Mata Najwa “edisi baru” telah berjalan episode kedua. Sambutannya sungguh luar bisa. Maklum, masyarakat sudah menunggu kedatangan presenter cantik nan cerdas, Najwa Shihab untuk kembali ke layar kaca. Tentu, tak ketinggalan saya sendiri, saya juga bisa di bilang salah satu penggemar Nana, sapaan akrab Najwa.
Selain karena cantik, Nana dalam talkshow-nya memberikan hal yang segar dan tajam sekali melontarkan pertanyaan pada tamu-tamunya. Bahkan seringkali tamu undangan keder untuk menghadiri acara yang di bawakan Nana ini, menjadi sangat berdinamika.
Namun jujur sebagai salah satu penggemar, saya lumayan kaget dengan desain acara yang belum lama ini dibawakan dalam episode yang kedua. Temanya “Berebut Tahta Jawa”, dan yang diundang deretan calon gubernur dan wakil gubernur yang bertarung di tiga provinsi yang ada di pulau jawa. Kalau dilihat sekilas tak ada yang aneh, bahkan sesuai dengan karakter media, pastinya akan menayangkan hal yang sedang hangat diperbincangkan, atau juga bisa di sebut hal yang komersil. Lalu kenapa saya kaget? Akan saya jawab pelan-pelan.
Dalam dua episode awal itu saya begitu heroik mengikuti detik-perdetik acaranya. Di episode yang pertama, tema yang diangkat adalah “Indonesia Rumah Kita”, dengan mengundang sederet tokoh tanah air. Dalam episode pertama ini yang ingin saya sorot adalah ketika Nana sedang berbincang dengan para Gubernur dua periode, ada Pakde Karwo, Ahmad Heryawan, M. Zainul Majdi, Irwan Prayitno, dan Syahrul Yasin Limpo.
Dalam sesi yang mewawancarai mereka, Nana mengatakan, “Terimakasih, lengkap ini, dari berbagai provinsi, semua pimpinanya hadir. Dan supaya tidak dibilang memihak pilkada, sengaja, selain karena lima-limanya baru saja dapat penghargaan dari Kemendagri, kebetulan lima-limanya sudah dua periode, jadi tidak akan lagi maju pilkada, jadi Mata Najwa gak akan dituduh promosikan salah satu, jadi jelas ini”.
Kalau boleh saya inti sarikan dari kata-kata Nana itu, Nana sengaja mengundang para gubernur yang sudah dua periode, yang pastinya mereka tidak akan ikut bertarung lagi. Hal itu dilakukan agar Mata Najwa tidak dituduh promosi calon kontestan pilkada. Namun apa yang terjadi di episode yang ke-2, adalah kebalikanya. Nana malah mengundang para kontestan pilkada yang akan bertarung nanti, alias kurang konsisten dengan apa yang disampaikan di episode perdana.
Terlebih ini soal pilkada, dengan begitu, terkesan bahwa Nana ini tidak netral. Ya, benar sekali bahwa kalau manusia adalah tempatnya khilaf, namun dalam konteks ini, kesalahan seorang Nana dalam mendudukkan persoalan pilkada di acara Mata Najwa, saya fikir akan ada dampak besar bagi integritas acaranya itu, yang sudah dibangun sedemikian rupa image nya. Sehingga harus lebih teliti dan hati-hati soal ini.
Di dalam industri berita sekarang ini memang seakan sudah biasa, media ini condong ke itu dan media itu condong ke ini. Tapi sungguh disayangkan, kalau sekaliber talkshow Mata Najwa ikut-ikut seperti itu. Dan saya agak curiga bahwa ini kok seperti keinginan stasiun tvnya, karena seingat saya Nana biasanya akan sangat mengingat, apa yang sudah ia katakan. Apalagi baru satu minggu sela waktu antara episode pertama dan episode yang ke-2, masak sih sudah lupa? Sehingga saya merasa harus menyampaikan keluhan saya ini. Jangan sampailah kejadian di stasiun tv sebelumnya terulang kembali.
Terkhusus untuk Nana pribadi, sebagai penggemar, saya menganggap ia adalah salah satu tokoh besar negeri ini. Layaknya tokoh besar pasti punya hegemoni atau pengaruh yang besar pula. Apalagi untuk generasi milenial, yang di mana sosok Nana adalah idola mereka.
Maka dari itu, sebagai penggemar, disertai dengan hormat dan kerendahan hati saya, dari lubuk hati yang paling dalam saya ingin sedikit berpesan, walaupun saya bukan siapa-siapa. Bahwa sebagai sosok yang hegemonik, Nana harus lebih konsisten dalam tutur kata dan tindakan. Kalau dalam falsafah jawa, tidak boleh “isuk tempe sore dele”. Artinya tidak boleh inkonsisten dalam perkataan maupun tindakan. Kemaren berkata begini, sekarang begitu, dst.
Ini saya buat sebagai harapan, agar Mata Najwa tetap eksis sesuai karakternya yang kritis, tajam, dan juga berintegritas. Dan tetap dalam rel, menjalankan fungsi kontrol pemerintah. Dalam istilah mutakhir, media sering kali disebut sebagai salah satu pilar demokrasi yang menjalankan fungsi kontrol terhadap penguasa.
Lebih dari itu, Nana dan Mata Najwanya semoga juga menjadikan nalar dan wawasan masyarakat Indonesia makin tercerahkan dengan sajianya di setiap pekan. Dan semoga Nana selalu dalam lindungan Tuhan, diberi kesehatan, untuk menjalani semua kegiatan.