Pada suatu masa dahulu bangsa jawa adalah bangsa yang berperadaban tinggi melebihi bangsa lain di sekitarnya. Bangsa yang berkebudayaan dan melahirkan kesatria-kesatria tangguh, juga arsitek mumpuni yang menjadikan bermacam candi terhampar tegak di bumi Nusantara ini.
Candi Borobudur, adalah candi Budha terbesar di dunia dan berada di bumi Nusantara, Kompleks Candi Prambanan kompleks Candi Hindu dengan jumlah candi terbanyak itu, juga ada di Bumi Nusantara, Indonesia. Buku ramalan termasyhur Jangka Jayabaya yang menceritakan hal-hal yang akan terjadi di Nusantara, Negarakertagama dan Sutasoma yang masyhur itu semua ada dan hasil dari masyarakat Nusantara, Indonesia.
Peradaban tata dan krama yang menjiwai setiap perilaku dan tutur kata menjadikan manusia Nusantara yang ramah, santun dan trengginas, berfikir melebihi zamannya. Nenek moyang kita telah lebih dahulu menemukan kesejukan, keharmonian dan keharmonisan dalam bermasyarakat dan berbudaya. Memilah dan memilih dengan cermat “patrap” nya dalam bermasyarakat, dan “patrap” nya dalam bermunajat pada Tuhan pemilik semesta jagad.
Nenek moyang kita menyadari bahwa sejatinya manusia hanyalah intrepretasi Tuhan pemilik semesta jagad di bumi untuk mengatur dan mengelola kekayaan alam dan keharmonisan bumi(QS AL-Baqarah 30-33). Jadilah pribadi Nusantara yang luhur, welas asih, santun dan berketuhanan yang “kaffah”, menyeluruh.
Agama dan kepercayaan manusia terhadap Tuhan tidak hanya pakaian lahir semata. Namun, menyatu dalam berbagai aspek sosial bermasyarakat pada umumnya. Bahkan, kita tidak bisa mendapati salah satu pun laku nenek moyang kita yang terlepas dari lelaku ketuhanan dan penghambaannya kepada Tuhan pemilik semesta Jagad. Tak ada.
Tahun bertambah, zaman berubah. Tatanan sosial masyarakat kita pun berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Mesin–mesin uap ditemukan, mendorong manusia menempuh perjalanan melampaui sebelumnya. Setiap bangsa pun berlomba–lomba menemukan koloni baru untuk menjadi mitra dagang mau pun “tanah baru” yang mereka jadikan lahan sumber daya industri untuk kemajuan dan kejayaan mereka.
Nusantara yang bukan pelaku industri pada saat itu, mau tak mau harus menerima kedatangan bangsa lain di bumi pertiwi. Kedatangan yang membawa beragam budaya berbeda dengan apa yang di amini masyarakat Nusantara pada waktu itu. Nusantara pun menjadi plural dengan sendirinya menerima beragam perbedaan budaya tersebut.
Nenek moyang kita dahulu adalah penganut animisme-dinamisme, kemudian berpindah menjadi penganut Hindu dan Budha yang taat. Lalu sebagian melebur menjadi penganut Islam yang memepersatukan Nusantara dengan kerajaan–kerajaan Islam pada masanya. Islam kemudian hadirsebagai sebuah agama dan kepercayaan baru di Nusantara, bersanding dengan agama dan kepercayaan leluhur terdahulu yang lain.
Islam yang berkembang di Nusantara berkembang pesat tanpa mendiskreditkan masyarakat atau kerajaan lain yang berbeda paham maupun keyakinaan.Islam tumbuh menjadi oase baru di tengah masyarakat “tua” Nusantara kala itu yang mulai sakit karena menjamurnya kejahatan dan pembunuhan atas nama kehormatan semata.
