Kamis, Oktober 3, 2024

Mari Bernostalgia Wahai Pemuda

Desi Amalia
Desi Amalia
Alumni Jurusan Ilmu Politik Universitas Andalas

Seluruh penjuru bangsa mengakui bagaimana kesaktian sumpah pemuda menyatukan pemuda negeri ini, latar belakang budaya daerah dan suka bangsa yang berbeda tidak menghambat keyakinan pemuda untuk bersatu. Bukti nyata adalah dengan lahirnya sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

Peristiwa bersejarah ini merupakan catatan penting demi tercapainya persatuan bangsa. Tiga sumpah yang sakral pertama: bertanah air satu, kedua: berbangsa satu, ketiga: berbahasan satu. Sesungguhnya dalam sejarah panjang mencapai kemerdekaan pemuda selalu ambil bagian serta memainkan perannya dengan baik seperti pada peristiwa Rengasdengklok tahun 1945 dan menjatuhkan orde baru tahun 1998.

Namun tidak bisa dipungkiri kondisi pemuda dulu dengan sekarang sangat jauh berbeda, signifakasi pemuda dulu dengan sekarang terlihat pada generasi yang sekarang lebih suka menggunakan bahasa asing dalam berkomunikasi dengan temen-teman demi terlihat gaul atau keren, namun sesungguhnya kebiasaan menggunakan bahasa asing dalam keseharian adalah suatu kekeliruan yang fatal, jika dilihat efek jangka panjang pemuda Indonesia lebing sering menggunkan bahasa asing bandingkan bahasa Indonesia sendiri, maka secara tidak langsung akan mengurangi kecintaan terhadap bahasa Indonesia. Seperti di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas mewajibkan siswa dan siswi untuk menggunakan bahasa Indoseia bahkan melarang menggunakan bahasa daerah pada proses mengajar, namun siswa siswi sekarang lebih menggandrungi bahasa asing demi popularitas.

Sesungguhnya hal-hal sederhana ini perlu mendapatkan perhatian khusus, jika awalnya lunturnya kecintaan terhadap penggunaan bahasa Indonesia mungkin pada fase selanjutnya akan lunturnya kecintaan pada negeri ini. Tidak tertutup kemungkinan kurangnya penggunaan bahasa Indonesia juga disebabkan oleh arus globalisasi yang juga menggerus kehidupan pemuda, nampaknya masyarakat umum lebih tertarik pada bahasa asing, fenomena kurangnya kecintaan terhadap bahasa Indonesia mulai terlihat pada pengunaan bahasa sehari-hari maupun komunikasi melalui media sosial. Paradigma seseorang yang menggunakan bahasa asing dianggap lebih maju dibandingkan orang yang menggunakan bahasa Indonesia.

Selanjutnya teknologi juga berpengaruh dalam mengurangi kecintaan terhadap bahasa Indonesia seperti Televisi yang sering menggunakan bahasa asing, nama saluran Televisi juga menggunakan bahasa asing seperti TRANS TV, NET TV dan saluran TV lainnya. Intensitas penggunaan bahsa asing sangat tinggi pada dunia pertelevisian, namun tidak diimbangi dengan bahasa Indonesia yang lama tidak digunakan seperti kata Literasi, kata Literasi adalah hanya salah satu contoh kecil bahasa Indonesia yang jarang digunakan dalam keseharaian. Fenomena ini tidak hanya merambah dunia pertelevisian namun juga pernovelan yang seringkali menggunakan bahasa asing demi menarik minat pembaca. Fenomena ini sungguh tidak bisa dihentikan lagi. Bagaimana jika fenomena penggunaan bahasa asing dianggap lazim dan bahasa indonesia dianggap asing di negeri sendiri.

Sangat miris jika terus membiarkan generasi muda terus hanyut dalam kemodrenan, karena sejatinya generasi muda yang akan melanjutkan perjalanan bangsa. Penanam rasa cinta terhadap tanah air sangat penting ditanamkan sejak kanak-kanak, karena nilai-nilai yang ditanamkan sejak masa kanak-kanak akan lebih melekat dibandingkan saat dewasa.

