Liburan hari kemarin membuka mata saya tentang pekerjaan seorang petani khususnya petani kecil. Seperti halnya bapak saya ,menjadi petani kecil yang kurang dilirik bahkan kehadiranya sebagai petani selalu berada di posisi ke-dua.
Di sana saya melihat beliau menanam kopi di lahan yang bisa dibilang sempit. Tapi anehnya, buah kopi yang beliau tanam hampir semua berbuah padahal usianya baru kurang lebih tiga tahunnan dan sudah beberapa kali panen. Saya tertegun dan heran, karena biasanya untuk sebuah lahan pertanian itu membutuhkan lahan yang luas agar terasa menghasilkan. Berangkat dari sana, saya mendapatkan pengalaman dan sadar bahwa keberhasilan bertani tidak selalu ditentukan oleh seberapa luas tanah yang dimiliki, tetapi dengan seberapa baik tanah itu dikelola.
Petani kecil seperti bapak saya yang hanya memiliki lahan kecil dan sempit tidak seperti layaknya petani kopi lainya memiliki tantangan dalam mengelola kebun kopi tersebut. Dengan lahan kurang dari 0,5 hektare, beliau harus kreatif untuk memaksimalkan produksi. Bapak saya mengeluhkan mahal nya harga pupuk karena keterbatasan modal.
Namun, bapak saya menemukan solusi cerdas dengan membuat pupuk organik dari air seni kambing yang dikumpulkan dan kemudian dicampur dengan beberapa bahan alami lainnya. Dari metode sederhana ini ternyata memberikan hasil yang luar biasa. Setiap pohon kopi rata-rata menghasilkan kurang lebih 4-5 kg cheryy kopi dalam sekali panen, jauh dari rata-rata nasional untuk lahan kopi serupa yang hanya 2-3 kg cherry kopi per-tahun.
Inovasi yang beliau lakukan adalah dengan menggunakan teknik tanam rapat dengan jarak 2×2 meter, serta tumpangsari dengan tanaman peneduh seperti pisang, singkong, beberapa pohon cengkih, dan sengon untuk memberikan penghasilan tambahan dan kebutuhan rumah tangga. Orang seperti bapak saya menggantungkan hidupnya dengan kopi yang beliau tanam.
Pendapatan yang didapat dari hasil panen bisa untuk bertahan hidup keluarga. Dari pengalamanya, 1 kg kopi kering yang dijual bisa memperoleh beras 2-3 kg,. Sebagian orang yang tidak bisa menanam padi seperti bapak saya sangat menggantungkan hidupnya di kopi. Karena dari segi perawatan lebih mudah, murah, tidak memerlukan tenaga ekstra, serta untuk menghasilkan buah kopi yang super hanya memerlukan perawatan yang mudah hanya dengan pupuk organik dari kandang. Hal ini menujukan bahwa kopi menjadi komoditas dengan nilai tukar yang relatif baik untuk kebutuhan pokok.
Selain tantangan modal dan perawatan petani kopi lahan sempit juga menghadapi masalah struktural dalam rantai nilai kopi. Selain itu masalah yang susah untuk dirubah adalah banyaknya perantara dari petani hingga konsumen menyebarkan petani selalu dirugikan. Banyak pengepul yang membeli kopi dengan harga murah tidak sesuai dengan harga pasar global.
Di daerah kami, harga kopi yang diterima petani hanya sekitar Rp. 30.000 – Rp. 40.000 per kilo gram biji kopi kering. Sementara di kafe-kafe, secangkir espresso berbahan 18 gram kopi dijual dengan harga Rp.25.000 – Rp.35-000. Artinya, petani hanya menerima sekitar 3-5% dari nilai akhir produk kopi. Mereka memanfaatkan ketrbatasan akses informasi petani terhadap harga pasar global. Tanpa pilihan lain dan terdesaknya kebutuhan keluarga, petani terpaka menjual dengan harga di bawah standar pasar. Ketimpangan ini diperparah oleh infrastruktur yang buruk di daerah terpencil, dan mahalnya biaya transportasi dan distribusi.
