Di era penuh informasi dan perkembangan teknologi membuat segalanya semakin cepat (Kasali, 2017). Masyarakat yang tidak tanggap, akan dibuat kebingungan akan informasi. Untuk memenuhi kebutuhan informasi inilah banyak pihak yang juga bekerja mengadalkan hal tersebut.
Pihak tersebut salah satunya ialah media. Teknologi diadopsi perusahaan media untuk mengumpulkan dan menyebarkan informasi yang lebih cepat dan murah. Sejarah telah mencatat fenomenal sosial oleh gangguan teknologi media, seperti percetakan, telegraph, telephone, radio, televisi, hingga media digital saat ini (Ralph & Mustafa, 2012).
Media digital yang berdampingan dengan internet memiliki pengguna terbanyak di Asia sebanyak 50.7% dibanding dengan eropa 16% dan benua lainya ditahun 2019 (Internet Users Distribution). Dan pengguna digital di beberapa kota Indonesia mayoritas merupakan anak muda (Novi, The Conversation, 2017).
Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri, disatu sisi kemajuan teknologi harus juga didukung dengan kemajuan ilmu pengetahuan dari manusianya.
Dibutuhkan suatu media dan berisikan tulisan disiplin secara ilmiah dengan bahasa yang dapat diterima masyarakat untuk mencerahkan masyarakat. Umumnya tulisan ilmiah enggan dibaca oleh masyarakat, karena bahasa yang tidak mudah untuk dicerna dan jumlah halaman nya terlalu panjang.
Meningkatkan Literasi Digital
Media tersebut bertujuan untuk meningkatkan literasi digital. Literasi yang diartikan tidak hanya kemampuan baca tulis, dan berbicara. Tetapi juga kemampuan memahami sesuatu. Ditambah dengan menyesuaikan era digital saat ini (Lucia, The Conversation, 2017).
Permasalahan buta huruf, lalu kemampuan memahami sesuatu, dan kemampuan tanggap di era digital saat ini menjadi tiga permasalahan yang perlu diselesaikan. Hal tersebut bukan hanya tugas pemerintah atau guru, di kebebasan demokrasi justru media yang menjadi corong utama.
Kemampuan untuk mengelola dan menghimpun informasi secara independent untuk seluruh masyarakat sangat dibutuhkan. Tetapi pertanyaan bagaimana menyelesaikan tiga permasalahan tersebut? Dan media yang seperti apa?
Tentu media yang mempersiapkan dan menjalankan konsep untuk meningkatkan literasi digital, tidak hanya sebagai corong informasi. Lalu konsep yang seperti apa?
Membahasakan Buku
Media tersebut memberikan dan membahas informasi mengenai permasalahan dimasyarakat, tentu dalam memberikan dan membahas harus mempunyai sudut pandang. Hal tersebut bisa dibantu dengan menggunakan buku yang berkaitan dengan permasalahan di masyarakat tersebut.
Buku hasil penelitian merupakan kunci. Contoh saja, untuk meningkatkan literasi masyarakat mengenai korupsi politik, maka media tersebut memberikan dan membedah informasi berdasarkan Buku Korupsi Politik karangan Altidjo Alkotar yang merupakan hasil penelitian nya.
Buku ini sulit sekali dibaca menurut saya. Tetapi itulah tantangan untuk menyederhanakan substansi untuk masyarakat. Karena masyarakat juga perlu mengetahui literasi mengenai korupsi politik.
Membahasakan Jurnal
Selain itu, kolom dalam Media juga perlu membahas permasalahan dimasyarakat dengan hasil penelitian jurnal yang telah dipublikasi. Baik jurnal skala internasional maupun nasional. Sehingga, media sebagai penyambung para akademisi kepada masyarakat.
Jumlah paper yang banyak dalam jurnal-jurnal terakreditasi skala nasional maupun internasional perlu dimanfaatkan, dan biasanya sesama akademisi lah yang saling memanfaatkan. Namun dari situ saya merasa sedih dan berfikir.
Apa paper penelitian sebanyak ini bermanfaat untuk masyarakat? Apa masyarakat mau membaca bahasa paper penelitian yang membuat saya merasa kebingungan terlebih dahulu?