Gejala lain yang muncul sebagai bukti luruhnya kecintaan pada negeri adalah fenomena uang koin yang sudah tidak memiliki nilai tukar, diberbagai daerah seperti salah satu contohnya di perbatas Sumatera Utara dengan Riau ada satu daerah benama Hutaraja Tinggi, pada pasar tradisional daerah ini uang koin seperti nomilnal seratus rupiah, limaratus rupuah uang koin warna kuning, dan juga uang koin nominal seribu rupiah tidak memiliki nilai tukar lagi. Entah apa yang menyebabkan uang koin ini tidak laku lagi, apakah juga pengaruh modernism ataukah pola pikir yang beranggapan uang koin sudah ketinggalan zaman, apa yang sesungguhnya terjadi pada uang koin?. Jika ditelisik kembali keberadaan uang adalah mata uang pertama di Indonesia, setelah berakhirnya “Barter”, kemudian ditemukan uang koin yang digunakan sebagai alat tukat. Jika uang koin yang pertama ditemukan sebagai alat tukar lalu mengapa kita harus meninggalkannya, apakah karena keberadaan uang kertas yang lebih praktis digunakan sehingga kita meninggalkan uang koin ini. Saya rasa pola pikir seperti ini adalah sebuah kekeliruan, action yang harus dilakukan adalah dengan melestarikan dan tetap menggunakan uang koin dalam kehidupan sehari-hari sebagai salah satu bukti nasionalisme.

Ironi lain yang terjadi pada bangsa ini ketika hari-hari bersejarah bangsa hanya sampai sebagai peringatan semata, terkadang perlu untuk merefleksikan bagaimana rakyat Indonesia korban harta bahkan nyawa demi kata “Merdeka”. Jika merdeka dahulu misinya adalah untuk menumpas habis para penjajah di negeri tercinta, namun sekarang misinya adalah mempertahankan kemerdekaan demi tercapai tujuan negara yang telah diamanatkan dalam UUD Tahun 1945 pada alinea ke 4 berbunyi: “Kemudian dari pada itu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaina abadi dan keadilan sosial”.

Pemuda Indonesia dahulu siap mebentuk gerakan yang konsisten untuk bangsa, namun bagaimana dengan pemuda sekarang?. Selalu sibuk dengan Henponenya update status kesana kemari yang asas manfaatnya tidak ada, hanya demi kesenagnagan dan popularitas. Jika generasi sebelum kemerdekaan menyaksikan kondisi generasi pasca kemerdekaan, maka mereka akan menyesal menyaksikan generasi sekarang, karena pemuda sekarang hampir tidak lagi berperan dalam kemajuan bangsa, seharunya pemuda sibuk memikirkan ide-ide dan gagasan baru demi kemajuan negeri ini. Pada hakikatnya pemuda adalah generasi penerus bangsa, jika golongan X (pemuda) masih sibuk dengan status di media sosialnya lalu siapa yang akan memikirkan bangsa ini, sementara golongan Y (tua) sudah rentan dimakan oleh usia. Jika golongan X masih belum sadar akan perannya yang sangat besar pada negeri ini, maka tidak tertutup kemungkinan Indonesia bisa saja dijajah kembali namun dengan gaya berbeda, seperti kegandrungan generasi muda menggunakan bahasa asing, secara tidak langsung kita telah dijajah secara perlahan. Wahai engkau pemuda bangsa Indonesia bangkitlah kembali ukirlah sejarah demi keberlangsungan bangsa, berikan ide dan gagasan cemerlang sehingga dikemudian hari Indonesia tidak perlu menggunakan barang dari luar dan bisa memproduksi sendiri. Jauh sebelumnya Soekarno telah berpesan “Biarkan kekayaan Indonesia tetap berada dalam tanah tunggu sampai pemuda dapat mengolahnya”. Namun tidak ada yang sabar menunggu dan sekarang yang mengusai sebahagian kekayan Indonesia adalah orang asing, lalu dimana orang pribumi? mereka berada pada kelas paling bawah yaitu kelas buruh sungguh kasihan negeri ini.

Desi Amalia
Desi Amalia
Alumni Jurusan Ilmu Politik Universitas Andalas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.