Di sini pentingnya kaum muda untuk sudi terjun menjadi petani yang inovatif dengan kemajuan teknologi. Jika mereka enggan meneruskan usaha kopi. Maka, akan terjadi penuruna produksi nasional, tampa regenerasi petai, lahan kopi akan berkurang, menyebabkan produksi menurun secara signifikan pengetahua dan keahlian petani tradisional juga akan akan punah disebabkan tidak adanya generasi penerus. Jika hal tersebut terjadi mengakibatkan negara akan bergantung pada impor padahal sebelumnya menjadi negara yang selalu mengekspor kopi selain itu, ekonomi daerah juga sudah tentu mengalami dampaknya, karena perkebunan kopi sering menjadi tulang punggung ekonomi di daerah tertentu.
Dampak lingkungan yang terjadi jika lahan kopi berkurang adalah alih fungsi lahan, lahan yang ditinggallkan berpotensi menjadi perkebunan monokultur atau bahkan berubah menjadi lahan nono-pertanian. Jika hal ini terjadi keanekaragaman hyati juga berkurang, karena kebun kpi biasanya menjadi tempat keanekaragam tanaman dan habitat bagi berbagai spesies. Penurunan kualitas tanah dan perubahan ekosistem lokal sangat memengaruhi lingkungan, penggunaan bahan kimia yang tidak ramah lingkungan memengaruhi keseimbangan lingkungan dan siklus air di daerah pegunungan.
Petani kecil seperti bapak saya memiliki kontribusi terhadap ketahanan pangan dan ekonomi nasional bahkan global. Data FAO mencatat bahwa 64% adalah petani berskala kecil. Sedangkan menuru t data bps 2023 petani skala kecil luas lahan <2 ha adalah 85% dari total petani kopi.
Kontribusi petani kecil terhadap produksi kopi nasional per tahun 2023 mencapai 774 ribu ton. Kontribusi petani kecil mencapai 70-80%. indonesia adalah produsen kopi terbesar ke-4 dunia, dengan 65% diekspor (terutama robusta). hal ini menunjukkan bahwa potensi pertanian skala kecil sangat besar, terutama jika dikelola secara optimal dengan pengetahuan, ketekunan, dan metode yang tepat.
Potensi pengembangan sektor ini sangat besar jika didukung dengan kebijakan yang tepat. Beberapa solusi yang mendesak antara lain: penguatan kelompok tani untuk meningkatkan posisi tawar petani, fasilitas akses pasar melalui platform digital, pelatihan metode pertanian untuk lahan sempit, insentif petani bagi petani muda, dan kampanye kesadaran konsumen untuk membeli kopi dengan harga adil. Pengalaman bapak saya bahwa dengan pengetahuan, ketekunan, metode yang tepat, bertani kopi di lahan yang sempit bukan hanya bisa menghasilkan produk berkualitas, tetapi juga menjadi sumber penghidupan yang berkelanjutan.
Sebagai anak petani kopi, saya berharap kisah bapak saya dapat menginspirasi lebih banyak anak muda untuk tertarik menjadi petani kopi yang bermartabat dan menjanjikan sebagai petani. Tantangan dan hambatan selalu berdampingan, tetapi peluang dan inovasi selalu terbuka lebar.
Tuhan sudah menjajikan diamana ada kesulitan disitu ada kemudahan di dalamnya. Setiap kali kita menikmati secangkir kopi, ada baiknya kita mengingat para petani kecil yang dengan ketekunana luar biasa menghasilka biji-biji kopi yang berkualitas dari lahan yang sempit. Mari kita hargai kerja keras mereka dengan membayar sesuai harga yang adil dan mendukung inisiatif yang mempersingkat rantai distribusi kopi. Karena sejatinya, masa depan kopi Indonesia ada di tangan para petani kecil yang berinovasi dan generasi muda yang berani melanjutkan warisan yang luar biasa berharga ini.