Dari situlah tugas-tugas media mengatasi literasi digital, jurnal salah satunya. Jurnal saat ini mudah sekali diakses oleh publik, tetapi permasalahannya adalah membahasakan jurnal-jurnal tersebut kepada masyarakat.
Contoh, terdapat satu jurnal Internasional yang bermanfaat, salah satunya paper Corruption and Democracy dengan saya nya Michael T. Rock terbitan Journal of Development Studies 2009.
Bagi mahasiswa seperti saya mencerna kata-kata nya perlu dipikirkan terlebih dahulu. Terkadang membuka Google Translate untuk menerjemahkan kata yang asing atau belum dipahami. Lalu saya berfikir, apa kabar masyarakat? Boro-boro baca pembahasan atau kesimpulannya, judul nya aja sudah males.
Membahasakan Penelitian Ilmiah
Seperti jurnal, jumlah penelitian ilmiah juga tidak sedikit. Namun lagi-lagi, semua itu hanya dikonsumsi oleh akademisi atau mahasiswa yang konsentrasi dibidangnya. Dan hanya sedikit sekali yang bisa di baca masyarakat, kalaupun ada pesan atau informasi yang didapatkan tidak didapatkan secara utuh, karena bahasanya tidak mudah untuk dicerna.
Walaupun belum terdapat data, coba saja bandingkan masyarakat yang berlangganan akun Youtube dan Jurnal atau tulisan penelitian ilmiah.
Saya sedikit memahami bagaimana menulis karya tulis ilmiah karena berkecimpung diorganisasi riset. Betapa susah menulis dan membaca nya. Dari situlah saya berfikir bagaimana menyambungkan ini semua kepada masyarakat yang seharusnya menjadi tujuan kita semua?
Disitulah kekosonganya, area dimana karya tulis ilmiah disambungkan kepada bahasa masyarakat. Dan mahasiswa sebagai calon akademisi sudah harus terbiasa dengan ilmiah dan tidak lupa membahasakan nya kepada masyarakat.
Contoh saja, betapa banyak Skripsi sebagai tugas mahasiswa menumpuk digudang perpustakaan kampus. Buat apa? Paling tidak lima atau sepuluh tahun lagi di buang. Apakah masyarakat bisa menikmati tanpa harus susah-susah menuju perpustakaan kampus?
Terjadi gap antara masyarakat dan mahasiswa dengan skripsi atau tulisan ilmiah tersebut yang perlu diselesaikan.
Membahasakan Sumber Kebijakan Pemerintah
Selain untuk masyarakat, seperti buku, jurnal, tulisan ilmiah juga bisa dijadikan kritik atau bahan mengevaluasi atau membentuk kebijakan pemerintah. Pemerintah saat ini jarang sekali membuat kebijakan berdasarkan riset yang disiplin (Inaya, The Conversation, 2019).
Hal tersebut menjadi tantangan media untuk membahasakannya kepada pemerintah. Pemerintah disini bukanya hanya pusat (presiden, menteri, dan jajarannya), tetapi juga ada didaerah dan pimpinan-pimpinan terkecil, biasa disebut dengan penguasa.
Selain itu juga berlaku seperti mahasiswa kepada kampusnya atau bahkan organisasi/BEM nya. Bahkan dikampus tempat kuliah saya, dalam membuat kebijakan tidak berdasarkan riset atau data yang mempuni, terkesan asal buat dan tidak berkelanjutan (Adi, Malang Post, 2019).
Kedepannya, para pemerintah atau orang-orang yang berkuasa tidak asal membuat kebijakan, tetapi perlu pertimbangan yang matang berdasarkan disiplin riset. Disinilah tugas media untuk membahasakannya.
Masyarakat Ilmiah
Tujuannya adalah membentuk masyarakat ilmiah. Setiap masyarakat bisa menyelesaikan permasalahan, dengan dasar-dasar pengujian dan rasionalitas. Dimana didahului oleh pengetahuan atas dasar keilmiahan yang berwujud tulisan ilmiah. Dan tentu tulisan tersebut bisa dibaca oleh masyarakat, disinilah media bekerja.
Diperlukan kerja-kerja media dalam era digital untuk meningkatkan literasi masyarakat dan pemerintah, dengan membahasakan buku, jurnal, dan penelitian ilmiah yang bisa dipahami masyarakat.