disalin untuk dimasukan didalam kepenulisan.

Hal inilah membuat terkikisnya cara bernalar mahasiswa, diakibatkan tanpa adanya proses berpikir melainkan menggunakan cara yang instan. Diketahui untuk menggunakan AI seperti Chatgpt hal terpenting yang harus dipahami yaitu valid atau tidaknya tingkat pemahaman yang dikeluarkan oleh AI sendiri, kenapa demikian hal ini dikarenakan tidak 100% yang apa disajikan pengetahuan dari AI tidaklah benar pengetahuannya. Karena sistem AI seperti Chatgpt sendiri harus dilatih dengan pertanyaan yang kita ajukan, dan berdasarkan pengetahuan yang valid untuk memberikan ketajaman pengetahuan sistemnya sendiri.

Bayangkan jika mahasiswa tidak memiliki pengetahuan yang mendalam, dan hanya mengandalkan AI yang belum terlatih, tentu saja sesatnya pengetahuan yang dibuat di dalam kepenulisan, selain itu menurut sudut pandang penulis semua mahasiswa bisa membuat penulisan berupa artikel opini, akan tetapi penulis rasa ketika tulisan itu terbit ke media online, ataupun media koran tidakalah “wah” tulisan tersebut, dan tidak adanya rasa kebanggan sendiri jika tulisan tersebut hanya menyalin hasil yang dicari di AI.

Hal ini dikarenakan eksistensi dari sebuah tulisan, diukur dari menggunakan tingkat pemahaman yang dimiliki setiap individu dari hasil proses pembelajaran yang didapati, dan dari hasil bahan bacaan buku yang dimiliki, serta hasil diskusi yang didapat melalui teman-teman di perkuliahan. Tanpa adanya menggunakan kalimat dari AI, maka tulisan tersebut memiliki eksistensinya sendiri. Sehingga memberikan rasa bangganya dengan usaha sendiri dalam setiap diksi yang digunakan untuk merangkai tulisan. Teman-teman mahasiswa harus menyadari bahwa kegiatan penulisan dengan menggunakan tingkat pemahaman sendiri, tanpa adanya bantuan AI, merupakan langkah yang betul dalam memulai membuat tulisan.

Manfaat tulisan dengan menggunakan cara berpikir sendiri dapat membantu kita untuk mengukur seberapa sistematisnya cara berpikir yang dilakukan, dan mengetahui sisi kekurangan dari proses pemahaman yang dimiliki, sehingga kita bisa memperbaiki, serta merumuskan kembali cara berpikir, dengan diimbangi bahan bacaan.

Tingkat literasi juga mempengaruhi dalam membuat kepenulisan, hal ini karena semakin bagusnya pemahaman hasil bacaan yang dimiliki maka memberikan pengaruh yang luas terhadap pembuatan penulisan, mulai dari kosakata baru, serta bertambahnya referensi. Kegiatan menulis juga merupakan cara yang baik dalam mengekspresikan jiwa, dan melakukan kegiatan menulis menurut kutipan Pramoedya yang fenomenal selalu diingat yaitu, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”.

- Advertisement -

Oleh karena itu matinya kepenulisan bukan sebuah tulisannya yang mati, melainkan bagaimana kita menciptakan sebuah tulisan dengan menyalin dari hasil AI tanpa ada proses berpikir, bernalar, dan tingkat bacaan yang dimiliki, sehingga tulisan yang tercipta biasa saja. Tulisan yang baik ialah tulisan yang kita buat sendiri, dari hasil bahan bacaan serta melalui proses berpikir dan bernalar yang dimiliki.

Firdaus Saputra
Firdaus Saputra
Mahasiswa Universitas Negeri Padang Pendidikan Sosiologi Yakusa
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.