Jumat, Maret 29, 2024

Makna Feminisme dalam Kesenian Tari Lengger Lanang

Dwi Exsir Pamungkas
Dwi Exsir Pamungkas
Mahasiswa Antropologi Sosial, Universitas Diponegoro

Feminisme merupakan sebuah hal yang menarik untuk diperbincangkan. Feminisme merupakan gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki dalam lingkup sosial, politik, dan ekonomi.

Di Indonesia sendiri memiliki beberapa budaya yang dapat mewakili beragamnya seksualitas sekaligus terdapat spiritualitas di dalamnya. Ritual untuk memperkuat spiritualitas sekaligus budaya lokal salah satunya adalah Tari Lengger Lanang dari Banyumas, dimana penarinya harus crossgender. Tokoh paling terkenal adalah Dari, seorang laki-laki (cross gender) yang memutuskan crossgender (wandu=banci) sebagai syarat untuk menjadi penari lengger lanang.

Tari Lengger adalah kesenian rakyat yang hadir dan berkembang sejak lama dalam masyarakat agraris Banyumas. Dahulunya, Tari Lengger Lanang dianggap memiliki unsur magis-religius yang pada mulanya dipentaskan sebagai bentuk syukur masyarakat dalam sebuah upacara setelah panen raya. Meski begitu, tarian Lengger saat ini seringkali distigma buruk oleh masyarakat dan dianggap menyebarkan nilai-nilai LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) di Indonesia.

Seniman Tari Didik Nini Thowok mengungkapkan lengger Lanang merupakan salah satu kesenian Crossgender yang bernilai tinggi. Seni tradisi Cross Gender di Indonesia sebenarnya tradisi yang sudah lama mengakar, sejak sekitar abad ke-18.

Kesenian tradisional lengger, bagi masyarakat Banyumas dan sekitarnya, tentu sudah sangat lekat. Lengger merupakan perpaduan seni tari tradisional antara tayub dan ronggeng. Bedanya, ronggeng atau tayub dimainkan penari perempuan, sedangkan lengger dimainkan penari laki-laki (pria tulen) yang sengaja berperan sebagai sosok perempuan.

Lengger yang berasal dari kata leng dan jengger memiliki arti diarani leng jebule jengger atau dikira perempuan ternyata laki-laki. Pelakunya akrab disebut lengger lanang. Semua ini bukan sekedar mitos karena perihal lengger lanang juga ditulis dalam karya sastra Jawa yang sangat terkenal, yaitu,Serat Centhini.

Kecantikannya juga menjadi daya tarik laki-laki cisgender, bahkan melebihi kecantikan perempuan. Hal tersebut tidak menjadi persoalan bagi masyarakat Banyumas, karena mereka memahami akan nilai yang terkandung di dalam kesenian tersebut (Hartanto, 2019:150).

Sumber :

Agung,(2021),”Mahasiswa UGM Teliti Tari Lengger Lanang”.

Hartanto, S. I. (2019). Perspektif gender pada lengger lanang banyumas. Pantun, 1(2).

Huda, M. Merunut Stigmatisasi Minoritas Seksual di Indonesia.

Pawaka, D., & Choiriyati, W. (2020). Analisis Resepsi Followers Milenial@ indonesia feminis dalam Memaknai Konten Literasi Feminisme. AGUNA: Jurnal Ilmu Komunikasi, 1(1), 70-86.

Dwi Exsir Pamungkas
Dwi Exsir Pamungkas
Mahasiswa Antropologi Sosial, Universitas Diponegoro
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.