Islam hadir sebagai penengah di antara konflik kekuasaan yang berkepanjangan di beberapa kerajaan Hindu -Budha di bumi Nusantara ini. Merangkul masyarakat dengan keramahan dan keluwesannya berbaur dengan berbagai kasta sosial di Nusantara, menghapus sekat-sekat sosial yang dahulu menjadi batas di masyarakat, merubahnya menjadi adab berperilaku dalam masyarakat.
Cara pandang masyarakat pun berubah dari semula menghormati orang lain sesuai dengan kastanya, kini tidak lagi. Setiap orang diperlakukan sesuai dengan derajat keilmuan maupun kebijaksanaannya.
Bukan kasta, peradaban Islam di Nusantara mengajarkan kita tentang adab dan perilaku dalam berketuhanan, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Para wali dan generasi awal Wali Songo di Nusantara mengedepankan dakwah dengan akhlak dan syariat yang berkebudayaan sehingga memudahkan Islam di kenal di seluruh Nusantara.
Akhlak adalah wujud paripurna keberserahan seorang hamba kepada Tuhannya. Dan adab, adalah wujud sosial dari pengaplikasian akhlak tersebut. Beberapa dari kita mungkin teringat sebuah redaksi hadist yang berbunyi: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” dan bagaimana Kanjeng Nabi SAW mendidik generasi awal Islam dengan pondasi akhlak dan keimanan. Semua itu kemudian berproses dan melahirkan kembali bangsa Arab sebagai bangsa yang unggul di tengah bangsa – bangsa lainnya. Sejarah mencatat, bangsa arab pada masa Islam mencapai kejayaannya. Walaupun tak dapat kita pungkiri juga beragam intrik politik yang terjadi pada masa kejayaan bangsa arab dan Islam . Namun, akhlak santun, bermartabat dan berketuhanan dalam Islam telah menciptakan masyarakat majemuk yang santun, permisif dan tangguh pada belahan dunia mana pun.
Indonesia tidak terkecuali, sebagai salah satu belahan dunia yang belakangan mengenal Islam tetapi Indonesia justru menjadi tempat bagi populasi Muslim terbesar dan terbanyak di dunia. Menjadi negara dengan populasi muslim yang dominan, sekaligus negara muslim yang terkenal dengan keramahan dan orisinalitas kebudayaan Islam-nya. Berbeda dengan kebanyakan negeri Muslim di belahan bumi lain yang berkiblat ke Jazirah Arab, Muslim di Indonesia mampu melebur dengan kebudayaan dan masyarakat lokal setempat, sehingga melahirkan khasanah Islam yang moderat(wasathiyah), santun dan berakhlaqul karimah. Muslim Indonesia begitu ramah dengan perbedaan budaya dan akidah, bahkan menjadikannya sebagai bahan obrolan ringan sehari – hari.
Kehidupansosial dan beragama di Indonesia begitu menyatu dan cair, hampir takada kecurigaan antar sesama umat beragama lain. Memandang sesama dengan pandangan yang sama terhadap diri sendiri, merasakan dan tumbuh belajar bersama. Masyarakat Nusantara, tak mengenal sekat-sekat yang membatasi setiap gerak sosial maupun keagamaan dalam bermasyarakat. Masyarakat Muslim tumbuh bersama dengan mereka yang Kejawen, Nasrani, Hindu, Budha, Animisme, Dinamisme, dan kepercayaanlain. Melebur, menjadi Indonesia. Mungkin, hanya di Indonesia seorang Nasrani bangga menggunakan peci dan sarung, mungkin hanya di Indonesia pula seorang Non-muslim iri, dan meminta jenazah keluarganya “disholatkan” di Masjid setempat.
Masyarakat Islam di Indonesia adalah cermin dari peradaban Islam yang santun tersebut, masyarakat madani yang tumbuh dan berkembang dengan kepribadian Islam yang moderat danberakhlak luhur. Masyarakat Islam di Indonesia, adalah warisan peradaban Islam untuk dunia.